Jumat, 19 November 2021

TELAAH ATAS SURAH FATIR AYAT 39

 


Barangsiapa kafir, maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah kemurkaan di sisi Tuhan mereka. Dan kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah kerugian mereka belaka. (QS 35: 39)

Umat islam yakin bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah yang disampaikan langsung kepada nabi Muhammad SAW (570 – 632 M). Apa yang tertulis dalam kitab itu, mulai dari surah al-Fatihah hingga surah an-Nas, diyakini sebagai perkataan Allah sendiri. Keyakinan ini didasarkan pada firman Allah sendiri yang banyak terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Karena itu, umat islam akan marah jika ada yang melecehkan Al-Qur’an. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama artinya pelecehan terhadap Allah, dan umat islam wajib bangkit untuk melawan. Allah sudah memberi perintah agar umat islam membela Allahnya yang mahakuat dan maha perkasa. Dan terhadap pelaku pelecehan, Allah sudah menentukan hukumannya. Dalam QS al-Maidah: 33 ditegaskan bahwa hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang.

Oleh karena itu, haruslah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Kutipan tersebut diambil dari surah Fatir, surah ke-35. Berhubung surah Fatir masuk kelompok surah makkiyyah, maka bisa dipastikan kutipan wahyu di atas disampaikan Allah saat Muhammad masih berada di Mekkah. Kepada siapa wahyu ini ditujukan dan apa maksud tujuan wahyu ini diturunkan? Tujuan dari wahyu ini dapat diketahui dari kepada siapa wahyu ini ditujukan. Hanya menjadi persoalan, sasaran wahyu ini tidak jelas. Sekalipun membaca ayat sebelumnya maupun sesudahnya tetap saja tidak jelas kepada siapa wahyu ini ditujukan. Akan tetapi, sekedar perkiraan, ada dua kemungkinan sasaran wahyu ini.

Pertama, wahyu ini ditujukan buat para pengikut Muhammad yang sudah beragama islam. Sebagaimana diketahui, masuk islam merupakan suatu keistimewaan. Ada banyak keistimewaan yang ditawarkan Muhammad bagi orang yang masuk islam. Bahasa-bahasa keuntungan, pahala, serta surga dengan segala kenikmatannya, termasuk kenikmatan seksual, merupakan bentuk keistimewaan tersebut. Keistimewaan itu merupakan daya tarik orang untuk masuk islam, dan sekaligus pengikat orang untuk tidak meninggalkan islam. Keistimewaan itu langsung dipertentangkan dengan kekafiran. Karena itu, kemungkinan kedua dari sasaran wahyu adalah orang kafir. Siapa yang dimaksud orang kafir di sini? Tidak jelas. Berhubung surah ini masuk kelompok surah makkiyyah, maka orang kafir di sini adalah orang kafir yang ada di Mekkah. Mereka adalah orang Arab, orang Yahudi, orang Kristen Nestorian, yang pada waktu itu sudah resmi dinyatakan sebagai aliran sesat. Masih ada banyak lagi orang kafir selain 3 kelompok tadi. Kutipan wahyu Allah di atas ditujukan kepada mereka ini dengan tujuan agar mereka memeluk islam. Alasan meninggalkan kekafiran adalah kerugian (apa bentuk ruginya, sangatlah tidak jelas). Pada prinsipnya, menjadi kafir adalah rugi.

Yang menarik dari kutipan ayat Al-Qur’an di atas adalah kalimat keduanya: “Dan kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah kemurkaan di sisi Tuhan mereka.” Harus tetapi dipahami bahwa kalimat ini lahir dari mulut Allah SWT. Dengan kata lain, kalimat ini adalah kata-kata Allah sendiri. Yang menarik dari kalimat ini terletak pada dua kata terakhir, yang sengaja ditebalkan, “Tuhan mereka.” Frase “Tuhan mereka” menunjukkan dengan jelas kalau Allah SWT mengakui juga keberadaan Tuhan-Tuhan yang diimani oleh orang kafir. Dua kata tersebut, secara implisit, mengakui adanya Tuhan orang Yahudi, Tuhan orang Arab, Tuhan orang Kristen, dan lain sebagainya. Artinya, setiap agama mempunyai Tuhannya sendiri, yang berbeda satu dengan yang lain. Agama islam memiliki Tuhannya sendiri, agama Yahudi punya Tuhannya sendiri, dan agama Kristen ada Tuhannya sendiri. Agama lain juga demikian. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa monoteisme islam tidak murni, karena masih mengakui pelbagai manifestasi Allah lain, meski tidak diimani atau disembah. Konsep ini sebenarnya belum benar-benar monoteisme, melainkan henoteisme atau lebih tepat disebut monolatri, pengabdian eksklusif kepada Allah SWT, satu-satunya Allah yang diimani dan disembah, yang berbeda dengan allah-allah lain.

Pertama-tama perlu diketahui bahwa kata “kafir” dalam Al-Qur’an dan juga islam dimaknai dengan penolakan terhadap Muhammad sebagai nabi, Al-Qur’an sebagai kitab suci dan juga Allah SWT. Secara sederhana, menolak islam (tidak memeluk islam) adalah kafir. Namun bukan berarti orang kafir ini tidak punya agama dan Allah. kutipan kalimat kedua di atas sudah menegaskan bahwa orang kafir itu mempunyai Tuhan. Dapat dipastikan Tuhan orang kafir ini berbeda dengan Tuhannya orang islam. Menjadi lucu dari kalimat kedua kutipan wahyu Allah itu adalah Tuhan orang kafir dikatakan bertambah murka terhadap orang kafir yang semakin kafir. Aneh dan lucu. Untuk menyadari keanehan dan kelucuannya, akan dibuatkan perbandingan.

Pak Anton punya anak bernama Toni. Suatu hari Anton minta tolong Toni belikan rokok Sampurna di warung. Anton minta jangan rokok yang lain. Harus Sampurna. Ketika memasuki warung, Toni berpapasan dengan Pak Ahmad. Ketika ditanya apa keperluannya, Toni menjawab, “Mau beli rokok Sampurna buat ayah.” Tiba-tiba Ahmad berkata, “Jangan beli rokok, karena berbahaya bagi kesehatan. Ayahmu akan murka kalau kamu tetap beli rokok Sampurna.” Pertanyaan: apakah pak Anton marah kalau Toni beli rokok Sampurna? Tentulah tidak, malah dia akan senang. Membeli rokok Sampurna berarti bertentangan dengan keinginan pak Ahmad. Seperti itulah perbandingan kalimat kedua dari wahyu Allah di atas.

Ada kesan kalau Tuhannya umat islam tidak hanya fokus mengurus umat islam saja, tetapi Dia mencampuri urusan umat agama lain. Yang aneh dan lucunya, kenapa pula umat agama lain yang setia dengan kepercayaannya, yang karena itu dinilai sebagai kekafiran, malah akan menambah kemurkaan Tuhannya. Bukankah seharusnya Tuhannya itu senang. Hanya Allah SWT islam saja yang murka, karena orang kafir tidak mau ikut Dia.

Jika kutipan ayat Al-Qur’an di atas dibaca dengan tenang, maka akan ditemukan nada ancaman dan/atau menakut-nakuti. Nada seperti ini banyak ditemukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga tak heran bila islam dikenal sebagai agama teror. Allah SWT mengancam dan menakut-nakuti orang non muslim jika mereka tetap pada kekafiran. Allah SWT mengancam jika mereka tetap pada kekafiran, mereka akan mendapat murka, yang aneh bin lucu, datangnya dari Tuhan mereka sendiri. Allah SWT menakut-nakuti jika mereka tetap pada kekafiran, mereka akan mendapatkan kerugian. Entah apa bentuk kerugiannya. Sungguh tak jelas, sekalipun sudah dikatakan Al-Qur’an adalah kitab yang jelas.

Dari semua ini, bisa ditarik beberapa kemungkinan. Pertama, Tuhannya umat islam adalah Allah yang tidak suka melihat kebaikan dilakukan oleh umat lain. Ada semacam sifat iri hati dalam diri Allah SWT. Jadi, secara sederhana bisa dikatakan Tuhannya orang islam itu cemburuan. Dia mau agar orang kafir mengikuti kemauan-Nya. Kedua, Allah SWT suka mencampuri urusan orang lain. Hal ini berlatar-belakang pada sifat iri hati tadi. Karena cemburu, maka Tuhan sibuk mencampuri perkara orang lain; bahkan terkesan ingin memaksakan kehendaknya. Jadi, secara sederhana bisa dikatakan Tuhannya orang islam itu reseh. Ketiga, ada kesan Allah SWT ingin menjadi penguasa tunggal. Dia memiliki keinginan untuk mengatur kehidupan umat agama lain. Jadi, secara sederhana bisa dikatakan Tuhannya orang islam itu arogan.

Berangkat dari telaah dan kajian wahyu Allah ini, satu kesimpulan bisa didapat, yakni kutipan ayat Al-Qur’an di atas bukanlah dari Allah. Harus jujur dikatakan kutipan di atas hanyalah kata-kata Muhammad, yang ditempatkan pada mulut Allah, sehingga seolah-olah itu berasal dari Allah.

Dabo Singkep, 22 Oktober 2021

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar