Minggu, 13 Desember 2020

JEJAK NESTORIANISME DALAM ISLAM


Pada umumnya orang memahami bahwa pendiri agama islam adalah nabi Muhammad SAW. Sekalipun umat islam mengakui juga nabi-nabi yang ada dalam agama Yahudi dan kristen (meski ada beberapa yang tidak sesuai) seperti Nuh, Abraham, Musa, Daud, Salomo hingga Isa Almasih (Yesus Kristus), namun nabi Muhammad SAW menempati posisi yang paling istimewa. Penghinaan terhadapnya bisa berakibat maut, sementara terhadap lainnya biasa saja. Nabi-nabi lain bisa saja dilupakan, tapi tidak dengan Muhammad SAW. Memisahkan islam dari nabi Muhammad dapat melahirkan “agama zombie”, agama tanpa roh.

Muhammad SAW lahir di Mekkah dari suku Quraisy, suku terbesar di Mekkah, pada tahun 570. Sejak kecil dia sudah menyandang status yatim piatu. Ibunya meninggal tak lama setelah melahirkannya, sedangkan ayahnya beberapa tahun kemudian. Sejak kecil nabi Muhammad SAW diasuh (dirawat dan dibesarkan) oleh seorang wanita badui dalam kelompok badui.

Pada masa hidup nabi Muhammad SAW, di daerah sekitar Mekkah, atau tanah Arab pada umumnya, telah berkembang beberapa agama. Interaksi antar pemeluk agama di sana sudah lumrah terjadi. Tidak ada gesekan atau konflik, karena mereka lebih mengurus urusan bisnis. Masalah agama merupakan urusan pribadi. Sekalipun agama adalah urusan pribadi, bukan tidak mungkin terjadinya saling pengaruh, entah itu soal ajaran atau pun tata cara peribadatan.

Ketika muncul obsesi menjadi pemimpin lewat jalur agama, Muhammad sudah terlebih dahulu berkontak dengan umat-umat agama lain. Bukan tidak mungkin nabi Muhammad SAW “belajar” tentang agama-agama tersebut dan membuat pilihan seperti apa nantinya agama yang hendak didirikannya. Ada kesan sepertinya Muhammad SAW awalnya menjatuhkan pilihan pada agama Yahudi dan Kristen sebagai modelnya. Nabi Muhammad melihat dan menilai bahwa agama kristen merupakan kelanjutan dari agama Yahudi, sehingga Muhammad menyiapkan agamanya sebagai kelanjutan dari agama kristen. Banyak umat islam percaya hal ini sehingga mereka selalu mengaitkan warta dalam Alkitab dengan ramalan kedatangan Muhammad SAW, sebagaimana kehadiran Yesus yang diramalkan dalam kitab suci Yahudi.

Sekalipun agama kristen pernah diwartakan di tanah Arab pada awal abad pertama, berdasarkan pengakuan Paulus (Galatia 1: 17), namun agama kristen yang berkembang di sana kemudian adalah agama kristen dari aliran Nestorianisme. Dengan aliran inilah Muhammad SAW belajar, menimba dan akhirnya memahami agama kristen. Wikipedia mencatat “Ada bukti dari hadis bahwa Nabi Muhammad pernah melakukan kontak dengan kaum Nestorian Asiria, teristimewa, Bahira. Ada kemiripan antara raka’at atau sembahyang ritual kaum muslim, dengan gerakan membungkuk-takzim yang dilaksanakan kaum nestorian pada pasa pra-paskah.” Dari kutipan ini dapat dikatakan bahwa nabi Muhammad mendapat pengaruh dari aliran Nestorianisme.

Nestorianisme adalah satu aliran dalam agama kristen, yang pada Konsili Efesus (431 Masehi) telah dinyatakan sesat, karena ajarannya tidak sesuai dengan ajaran resmi kristen. Aliran ini digagas oleh Nestorius hidup sekitar 386 – 451 (kurang lebih satu abad sebelum kelahiran Muhammad). Ajaran Nestorius, yang dinyatakan sesat, berpusat pada pemahamannya pada sosok Yesus. Baginya Yesus punya 2 aspek (ilahi dan manusiawi) yang tidak manunggal, bertentangan dengan ajaran resmi kristen bahwa Yesus 100% ilahi 100% manusiawi. Dari pemahaman tersebut maka lahirlah 2 ajaran lain, yaitu (1) Bunda Maria adalah Bunda Kristus, bukan Bunda Allah. Nestorius menolak gelar Maria Bunda Allah karena terkesan Maria memiliki pribadi ilahi atau jika dia sungguh manusia, mana mungkin bisa melahirkan Allah. (2) Allah tidak menderita di salib; yang di salib adalah Kristus (bagian manusiawi Yesus). Bagi Nestorius Allah itu mahakuasa, jadi mana mungkin Dia menderita apalagi sampai mati. Hanya manusia saja yang mengalami penderitaan dan mati. Karena itu, yang mati di salib adalah kemanusiaan Yesus, bukan keilahian-Nya.

Tiga ajaran Nestorius, yang berpusat pada sosok Yesus, jelas-jelas bertentangan dengan ajaran resmi agama kristen pada waktu itu, bahkan hingga kini. Tiga ajaran itulah yang diterima oleh nabi Muhammad SAW ketika dia berkontak dengan kaum nestorian. Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa jejak Nestorianisme terdapat juga dalam ajaran islam. Agama islam memahami agama kristen yang nestorian, bukan agama kristen yang sebenarnya. Karena itu, beberapa ahli menilai bahwa agama islam menyajikan kekristenan yang palsu. Dengan kata lain, orang islam melihat agama kristen sekarang dengan kacamata Netorianisme, atau menilai agama kristen dengan menggunakan tolok ukur Nestorianisme.

Apa saja pengaruh Nestorianisme dalam ajaran islam? Dimana jejaknya dapat ditemui? Pertama-tama harus diakui bahwa pusat ajaran islam terdapat dalam Al-Qur’an, dimana Al-Qur’an diyakini sebagai wahyu Allah SWT secara langsung. Kata-kata yang ada dalam Al-Qur’an adalah kata-kata Allah sendiri. Karena itu, bisa dikatakan bahwa jejak Nestorianisme, tiga ajaran netorius, dapat ditemui dalam Al-Qur’an.

1.    Yesus punya 2 aspek (ilahi dan manusiawi) yang tidak manunggal

Dalam islam, Yesus lebih dikenal sebagai Isa Almasih. Secara implisit islam juga mengakui 2 aspek ini ada dalam Isa Almasih, dan keduanya terpisah. Ada banyak teks Al-Qur’an mengungkapkan sisi ilahi Isa Almasih. Dalam QS Ali Imran: 39, 45 dan QS an-Nisa: 171 dinyatakan bahwa Isa Almasih adalah kalimat Allah, mirip seperti pernyataan prolog Injil Yohanes bahwa Yesus adalah sabda Allah yang menjadi manusia. Selain sebagai “kalimat Allah”, Isa Almasih juga dilihat sebagai Roh Allah (QS an-Nisa: 171). Dalam QS az-Zukhruf: 61 Isa Almasih dikatakan memiliki pengetahuan akhir zaman, padahal QS Luqman: 34 dan QS al-Mulk: 26 menyatakan bahwa pengetahuan itu hanya ada pada Allah. QS Maryam: 19 menyatakan Isa Almasih sebagai orang suci tanpa dosa, padahal setiap manusia punya dosa.

Al-Qur’an juga mengungkapkan sisi kemanusiaan Isa Almasih, misalnya seperti QS an-Nisa: 172 atau QS al-Maidah: 75. Surah al-Maidah: 17 menegaskan bahwa mereka yang menganggap Isa Almasih sebagai Allah (aspek ilahi Isa Almasih) adalah kafir. Penegasan ini kembali ditegaskan dalam ayat 72, dan dengan nada yang berbeda terlihat dalam QS at-Taubah: 31. Surah-surah ini benar-benar mau menekankan dimensi kemanusiaan Isa Almasih dan mengabaikan dimensi ilahinya.

Sekalipun terlihat adanya aspek ilahi pada Isa Almasih, namun umat islam seakan “menutup mata” terhadapnya, dan lebih melihat Isa Almasih sebagai manusia biasa. Hal ini disebabkan karena konsep tauhid, “tiada tuhan selain Allah SWT” (QS al-Baqarah: 255; QS Ali Imran: 2; QS Taha: 98; bdk. QS al-Ikhlas: 1). Menerima dan mengakui keilahian Isa Almasih berarti telah menduakan Allah, dan itu termasuk dosa paling berat (musyrik), dimana hukumannya adalah neraka. Di samping itu juga, Allah telah memberi perintah kepada umat islam untuk memerangi dan membunuh orang musyrikin (QS at-Taubah 5 dan 36).

2.    Menentang gelar Bunda Allah

Dasar penolakan Nestorius akan gelar Maria sebagai Bunda Allah adalah tidak mungkin Maria, yang manusia, melahirkan Allah. Konsep Bunda Allah juga bisa melahirkan pemahaman bahwa Maria adalah Allah.

Nabi Muhammad SAW menerima pemikiran Nestoius ini bukan dalam konteks melawan ajaran resmi kristen waktu itu. Dia menerima sebagai sebuah kebenaran. Karena itu, dengan keterbatasan intelektualnya, Muhammad SAW sepakat dengan Nestorius bahwa Bunda Maria (islam menyebutnya dengan nama Maryam) hanyalah manusia belaka. Jika Maria diterima dan diakui sebagai Bunda Allah ada kesan bahwa dia setara dengan Allah. hal inilah yang ditolak nabi Muhammad SAW. Untuk menegaskan hal ini nabi Muhammad menurunkan wahyu “Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS al-Ikhlas: 3 – 4). Ajaran ini kembali ditegaskan dalam QS al-Jinn: 3, “Dan sesungguhnya Mahatinggi keagungan Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak beranak.”

Jejak Nestorianisme terkait tema ini dapat dibaca juga dalam QS al-Maidah: 116. Di sini Muhammad SAW menggunakan mulut Isa Almasih untuk menyanggah keilahian dirinya dan juga ibunya, Maria. Dengan kata lain, surah ini hendak menegaskan bahwa baik Isa Almasih maupun Bunda Maria hanyalah manusia biasa yang tidak memiliki aspek ilahi.

3.    Allah tidak menderita di salib, yang di salib adalah Kristus (bagian manusiawinya)

Dasar pemikiran Nestorius di sini adalah bahwa Allah itu mahakuasa. Mustahillah Allah yang demikian mengalami penderitaan, bahkan sampai mati di salib. Hanya manusia saja yang mengalami hal tersebut. Dan karena Yesus sungguh mati di kayu salib (hal ini tidak hanya berdasarkan pewartaan murid-murid Yesus, tetapi juga berdasarkan catatan sejarah dunia), maka Nestorius berpendapat bahwa yang mengalami itu hanyalah sisi manusiawi Yesus.

Sekalipun nabi Muhammad sepakat dengan Nestorius, namun Muhammad tetap gagal memahami ajaran Nestorius. Hal ini dapat dimaklumi karena kemampuan intelektual nabi Muhammad sangatlah terbatas. Di samping itu, Muhammad sudah terlanjur menerima Isa Almasih sebagai pribadi yang suci sehingga dia pun berusaha untuk menghindari peristiwa salib darinya.

Karena itu, nabi Muhammad SAW menciptakan wahyu yang mengatakan bahwa yang mati di salib itu bukanlah Isa Almasih tetapi orang yang diserupakan dengannya. Tentang hal ini QS an-Nisa: 157 mengatakan bahwa orang-orang “tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibkannya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa.” Dengan demikian, di sini nabi Muhammad SAW sekaligus sama dan berbeda dengan Nestorius. Mereka sama-sama menolak Allah yang menderita dan mati di salib, namun berbeda tentang siapa yang sebenarnya mati di kayu salib. Meminjam istilah Nararya, jika Nestorius mendasarkan pendapatnya pada fakta sejarah, nabi Muhammad mendasarkan pendapatnya pada fantasi sejarah.

Dabo, 5 September 2020

by: adrian


Tidak ada komentar:

Posting Komentar