Cukup menarik jika kita menyimak karikatur di Media
Indonesia, Rabu, 15 Januari 2014, halaman 14. Di sana digambarkan sosok Jokowi
yang berdiri di tengah kubangan air. Ini adalah gambaran banjir yang menerjang
kota Jakarta. Dari keempat sudut gambar itu ada empat gambar tangan yang
menunjuk ke arah Jokowi seakan hendak menuding bahwa bencana banjir ini karena
kesalahan Jokowi, sebagai simbol Pemprov DKI Jakarta. Yang membuat menarik dari
gambar ini adalah komentar dari salah satu telunjuk tangan, “Kenapa kok cuma dia
yang dituding?”
Pertanyaan tersebut benar-benar mau menggambarkan realitas
yang ada. Sejak banjir menerjang kota Jakarta, 13 Januari lalu, sorotan
komentar negatif terarah kepada Pemprov DKI Jakarta. Yang sering kena imbasnya
adalah Jokowi. Banyak orang, banyak pihak dan juga media, termasuk TV One, memanfaatkan
bencana banjir ini untuk menyerang sosok Jokowi. Mungkin bertujuan mengurangi
elektabilitasnya sebagai calon presiden 2014.
Karena itu, sangat benar apa yang diungkapkan oleh karikatur
di Media Indonesia: “Kenapa kok cuma dia yang dituding?” Karikatur ini hendak
mengatakan kepada kita bahwa masalah banjir ini bukan semata-mata urusan Jokowi
dan/atau Pemprov DKI Jakarta saja. Masalah banjir adalah persoalan banyak
pihak: Pemprov DKI, Pemerintah Pusat, warga DKI dan Pemda Bogor dan Depok.
Dari peristiwa banjir kemarin, saya melihat ada beberapa
pelajar berharga yang dapat kita ambil. Pertama,
empati seorang pemimpin. Sejak debit air di beberapa pintu air menunjukkan
tanda-tanda signifikan, Jokowi sudah turun ke lapangan. Bahkan ketika banjir
melanda, Jokowi ada bersama warganya. Beliau turut memantau langsung banjir dan
derita warganya. Tak ada sisten menunda. Bencana terjadi, beliau langsung
hadir.
Hal ini berbeda dengan pimpinan negara ini. Ambil contoh,
sudah hampir empat bulan bencana Gunung Sinabung, baru hari ini (pertengahan
Januari), Presiden SBY mengunjungi warga korban bencana. Karena itu, banyak
pengamat langsung menilai bahwa kunjungannya itu merupakan wujud pencitraan;
untuk menaikkan elaktibilitas partainya. Maklum, sebelumnya, citra Partai
Demokrat jatuh karena ulah Bupati Karo, yang merupakan kader Partai Demokrat. Bisa
dikatakan kalau kunjungan SBY ke Tanah Karo, bukan menunjukkan empatinya,
melainkan citranya.
Kedua, masalah sampah. Diberitakan bahwa
pada tanggal 14 Januari, air banjir mulai menyurut. Surutnya air meninggalkan
sejumlah persoalan. Salah satunya adalah sampah. Ada begitu banyak sampah yang
dibawa banjir memasuki rumah, halaman dan jalanan. Sampah-sampah ini selain membuat
kesan kotor dan jorok, juga meninggalkan aroma tidak sedap. Tentulah beberapa
penyakit siap menguntit.
Kita bisa bertanya, sampah-sampah itu dari mana? Tentulah tak
bisa dilepaskan dari ulah warga. Tanpa ada kesadaran, banyak warga dengan seenaknya
saja membuang sampah di sungai atau sembarang tempat. Nah, ketika banjir, air
membawa sampah itu. Seakan mau dikatakan bahwa banjir mengembalikan lagi sampah
yang dibuang sembarangan oleh penduduk. Jadi, sebenarnya banjir mau memberi
kita pelajaran agar kita jangan membuang sampah ke sungai, kali atau selokan.
Ketiga, bisanya menuntut, tapi tidak mau
dituntut. Sejak Jokowi menjabat Gubernur DKI Jakarta, banjir merupakan salah
satu target kebijakannya. Jokowi tidak tinggal diam. Beliau langsung bertindak
dan membuat beberapa keputusan. Artinya, kebijakan penanganan banjir sudah ada,
namun pelaksanaannya selalu terbentur dengan beberapa pihak. Salah satunya
adalah warga. Contohnya, soal rencana pembuatan waduk Ria Rio dan waduk Pluit
mendapat semacam perlawanan dari warga. Pemda juga sudah buat kebijakan untuk
tidak membuang sampah ke sungai.
Ketika banjir melanda, semua warga yang jadi korban menuntut
perhatian dari pemerintah. Mereka menyampaikan harapan-harapannya agar
pemerintah (DKI Jakarta) memperhatikan nasib mereka. Sungguh ironis, di saat
pemerintah menyampaikan harapannya demi warganya, para warga mengabaikannya. Namun,
di kala warga terkena dampak akibat ulahnya sendiri, warga menuntut pemerintah
memperhatikan nasibnya.
Karena itu, hendaknya peristiwa banjir ini memberi pelajaran
kepada warga DKI Jakarta supaya tidak hanya bisa menuntut, melainkan juga mau dituntut.
Warga jangan hanya memperhatikan kepentingannya sendiri. Harap diingat, apa
yang dituntut dari pemerintah itu semata demi kepentingan warga juga. Di sini
berlaku seperti apa yang pernah dikatakan Presiden Amerika Serikat, Kennedy, “Jangan
tanya apa yang bisa pemerintah berikan kepadamu, tapi tanyakanlah apa yang bisa
kamu berikan untuk pemerintahmu.”
Jakarta, 15 Januari 2014
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar