Santa Barbara, perawan & martir
Barbara dihormati
sebagai pelindung orang-orang yang tertimpa bahaya angin taufan dan pelindung
para arsitek. Legenda tentang riwayat hidupnya baru mulai beredar pada abad
ketujuh dan menjadi sangat populer sekitar abad kesembilan. Kebenaran legenda
itu sulit dibuktikan, namun apa yang dibeberkan di bawah ini adalah cerita yang
ditemukan di dalam buku-buku tua.
Konon Barbara hidup di
Yunani pada awal abad III dan meninggal dunia pada 4 Desember 300. Ia anak
Dioscorus, seorang pedagang Romawi yang kaya raya. Apabila ayahnya mengadakan
perjalanan jauh untuk urusan-urusan perdagangan, Barbara ditinggalkan sendiri
terkunci di dalam kamarnya di atas menara rumah mereka.
Pada suatu ketika
ayahnya harus pergi karena sesuatu urusan bisnis.
“Manisku, ayah harus
pergi!” kata Dioscorus kepada Barbara. “Selama ayah pergi,” lanjutnya, “ayah
akan menguncimu di loteng atas menara rumah kita, supaya kau selamat. Dalam menara
itu akan kubuatkan dua buah jendela untukmu, supaya kau dapat memandang
keindahan laut, dan bila ayah kembali kau bisa mengetahuinya.”
Ketika Dioscorus
pulang, ia melihat suatu keganjilan pada menara puterinya: ada tiga jendela dan
di atas pintu menara terpaku sebuah salib. Dengan teliti dan tertegun ia heran
akan semuanya itu. Ia cemas. Kemudian dengan lantang ia menghardik Barbara, “Apa
yang telah kau lakukan?”
Dengan tenang Barbara
menerangkan apa yang terjadi selama ayahnya bepergian. “Ketika ayah pergi aku
memanggil seorang imam. Ia sangat baik dan mengajariku tentang Bapa yang
Mahabaik yang mengutus Putera Tunggal-Nya ke dunia ini untuk menyelamatkan
kita. Tetapi Putera yang bernama Yesus itu dibunuh di kayu salib.”
“Lalu?” Tanya ayahnya
dengan gusar.
Kata Barbara lebih lanjut,
“Kini Tuhan Yesus mengutus Roh Kudus untuk membimbing kita kepada Bapa di
surga. Aku sungguh yakin dan mohon diselamatkan Tuhan Yesus. Maka imam itu
membaptis aku. Untuk menghormati Tritunggal Mahakudus itu, aku menyuruh orang
membuat jendela ketiga; dan supaya Yesus yang di salib itu tetap melindungi
aku, maka kupasang salib di atas pintu masuk.”
Ayahnya melotot! Ia geram
dan tidak senang dengan perbuatan Barbara. Sebab, ayah itu masih percaya kepada
dewa-dewi. Dengan mata gelap, Dioscorus menyeret Barbara yang amat dicintainya
itu sambil berteriak, “Ikuti aku ke pengadilan. Kau harus menyangkal
kepercayaanmu yang tidak masuk akal itu!”
Ketika itu Barbara baru
berusia 14 tahun, sehingga hakim tidak berani berbuat apa-apa. Ayahnya bertambah
berang dan menyeret Barbara untuk diserahkan kepada para algojo agar disiksa
dan bisa menyangkal imannya. Namun sia-sia saja usahanya. Barbara tetap setia
pada imannya. Akhirnya ia menghunuskan pedangnya dan menebas leher Barbara,
buah hatinya sendiri. Pada saat itu pun Dioscorus disambar petir dan mati
seketika.
Konon Henry Koch, pria
berkebangsaan Belanda, yang hidup pada abad kelimabelas, menaruh devosi besar
kepada Barbara. Ketika rumahnya terbakar, ia diselamatkan secara ajaib dari
amukan api dan bertahan hidup sampai ia menerima Sakramen Pengurapan Orang
Sakit. Sejak saat itu, banyak orang berdoa dengan perantaraan santa Barbara
agar bisa mati dengan damai. Barbara juga dihormati sebagai santa pelindung
orang-orang yang menghadapi ajalnya dan pelindung orang-orang yang mengalami
kematian mendadak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar