PENGUSIRAN SETAN DI MINGGU ADVEN I
Sebuah Kisah
Nyata
27 Nov
2010, hari Sabtu. Saya mendampingi rekoleksi OMK Stasi
Tambun paroki Bekasi di Cipanas. Acara berlangsung bagus dan inspiratif sampai
malam. Setelah acara api unggun, semua bersiap tidur. Saya masuk kamar. Baru
saja jatuh tertidur, pintu diketuk. Saudari Marta dan Anton serta beberapa lain
memberitahu bahwa di Cibulan, ada sekelompok Mahasiswa KAJ dekenat timur
yg sedang rekoleksi. Mereka butuh bantuan imam utk mengobati 4 mahasiswi
kesurupan. Satu bahkan menghilang. Romo pendamping sudah pulang dan tak
akan kembali lagi. Jarak Cipanas - Cibulan sekitar 15 Km.
Saya berangkat disertai Martha
dan Anton. Sambil mengemudi saya mengingat kembali apa ciri-ciri kerasukan
setan dan bedanya dengan stress berat/depresi. Jangan-jangan mereka hanya depresi saja. Biasanya
perempuanlah yg suka kesurupan. Sebenarnya saya orang yang skeptis dengan
urusan begini. Saya datang sekedar menenangkan
anak-anak itu saja.
Sesampai di villa itu, terlihat
para “pasien” sudah terlentang dan tengkurap tidur. Mereka dipisahkan di tiga tempat. Yang hilang
sudah ditemukan, katanya ada di kamar atas. Dari keempat anak itu, ada satu yang
kata mereka paling kuat. Pak Kiyai/dukun setempat sudah dipanggil sejak pukul 19
tadi dan gagal, lalu pulang. Mereka panggil pula pak Pendeta dari gereja
terdekat tapi dia pun menyatakan tak sanggup lalu pulang. Terlihat para
mahasiswa masih menggenggam rosario dan berdoa bersama. Ada salib besi tergeletak di sofa.
Pasien
terparah itu perempuan kecil saja. Tergolek tengkurap di sofa, ditunggui
teman-temannya. Sudah tidur kata mereka. Tetapi beberapa mahasiswa minta saya
melihat dulu. Kata mereka, tadi dia kuat sekali. Delapan mahasiswa yang kuat pun
dia hempaskan. Rosario yang mereka kalungkan di lehernya dia putuskan dan lempar
ke halaman. Anehnya, rosario itu mereka temukan telah ada di WC villa. Salib
besi itu dia ludahi. Kata mereka, suaranya pun berubah seperti bukan suara
gadis itu.
Terlihat badan gadis itu
tengkurap, mata terpejam separuh. Dari situ terlihat matanya melihat ke arah mata saya. Aneh… saya agak
tersinggung. Lha kok melirik ke saya terus. Kepalan tangannya menggenggam erat.
Saya duduk di sofa yang sama, dekat punggungnya. Ia mengais punggung bawah sambil
keluar bunyi desis dari mulutnya, sampai bajunya terlihat sobek sedikit.
Desisnya berbunyi “panasss”. Saya nekad… saya pegang tangannya. Ia memberontak.
Saya buka genggaman tangannya, dia melawan dengan sebaliknya. Posisinya masih
menelungkup.
Agak
skeptis, tetap dengan memegang erat jari-jari kaku mencekam anak itu, saya katakan
dengan suara wajar namun jelas terdengar “Keluar dari badan anak ini! Dalam nama
Yesus Kristus Tuhanmu, serta Malaikat Agung Santo Mikael yang kepadanya kamu
membangkang, keluarlah”.
Reaksinya
begitu mengejutkan kami semua, termasuk saya sendiri. Dengan
gerakan cepat dan tak terpahami dari sudut mekanika badan manusia, ia berkelit
langsung menatap wajahku face to face,
eyes to eyes.. mendesis menatap lurus ke mata saya, matanya penuh
kebencian…
Dia
berkata: “Jangan sebut nama itu! Itu musuh kami! Apakah kamu takut, Bapa?”
Saya
jawab “Kamulah yg takut!” .
Dia
berkata, “Mengapa Bapa mengusir saya? Saya juga anak Tuhan. Kalau tidak, tentu
saya tak ada!”
Kujawab
“Kamu anak Tuhan yang tak taat, sombong. Mengapa kamu memasuki anak ini”
Dia jawab:
“Tempat ini nyaman. Saya mau pergi asalkan anak ini kubawa. Saya telah menambah
penyakit pada dirinya, meremas alat cernanya, dan membunuhnya. Itu salah Bapa kalau
Bapa memaksakan kehendak”
Saya jawab: “Tak ada kompromi. Kamu tak bisa membunuh anak ini dan takkan
mampu membawa nyawanya”.
Setan
ini pun menantang saya, katanya, ia tak takut pd imam-Nya, tak takut pada Yesus
karena dia juga mengaku sebagai anak-Nya. Maka selama pukul 23.45 hingga masuk hari Minggu
dini hari, saya dan para mahasiswa Katolik itu bergumul. Kadang-kadang suaranya
berubah menjadi lembut bak wanita cantik, kadang menjadi ganas, kadang tertawa
ngikik, kadang menantang, kadang merunduk sok kalah. Kadangkala merajuk minta
dikasihani. Anak itu muntah-muntah banyak kali. Kadang setan melepaskan anak
itu, lalu masuk lagi.
Ketika
anak itu dilepas, si anak mengeluh “Romo, saya tak kuat, badan saya dan usus
serta lambung sakit semua, mau mati saja, dan takut”. Kami menguatkan agar ia
berani melawan. Ternyata si anak ini juga diberitahu oleh Setan bahwa Romo akan
dia bunuh jika anak itu tak taat pd Setan. Maka si anak merasa lemah
karena tak mau Romo diapa-apakan oleh Setan. Dan yang paling gila ialah,
jumlahnya ketika masuk lagi makin banyak.
“Kami
ini Legion”, katanya jelas sekali. Ia fasih berbahasa
Inggris dan Jawa. Hal ini terjadi ketika saya ajak dia dialog dalam bahasa
Inggris dan Jawa, sekedar mengetes apakah itu benar setan atau anak itu.
Saya
katakan padanya “Kekuatanmu hanya seperempat, masih ada Malaikat Agung St
Mikael, serta Gabriel dan Rafael.”
Ia mundur, melepaskan lagi anak
itu. Tiba-tiba masuk lagi, “You are stupid, Father”, lalu menghantam saya. Ia suatu saat jatuh di salib. Ia menjerit
panas. Maka para mahasiswa menempelkan salib-salib mereka. Ia teriak panas dan
tersiksa. Begitulah ia pergi lagi. Namun cepat kembali lagi lebih banyak lagi.
Ia mau menguras kekuatan saya. “Sampai kapan Bapa bisa bertahan? Akan kukuras
tenagamu, Bapa!”.
Saya
jawab “Kekuatanku dari Allah, yang menjadikan langit dan bumi”. Kami bertempur
lagi. Dia menjerit-jerit lagi. Lari lagi. Ada berita bahwa 3 mahasiswi lain sudah
dilepas. Semua memang berpindah merasuki mahasiswi yang satu ini.
Ketika
masuk lagi yang terakhir kali, dia memeluk saya dan dengan seolah suara si mahasiswi,
dia mengendus tengkuk saya sambil berbisik, “Aku Lucifer”. Saya merinding,
terasa bulu kuduk berdiri dan ketakutan mendera. “Kamu takut, Romo?” katanya
dengan lembut di telinga saya. “Aku akan mengincarmu terus sampai kapanpun”
Saya
bangkitkan keberanian. Saya teriak kepada para mahasiswa: “Kita mendapat
kehormatan, sampai Lucifer sendiri, penghulu setan, datang!” Para mahasiswa
emosi, mereka berdoa makin keras. Ada pula yang teriak, “Hancurkan saja,
Sikat Romo!”.
Dia
berkata “Paus Yohanes Paulus II memarahiku”.
Kujawab,
”Tak hanya Paus Yohanes Paulus II, semua paus dan uskup, dan imam memarahimu,
bahkan Tuhanmu Yesus dan malaikat Agung Mikael atasan langsungmu! Taatlah
pada-Nya!”
”Sayalah Tuhan” jawabnya.
Saya banting dia, dan kami
berpegang tangan sambil saling lawan. Saya mulai keringatan dan tenaga terkuras, tetapi tetap saja saya
melawannya. “Kamulah yang ketakutan, melihat kami semua dan Tuhanmu! Lepaskan
badan anak ini, karena dia sudah terima Sakramen Ekaristi!”
Lucifer
menjawab: “Aih, itu hanya roti biasa! Dan kalian
imam-imam semua bodoh!”
Saya
marah sekali. “Kamu sudah melawan kuasa imamat rajawi Tuhan Yesus
Kristus! Mau melawan imamat-Nya?”
Dia
jawab, “Aku tak takut, Romo, pada imamatmu!”
Ketika
Lucifer menantang imamat saya, saya marah. Saya minta tas saya kepada para
mahasiswa. Saya lepaskan dia dulu utk mengambil peralatan aspergil dan stola
serta minyak suci, sementara dia ditahan para mahasiswa yg ’menimbunnya’, dengan
doa-doa Salam Maria, bapa Kami, Aku Percaya, serta menindihnya dengan tubuh-tubuh
kuat mereka. Ketika saya datang lagi, saya percikkan
air suci. Ia menjerit panas dan lari.
Saat
itu, saya berpikir, dini hari begini, semua kacau jika tak diakhiri. Saya
perintahkan tubuh mahasiswi ini dievakuasi. Mereka menggotongnya masuk ke mobil
saya, lalu saya tancap gas dgn tujuan ke Lembah Karmel. Saya telpon Mbak Sari
dan Suster Lisa PKarm. Mbak Sari dengan sigap telah meminta Satpam membuka
gerbang dan pintu kapel.
Si
Mahasiswi dipegangi oleh Martha, Anton dan Asrul. Ia
berteriak, “Cepat Romo, cepat… dia mengejar…” Kami tetap berdoa Aku Percaya, Bapa Kami, Salam
Maria. Dan tiba-tiba suara mahasiswi berubah lagi “Haaa. Mau dibawa ke mana
anak ini, Bapa? Aku telah menambah lagi penyakitnya. Aku meremas jeroannya.
Anak ini hanya sampai dini hari ini, Bapa. Bapalah yang harus tanggungjawab atas
kematiannya!” Anak itu muntah-muntah di mobil. Anton, Asrul dan Martha tetap
berdoa dengan memeganginya yang berontak.
Saya
katakan: “Kamulah yang harus bertanggungjawab. Jangan
memutarbalik fakta, dasar setan laknat! Kamu telah melecehkan Sakramen Mahakudus. Kamu kubawa ke hadapan Dia, tahu
rasa kau nanti. Mau lepaskan dia sekarang, atau nanti kamu makin sengsara di
hadapan Raja Semesta Alam!”
Lalu
dia mulai merayu lagi, “Sia-sia semua ini Bapa… Bapa besok banyak acara kan?
Ditunggu banyak umat.. sudahlah Bapa kembali saja istirahat”
Saya
jawab: “Acara satu-satunya imam Tuhan ialah mengenyahkan kamu ke neraka!” Di
situlah selama perjalanan ia menawari saya apapun akan diberikan asalkan saya
tunduk pada keinginannya. Saya debat dengan tegas bahwa dia hanya harus boleh tunduk
pada Kristus!
“Sayalah tuhan, I am the Lord”
katanya.
Saya tertawakan dia. Dia
mengancam akan menggulingkan mobil. Kujawab, “Ini mobil para uskup Indonesia.
Tak bakalan berhasil kau gulingkan!” Saya ingatkan akan Sto Yohanes Maria
Vianney yang dia bakar tempat tidurnya gara-gara tak mampu mengalahkan imam kudus
itu. Santo Yohanes Maria
Vianney kumohon mendoakan aku untuk mengalahkan dia.
Dia
lalu merajuk lagi, “Ah kenapa tenagaku melemah, tak sekuat tadi”
Anak-anak
mahasiswa ikut menajwab “Rasain lu”
Dia
mendamprat : “Apa lo, bocah kemarin sore!”
Kujawab,
“Mereka bukan bocah kemarin sore. Mereka anak-anak Tuhan semesta alam”
Sepanjang jalan kami debat dengan bahasa Inggris, Jawa dan Indonesia. Mobil
bagaikan terbang… dalam setengah jam mendekati
Lembah Karmel, mendekati Sakramen Mahakudus. Dia mulai
menendang dan berontak lagi. “No place for evil, you know!”, kutantang dia. “Kenapa kau kuasai anak ini. Apa
salahnya?”
Dia
jawab, “Bukan salah anak ini, tetapi ayahnya”
Kujawab:
“Ya, kutahu, berarti ayahnya mengikat perjanjian kegelapan denganmu. Nanti
acara kita di rumah Tuhan hanya satu, ialah memutus perjanjian leluhur anak ini
dengan Lucifer keparat ini!”
Dia
mengkikik mirip nenek Lampir dlm film Misteri Gunung Merapi, atau mirip
kuntilanak. Dia katakan: “Bukan, bukan begitu imam bodoh. Kamu memang
imam munafik dan pendosa!”
Kujawab,
“Aku memang pendosa, namun tidak memberontak kepada Tuhan kayak kamu!”
Dia
jawab lagi, “Ayahnyalah yang mempersembahkan diri padaku, Bodooh!”
Kupancing
dia: “Jadi, ayahnya mengikat perjanjian denganmu bukan?”
Dia
jawab: “Bukan bodoh, kamu keliru imam bodoh. Ayahnya mempersembahkan diri pada
Kristus. Leluhurnyalah yang mempersembahkan diri padaku”. Dia tertawa ngekek
lagi. Saya juga. Jadinya kami kekek-kekekan.
Dengan
tegas kukatakan: “Kamu setan bodoh. Gampang dipancing ya hahaha… Maka
acara kita satu-satunya di depan sakramen mahakudus nanti hanyalah memutuskan
perjanjian itu dan kamu akan sengsara kekal. Go to hell! Kalau kamu ingin
bahagia, ajaklah anak buahmu dan dirimu sendiri bertobat, kembali menyembah
Allah yang benar! Jangan iri lagi gara-gara Putra-Nya menjadi Manusia”
Dia
meradang “I hate you.. I hate all priests of
Christ…!!!”
Sampai
di situ saya merasa mendapatkan kekuatan dan keharuan. Saya bayangkan jajaran
imam Tuhan dan uskup menguatkan batin saya.
Pohon-pohon
bambu Lembah Karmel sudah tampak… dia teriak lagi “Rumah jelek! Mosok Tuhan mau
tinggal di rumah jelek! Akulah tuhan”
Kujawab:
“Itulah bedanya Kristus dengamu, Jelek! Dia mau merendahkan diri, sedangkan
kamu malah menyombongkan diri! Rasakan akibatnya, kebencian abadi bersamamu
sajalah!”
Ia
merajuk lagi, “Romo, ini saya, saya sudah sadar… saya mau pulang ke Bekasi, ke
Jatibening, ini mau dibawa ke mana”
Kujawab
“Sadar gundulmu kuwi! Kami bawa kamu ke hadapan Sakramen Mahakudus, Raja
Semesta Alam yang penuh kuasa. Hanya kepada-Nya semua lidah mengaku dan segala
lutut bertekuk, termasuk kamu, Monyong!”
Pak Satpam membuka gerbang. Ia
mengawal kami sampai samping kapel kecil. Mobil berhenti di jalan menanjak
samping kapel, depan wisma St Antonius. Tubuh mahasiswi itu kami bopong keluar
mobil. Aneh sekali, badan kecil namun bobotnya berlipat-lipat. Dia
tertawa ngikik. Mengerikan sekali. Melihat pak Satpam yang tinggi besar, dia
berkata seolah suara mahasiswi itu : “wah, ini dia bapakku”. Tapi segera dia
mendesis-desis dan mengikik ketika kami bopong ke kapel, ”Kalian tak kan berhasil… tak kan
berhasil kikikiiiiikkk….”
Tubuh kecil namun berbobot itu
kami baringkan di depan panti imam, di bawah altar, di lantai sebelum trap
pertama. Anton, Asrul dan
Martha memegangi tangan dan kakinya. Saya minta pinjam korek api dari pak
Satpam, saya nyalakan lilin di kanan kiri tabernakel. Pak Satpam menyalakan
lampu di patung Bunda Maria. Suasana temaram dan dingin dini hari menggigit.
Pukul 03.45. Saya berlutut di hadapan tabernakel. Mohon kekuatan Tuhan
sendiri. Lalu saya turun, berlutut lagi di trap sebelah kiri si mahasiswi.
Mengajak anak-anak mahasiswa itu berdoa. Saya berdoa: “Tuhan Yesus yang hadir dalam Sakramen
Mahakudus, dengan rendah hati kami bawa ke hadapanmu tubuh anak-Mu yang sedang
dirasuki si jahat. Kami tak sanggup dgn kekuatan kami sendiri. Bertindaklah
Tuhan atas dia, utuslah malaekat agung-Mu dan balatentara sorgawi membebaskan
dia. Amin”.
Lalu
saya menghadapi tubuh mahasiswi itu dari trap, membelakangi altar dan Sakramen
Mahakudus. Dengan duduk karena lelah, saya angkat tangan kanan di atasnya dan
membuat gerakan tanda salib berkat dengan berkata (saya heran mengapa saya bisa
mengatakan ini) : “Atas kuasa imamat rajawi yang diberikan Tuhan Yesus Kristus
kepada Gereja-Nya dan kepadaku, aku melepaskan ikatan perjanjian kegelapan antara
kamu dengan leluhur anak ini, Dalam Nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus, Amin”.
Tubuh
anak yang berbaring itu tiba-tiba terjungkit, duduk, melengos ke depan, menatap
tajam ke Asrul yang memegangi kakinya, lalu menoleh menatap tajam ke kiri
menatap langsung ke mata saya… sedetik kemudian terkulailah tubuh
si mahasiswi ini… Si jahat sudah keluar dari tubuhnya.
Si
mahasiswi ini lalu merintih, “Romo, itu Tuhan Yesus… ooo Tuhan” Tangan kiri dan
kanannya menggapai ke arah altar. Kami bawa keluar dengan dituntun. Tapi ia
melihat ke atas, “Ooo… malaikat banyak sekali… oooh.. Romo, lihat?.. Ooo… dia
yang terjelek, hitam telah diborgol… dimasukkan kereta… Ooo malaekat Agung Santo
Mikael… ooh..”
Sampai
di pintu besar, dia minta kembali ke dalam, “Romo, teman-teman saya harus
kembali… Itu Tuhan…” Dia kutuntun dengan tangannya menggapai ke arah
Tabernakel…” Sampai di panti imam, di samping kanan altar ia mencium patung
kaki Kristus… Lalu menuju tabernakel, memeluknya erat-erat. “Tuhan Yesus terima
kasih.. Syukur kepada-Mu.. ” Ia menangis di situ beberapa saat. Setelah selesai,
ia ke altar Bunda Maria, ia peluk kaki patung Bunda Maria dan menangis: “Bunda,
terima kasih atas doamu. Aku tak kan meninggalkan engkau dan putramu”
Pak
Satpam menyerahkan kunci wisma Antonius. Anak itu mulai mengeluh lapar dan
haus. Pak Satpam menggendongnya. Kini tak berat lagi. Dia membersihkan diri di
wisma, sementara teman lain membelikan makanan dan minuman di warung yang memang
agak jauh, karena dapur rumah retret belum buka. Masih pukul 04.30.
Setelah
makan minum, anak itu bercerita bahwa setelah makan malam, ia masuk kamar di
villa. Ia melihat 2 manusia bertanduk. Ia takut lalu menceritakan ke
temannya. Makhluk itu marah karena diceritakan keberaadaannya ke orang. Mereka
mengancam akan merasuki semua peserta Rekoleksi KMK KAJ itu. Si mahasiswi
menawar, karena ketakutan serta kasihan kalau semua kesurupan, maka spontan dia
persilahkan merasuki dirinya saja. Ketika di depan altar itulah, sebenarnya dia
hampir saja mengikuti kehendak Lucifer untuk ikut dia. Pasalnya, Lucifer
mengancam, jika tak mau ikut, maka imam itulah yang akan dibunuhnya. Karena
kasihan pada romo, ia akan ikut saja. Tetapi melesat malaikat membisikinya bahwa romo
itu baik-baik saja, maka lawanlah Lucifer, sementara kami akan menariknya
keluar dari tubuhmu. Maka ia berani melawan, dan Lucifer ditarik oleh
balatentara malaikat, diborgol lalu dimasukkan kereta utk melesat membuang si
jahat ke neraka. Setelah itu tinggal Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang memeluk dan mendukungnya. Begitulah kesaksiannya. Suatu kejadian
iman melawan kuasa jahat di awal masa Adven 2010, tepat Minggu I.
Salam saya. Yohanes Dwi Harsanto
Pr.
Baca juga sharing
lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar