Minggu, 19 September 2021

KONSEKUENSI PEWARTAAN YESUS


 

A. Berbagai Tanggapan terhadap Pewartaan Yesus

Pemikiran Dasar

Yesus mulai tampil di depan umum, kira-kira berumur tiga puluh tahun (Luk 3:32). Sebelumnya Ia hidup tersembunyi di Nazaret dan mencari nafkahnya sebagai tukang kayu (Mrk 6:3), sama seperti ayah-Nya (Mat 13:55). Kehidupan Yesus di depan umum dimulai dengan berita, “Ia meninggalkan Nazaret dan berdiam di Kapernaum, di tepi danau; sejak saat itulah Yesus memberitakan: Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat” (Mat 4:13.17).

Yesus meninggalkan ketenangan hidup keluarga di Nazaret dan mulai hidup mengembara. Ia “berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa, memberitakan Injil Kerajaan Allah” (Luk 8:1). Awal perubahan hidup ini adalah pembaptisan oleh Yohanes. Pembaptisan adalah bagaikan “pelantikan” Yesus ke dalam tugas perutusan-Nya. Segera sesudah pembaptisan, Yesus akan “memberitakan Injil Allah: Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Mrk 1:15).

Dengan pembaptisan-Nya, Yesus sekaligus menyatakan kesatuan dengan orang berdosa dan penyerahan total dan radikal kepada kehendak Bapa. Dengan pembaptisan, Ia tampil sebagai “pengantara antara Allah dan manusia” (1Tim 2:4).  Semua Injil mengatakan bahwa Roh Kudus turun atas-Nya. Selanjutnya “Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun”. Sesudah itu “dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Dan tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu” (Luk 4:1-2.14).

Sesudah pembaptisan, Yesus tampil sebagai orang yang “diurapi oleh Allah dengan Roh Kudus dan kuat kuasa” (Kis 10:38). Ia tampil sebagai “Yang terurapi”, Ia dilantik sebagai Kristus. “Kuasa Tuhan menyertai Dia, sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit” (Luk 5:17). Yesus sekarang tampil, bukan lagi sebagai tukang kayu, tetapi benar-benar sebagai seorang Penyelamat. Maka semua orang heran dan bertanya: “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan ada bersama kita? Mukjizat-mukjizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?” (Mrk 6:2-3).

Terhadap pewartaan Yesus menegakkan Kerajaan Allah muncul dua sikap dalam masyarakat Yahudi. Dua sikap itu adalah menerima dan menolak.

1.    Mereka yang Menerima Pewartaan Yesus

a. Orang Miskin dan Sederhana

Yesus berkata: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.” (Luk 6:20-21). Ketika Yesus menyampaikan warta tentang Sabda Bahagia seolah-olah Sabda itu ditujukan kepada mereka yang miskin dan menderita. Mereka yang selama ini hidupnya tertekan karena pungutan pajak dan upeti yang membuat hidup mereka semakin terpuruk dan tidak berdaya. Mereka tidak hanya ditekan oleh penjajah tetapi juga ditindas oleh sebagian bangsanya sendiri yang korup dan lebih mementingkan dirinya sendiri. Mereka tidak punya daya dan kekuatan untuk melawan, keluar dari kondisi yang membelenggu mereka.

Dalam kondisi yang seperti ini mereka hanya dapat mengandalkan kekuatan Tuhan. Satu-satunya sandaran mereka ialah Tuhan. Satu-satunya kekayaan dan kekuatan mereka adalah Tuhan. Tuhan adalah segala-galanya. Mereka mengharapkan Tuhan sendiri yang bertindak membebaskan mereka dari belenggu kemiskinan. Maka ketika Yesus menyampaikan warta Sabda Bahagia, mereka menyambut dengan penuh sukacita warta pembebasan Yesus tersebut. Yesus bagi mereka adalah pembela dan penyelamat. Yesus adalah Mesias yang dinantikan untuk melakukan keadilan dan pembelaan-Nya. Mereka rela meninggalkan segala-galanya untuk mengikuti Yesus.

b. Para Pendosa yang Mau Bertobat

Masyarakat Yahudi pada umumnya, terutama para imam dan orang Farisi menganggap para pendosa adalah najis. Mereka tidak layak hidup ditengah-tengah masyarakat. Mereka harus dijauhi, disingkirkan  dan dikucilkan dari kehidupan. Siapa yang bergaul dengan mereka dianggap najis. Keberadaan mereka sungguh sangat tidak diakui. Masuk dalam kelompok ini antara lain para pelacur dan pemungut cukai. Namun Yesus datang dan mau bergaul dengan mereka. Yesus menganggap mereka sebagai pribadi yang layak untuk dicintai dan tidak ikut memusuhi mereka. Sikap Yesus ini tentu saja sangat mengejutkan para pendosa dan mengagetkan para imam dan ahli Taurat. Yesus mau menegaskan soal kesetaraan dihadapan Allah. Bagi Yesus, orang yang baik dan yang jahat dalam arti tertentu sama kedudukannya di hadapan Allah, sama-sama dicintai Allah, sama-sama anak Abraham. Karena kesamaan itulah, mereka pun mempunyai hak atas Kerajaan Allah.

c. Orang-Orang Sakit

Orang Yahudi melihat penyakit sebagai kutukan dari Tuhan. Penyakit disebabkan akibat dari dosa. Semakin parah dan menjijikkan dianggap  semakin besar pula dosanya. Maka seperti orang-orang kusta mereka dianggap tak layak hidup di tengah-tengah masyarakat, mereka harus disingkirkan dari kehidupan. Dan Yesus hadir untuk menyelamatkan mereka, menyembuhkan orang kusta, yang buta dapat melihat, yang lumpuh dapat berjalan. Kedatangan Yesus telah membawa harapan baru bagi mereka yang sakit. Dengan cara itu Yesus telah menunjukkan diri-Nya sebagai penyelamat, Sang Pembebas. Yesus mewartakan Allah yang maha pengasih.

d. Kaum Wanita dan Anak-anak.

Tradisi bangsa Yahudi menempatkan kaum wanita dan anak-anak, sebagai warga masyarakat kelas dua. Keberadaannya berada di bawah dominasi kaum laki-laki. Dalam berbagai kesempatan mereka diperlakukan secara diskriminasi yang keberadaanya (suaranya) tak perlu diperhitungkan. Anak-anak tak boleh bergaul dengan orang dewasa, karena dianggap tidak pantas.  Dan Yesus membela mereka, Ia memuji persembahan janda miskin (Mrk 12:41-44) dan membiarkan anak-anak datang kepada-Nya (Mat 19:13-15), bahkan memberkati mereka. Karena sikap Yesus yang peduli kepada mereka, maka mereka pun mengikuti dan melayani-Nya.

2.    Mereka yang Menolak Yesus

Penolakan terhadap pewartaan Yesus tak terhindarkan, banyak kelompok masyarakat yang menolak dengan berbagai macam alasan. Kelompok tertentu merasa terancam dengan kehadiran Yesus karena pengikutnya semakin berkurang dan meninggalkan mereka. Ada yang merasa kekuasaannya terancam, ada yang merasa kehidupannya yang sudah mapan dan nyaman sebelum kedatangan Yesus akan terganggu dan mereka ingin mempertahankan keadaan seperti itu.

a)     Para Imam dan Ahli Taurat

Dalam masyarakat Yahudi, kedua kelompok ini menduduki tempat di atas. Mereka menganggap diri yang paling tahu dan paling mengerti mengena aturan-aturan suci dan kehendak Allah yang benar. Kekuasaan agama ada di tangan mereka. Peraturan mereka adalah peraturan Tuhan. Mereka sering membuat aturan yang membebani orang lain tetapi dirinya sendiri tidak melaksanakan. Maka Yesus menyebut mereka sebagai orang munafik. Dengan keras Yesus mengkritik cara hidup mereka yang tidak mencerminkan kehendak Allah. Maka dengan kehadiran Yesus terbukalah kekeliruan mereka dalam menafsirkan kehendak Allah yang sejati. Banyak orang yang mulai tidak  percaya lagi pada para pemuka agama Yahudi, sehingga para pemuka agama Yahudi tersebut merasa kehilangan wibawa dan mulai berkurang pengikutnya. Mereka merasa semakin terancam oleh kehadiran Yesus.

b)    Orang-Orang Farisi

Hukum Taurat sangat mewarnai hidup religius orang-orang Yahudi. Kaum Farisi berusaha menjaga warisan dan jati diri Yahudi itu. Mereka menyoroti ketaatan pada setiap pasal hukum. Bagi mereka menjadi rakyat Tuhan berarti  ketaatan yang ketat pada setiap detail hukum. Mereka berusaha menerapkan hukum pada setiap keadaan hidupnya. Tetapi mereka sendiri sangat memilih-milih dalam ketaatan mereka. Mereka mentaati hukum Tuhan dengan memusatkan perhatian kepada peraturan-peraturan ritual dan ibadah keagamaan. Bagi mereka menjadi murid Tuhan berarti ketaatan yang ketat terhadap setiap pasal hukum. Kehadiran Yesus dianggap akan merusak tatanan hidup sosial dan kemasyarakatan yang sudah mapan, mereka mengecam sikap Yesus yang menyembuhkan orang pada hari sabat dan membiarkan para murid-Nya memetik gandum pada hari sabat. Bagi mereka perbuatan itu dianggap melanggar hukum Taurat.

c)     Para Penguasa

Penolakan terhadap pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah juga terlihat dalam  diri para penguasa. Herodes misalnya sudah berusaha membunuh Yesus sejak mendengar kelahiran-Nya. Ponsius Pilatus lebih memilih mempertahankan kedudukannya dibandingkan membela kebenaran tentang Yesus. Bagi mereka, kedudukan, kehormatan dan kekuasaan lebih penting dibandingkan tunduk kepada kehendak Allah.

d)    Orang-Orang Kaya dan Mapan

Nilai-nilai Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus rupanya juga sulit diterima oleh mereka. Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus menuntut keberanian untuk meninggalkan segala-galanya termasuk meninggalkan harta benda, kekayaan dan kemapanan hidup. Tidak semua orang berani melakukan  itu, seperti nampak pada kisah Orang Muda Yang kaya (lih. Mat 19:16-26). Rupanya bagi mereka, melepaskan diri dari kekayaan sebagai andalan hidup tidaklah mudah.

Bagaimana Yesus menyikapi penolakan ini? Apa yang dialami Yesus dapat dialami oleh siapapun. Orang yang berbuat baik belum tentu akan diterima dengan baik, kadang-kadang penolakan yang menyakitkan yang diterima. Bahkan seringkali kita mendengar peristiwa tragis yang menimpa para pekerja sosial dan orang-orang yang berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan harus menerima kenyataan pahit dalam hidupnya, difitnah, keluarganya diancam, diteror bahkan nyawa taruhannya. Terhadap penolakan ini, Yesus tidak bersikap memusuhi. Dengan penuh kasih dan kesabaran Yesus menghadapi reaksi penolakan tersebut, disertai dengan penuh penyerahan diri secara total kepada Kehendak Bapa-Nya (lih. Mat 5:43).  

Memahami Berbagai Tanggapan terhadap Pewartaan Yesus

a)     Pada saat Yesus mewartakan Kerajaan Allah, orang Yahudi sudah tahu tentang konsep Kerajaan Allah, walaupun pemahaman mereka berbeda-beda. Situasi hidup masyarakat Yahudi pun berbeda-beda, ada yang kaya dan hidupnya cukup mapan tetapi lebih banyak anggota masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, diperlakukan secara diskriminatif dan penderitaan di bawah tekanan penjajah. Kondisi hidup yang berbeda ini menyebabkan kerinduan akan tegaknya Kerajaan Allah juga berbeda.

b)     Perbedaan-perbedaan itu menyebabkan sikap pro dan kontra, menerima dan menolak pewartaan Yesus. Mereka yang menerima pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah, kebanyakan dari mereka yang miskin, yang kurang beruntung dalam hidupnya, yang diperlakukan secara diskriminatif dan mereka yang tertindas. Mereka tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk melawan kondisi yang membelenggu hidupnya, satu-satunya harapan terakhir adalah mengandalkan kekuatan Allah sendiri, yang diwujudkan melalui utusan-Nya yakni Mesias yang telah dijanjikan. Dan pewartaan Yesus menjadi jawaban atas harapan mereka itu.

c)     Kelompok yang menolak Yesus justru berasal dari kalangan atas seperti para penguasa, orang kaya yang memeras rakyat, tokoh-tokoh intelektual (ahli Taurat), tokoh agama (imam-imam kepala). Kehadiran Yesus bagi mereka merupakan acaman yang dapat menghancurkan kewibawaan, kedudukan dan sumber nafkah hidupnya. Kelompok yang menolak ini dengan berbagai macam cara dan tipu muslihat berusaha keras melenyapkan Yesus.

d)     Terhadap penolakan atas pewartaan-Nya, Yesus tidak bersikap memusuhi. Dengan penuh kasih dan kesabaran Yesus menghadapi reaksi penolakan tersebut, disertai dengan penuh penyerahan diri secara total kepada kehendak Bapa-Nya (lih. Mat 5:43).

e)     Sebaiknya kitapun bersikap seperti Yesus, ketika kita berbuat baik belum tentu semua orang akan menerima niat baik kita. Kepada mereka yang menolak dengan cara yang amat kasar sekalipun, hendaknya kita senantiasa bersikap sabar dan penuh kasih.

B. Sengsara dan Wafat Yesus sebagai Penolakan Manusia

Tak ada hidup tanpa penderitaan. Selagi hidup di dunia ini, manusia tentulah akan mengalami penderitaan. Bentuk penderitaan itu bermacam ragam. Ada penyakit atau juga kegagalan dalam banyak bidang kehidupan. Hidup susah dan lapar juga bisa dimaknai sebagai penderitaan. Mengalami kejahatan atau juga tertimpa bencana dan kemalangan juga merupakan bentuk penderitaan. Sekalipun hidup selalu diliputi penderitaan, namun bukan lantas berarti penderitaan itu terus menghampiri manusia. Selalu ada akhir. Biasanya ada 2 akhir dari penderitaan, yaitu kematian dan lenyapnya penderitaan itu.

Penderitaan ditanggapi orang secara berbeda. Ada yang bersikap negatif, seperti menjadi putus asa, menyalahkan diri sendiri atau orang lain, bahkan menyalahkan Tuhan yang bertindak tidak adil. Orang lantas merasa hidupnya tak berarti lagi, muncul sikap dendam pada orang lain atau menjauhi Tuhan dan tidak menutup kemungkinan ia akan mengakhiri hidupnya secara tragis. Tetapi ada juga yang bersikap positif. Ketika menderita ia akan berusaha tetap tabah, menjalaninya dengan sabar dan tegar dan lebih mendekatkan diri pada Tuhan.

Sebagai manusia, Yesus juga pernah mengalami penderitaan. Penolakan atas pewartaan-Nya merupakan bentuk kecil penderitaan Yesus. Lukas menceritakan bahwa Yesus menangis sedih karena penolakan itu (Luk 19: 41 – 44). Puncak penderitaan Yesus adalah kematian, yang diawali dengan sengsara. Kisah sengsara dan kematian Yesus ini menjadi pusat pewartaan para murid. Keempat Injil mewartakannya. Para rasul lainnya, termasuk Paulus juga mewartakan kisah ini. Berbeda dengan kisah penderitaan Yesus karena ditolak sehingga Dia menangis. Hanya Lukas saja yang mengisahkan kisah tersebut.

Untuk mengetahui dan mendalami kisah sengsara dan wafat Yesus, bacalah Injil Markus 15: 1 – 39. Sangat baik jika kita membaca juga kisah-kisah serupa yang ditulis penginjil lainnya seperti Matius, Lukas dan Yohanes. Dengan membaca semua kisah tersebut, kita akan mendapatkan gambaran luas tentang penderitaan Yesus. Dari teks Markus, ada dua peristiwa penting sebelum sengsara dan wafat Yesus. Pertama, Perjamuan Malam Paskah. Perjamuan ini menjadi perjamuan terakhir bagi Yesus dengan para murid-Nya, sekaligus menjadi perjamuan perpisahan sebelum Ia meninggalkan para mereka. Namun yang terpenting perjamuan ini merupakan lambang pengorbanan Yesus yang sebesar-besarnya bagi umat manusia. Roti dan anggur yang dihidangkan menjadi lambang Tubuh dan Darah-Nya yang akan dikorbankan di kayu salib.

Sebagai lambang pengorbanan, perjamuan ini memiliki akarnya pada kisah paskah pertama. Orang Israel mengorbankan anak domba dan darahnya dioleskan pada pintu sehingga keselamatan meliputi seisi rumah itu. Tradisi ini terus berkembang. Orang Israel selalu mengadakan upacara korban untuk mendatangkan penebusan (penghapusan dosa). Hal inilah yang dipraktekkan Yesus bersama para rasul-Nya. namun Yesus tidak menggunakan media hewan (anak domba), tetapi diri-Nya sendiri, karena Dia adalah Anak Domba Allah. Yesus mengorbankan diri-Nya di salib (Jumat Agung); dan peristiwa itu dilambangkan dengan perjamuan. Yesus menyerahkan diri-Nya sebagai makanan dan minuman. Jauh sebelum kematian-Nya, Yesus sudah menyampaikan bahwa tubuh-Nya adalah benar-benar makanan dan darah-Nya adalah benar-benar minuman (Yoh 6: 55). Semua hal itu, wafat di salib dan perjamuan roti dan anggur sebagai tubuh dan darah Yesus, hadir dalam ekaristi.

Kedua, peristiwa taman Getsemani. Setelah mengadakan perjamuan, Yesus ditemani para murid-Nya pergi ke Getsemani untuk berdoa. Yesus sadar akan resiko yang sangat berat sebagai konsekuensi dari tugas perutusan dari Bapa-Nya. Dia harus kehilangan nyawa-Nya dengan cara yang sangat tragis. Sebagai manusia Ia tentu merasa sangat takut. Injil Lukas secara dramatis menggambarkan: “Ia sangat ketakutan dan makin sungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk 22:44).

Ketika Yesus berdoa di Taman Getsemani, Yesus ditangkap dan diserahkan kepada pemerintah penjajah supaya diadili. Orang Israel sudah mengatur skenarionya. Pengadilan hanya untuk memenuhi formalitas saja. Pemerintah penjajah pun tidak keberatan. Demi kepentingan politik dan stabilitas, apalah artinya satu nyawa dihilangkan! Yesus akhirnya dijatuhi hukuman mati. Pelaksanaan hukuman mati itu pun berjalan mulus. Itulah akhir perjalanan hidup Yesus. Akhirnya harus dikatakan bahwa Yesus menjadi kurban kebencian dan permusuhan para pemimpin agama Yahudi. Yesus disingkirkan atas nama hukum Allah. Pembunuhan terhadap Yesus adalah pembunuhan keagamaan. Mungkin alasan konkret bertindak melawan Yesus adalah pembersihan kenisah (Mrk 11:28 dst.). Tetapi dasar yang sesungguhnya ialah pewartaan Yesus yang dianggap berbahaya bagi kedudukan dan kuasa para pemimpin agama Yahudi. Salib merupakan tanda penolakan total terhadap Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah.

Kisah sengsara dan wafat Yesus mengajarkan kita bagaimana menghadapi penderitaan. Pertama-tama kita diajak untuk tetap tabah dalam menghadapi penderitaan dan disertai sikap penyerahan diri kepada Tuhan. Kita juga diajak berani menghadapi resiko demi menegakkan kebenaran dan keadilan. Selain itu kita diajak solider terhadap mereka yang miskin, menderita, tertindas dan yang membutuhkan pembebasan dalam hidupnya. Penderitaan Yesus merupakan bukti Allah mau solider dengan penderitaan manusia.

C. Penolakan atas Kematian Yesus

Ternyata bukan cuma pewartaan Yesus saja yang ditolak, tetapi juga kematian-Nya. umat islam menolak kalau Yesus mati di salib. Hal ini didasarkan pada QS an-Nisa: 157. Dalam ayat alquran ini dkatakan bahwa yang mati di salib adalah orang yang menyerupai Yesus. Umat islam percaya karena mereka menyakini alquran itu berasal dari Allah.

Akan tetapi, ternyata wahyu Allah itu bukan cuma bertentangan dengan keyakinan umat kristiani, tetapi juga dengan data sejarah. Catatan sejarah dunia menegaskan bahwa Yesus mati di kayu salib. Setidaknya ada 3 ahli sejarah yang hidup tak jauh dari peristiwa penyaliban, yang keempatnya bukan orang kristen, menyatakan memang Yesus yang mati di salib. Ada Tacitus adalah sejarahwan Romawi yang hidup dalam tahun 57 – 107 Masehi. Ada juga Mar bar Serapion adalah seorang filsuf Stoiksisme dari Siria, dan Flavius Josephus adalah sejarahwan Yahudi; keduanya hidup dalam abad I. Keterangan ketiga orang ini bertentangan dengan alquran yang baru muncul dalam abad VII.

Kenapa alquran menolak kematian Yesus? Ada tiga kemungkinan sebagai jawabannya. Pertama, Muhammad tidak bisa menerima bentuk pengorbanan manusia sebagai penebusan. Terinspirasi dari kisah Abraham yang mulanya hendak mengorbankan puteranya tapi kemudian diganti dengan seekor domba jantan, demikian pula akhirnya dengan kisah penyaliban. Yesus diganti dengan orang yang mirip dengan-Nya.

Kedua, alquran melihat Yesus sebagai sosok yang luar biasa, malah mengalahkan sosok Muhammad. Dia adalah Rasul Allah, orang yang suci, banyak membuat mukjizat, sebagai tanda bagi manusia dan rahmat dari Allah, sebagai kalam Allah, Roh Allah, orang yang terkemuka di dunia dan di akhirat. Rasanya tak masuk akal jika sosok yang luar biasa ini mati konyol di kayu salib. Kematian di kayu salib bukan sekedar menunjukkan kekonyolan tetapi juga penghinaan. Sepertinya alquran tidak bisa menerima penghinaan itu sehingga akhirnya menyatakan bahwa yang mati di salib itu bukan Yesus tapi orang lain yang mirip dengan-Nya.

Ketiga, ada kemungkinan alquran dipengaruhi oleh aliran Gnostisisme. Aliran ini mengakui juga keallahan Yesus, tapi saat di salib keallahan-Nya kembali kepada kemuliaan-Nya di surga. Artinya, yang mati di salib adalah kemanusiaan Yesus. Karena itu, kematian Yesus itu tidak memiliki nilai keselamatan bagi manusia, karena kematian-Nya bukanlah kematian Anak Allah tetapi kematian manusia biasa. Gambaran gnostisisme tentang Yesus tak jauh beda dengan apa yang ada dalam wahyu Allah. Alquran juga mengakui keilahian Yesus, tapi soal kematian-Nya tidak diakui. Karena sulit membayangkan Yesus yang ilahi dan Yesus yang manusiawi ada dalam satu sosok, karena yang menerima wahyu tidak memiliki kemampuan intelektual yang memadai, maka alquran membuatnya menjadi orang yang diserupakan.

Menolak kematian Yesus di salib bukan tanpa resiko. Kebenaran alquran diragukan. Kita bisa mengatakan bahwa alquran bukanlah wahyu Allah. Bagaimana mungkin Allah yang sempurna dan mahatahu bisa keliru/salah dalam memberi informasi. Wahyu Allah dalam QS an-Nisa: 157 hanya didasarkan pada fantasi sejarah, bukan fakta sejarah. Kita dapat mengajukan pertanyaan kritis.

1.    Siapa nama orang yang menyerupai Yesus di kayu salib itu? Jika Allah sungguh maha mengetahui, seharusnya Allah langsung menyebutkannya. Kenapa Allah tidak mau menyebutkannya? Apakah Allah tidak tahu atau tidak mau menyebutkannya?

2.    Apa kesalahan orang itu sehingga dijadikan tumbal kematian Yesus di kayu salib? Kenapa orang yang tidak bersalah dibunuh sebagai tumbal? Betapa kejam dan tak adilnya Allah seperti itu. Jika benar menolak pengorbanan atas diri Yesus, kenapa menyetujui pengorbanan orang lain?

3.    Dengan mengatakan bahwa yang mati di salib itu adalah orang yang mirip dengan Yesus, terlihat bahwa Allah sedang menipu orang banyak waktu itu. Apa tujuan Allah memakai tipu-tipuan segala? Apakah Allah takut dengan orang sehingga tidak berani terang-terangan?

4.    Darimana alquran tahu bahwa orang-orang tidak memiliki keyakinan bahwa yang dibunuh itu adalah Yesus, padahal Akitab dan catatan sejarah menegaskan bahwa Yesus-lah yang disalibkan?

D. Kebangkitan Yesus sebagai Tanda Penerimaan Bapa

Sama seperti kisah sengsara dan kematian Yesus, kisah kebangkitan-Nya pun menjadi pusat pewartaan para murid. Untuk mengetahui dan mendalami kisah kebangkitan Yesus, bacalah Injil Matius 28: 1 – 10. Sangat baik jika kita membaca juga kisah-kisah serupa yang ditulis penginjil lainnya seperti Markus, Lukas dan Yohanes. Dengan membaca semua kisah tersebut, kita akan mendapatkan gambaran luas tentang peristiwa tersebut. Dari Injil Matius ini kita dapat menemui beberapa poin penting.

a.     Matius tidak memberi laporan tentang bagaimana persisnya Yesus bangkit. Dan tidak ada saksi mata yang melihat bagaimana Yesus bangkit dari kematian. Kitab Suci hanya menunjukkan tanda-tanda yang diyakini sebagai tanda kebangkitan Yesus yaitu batu penutup kubur terguling, kubur kosong dan jenasah tidak ditemukan, kain kafan yang tergeletak di tanah, berita dari malaikat yang mengatakan bahwa Yesus sudah bangkit. Bukti lain yang menunjukkan bahwa Yesus telah bangkit adalah beberapa kali peristiwa penampakan Yesus: penampakan pada Maria Magdalena, Yesus menampakkan diri di jalan ke Emaus, Yesus menampakkan diri kepada semua murid-Nya, Yesus menampakkan diri kepada Tomas dan sebagainya. Para penulis kitab suci lebih mengutamakan dampak kebangkitan Yesus bagi para murid-Nya.

b.     Pada saat itu, orang menilai kematian Yesus sebagai kegagalan, perjuangan dan karya Yesus dianggap sia-sia dan musnah seiring kematian-Nya. Tetapi dengan peristiwa kebangkitan dari alam maut, Allah membalikkan semua pemikiran itu. Kebangkitan Yesus membuat kehadiran-Nya tidak lagi terbatas ruang dan waktu. Ia hadir dimana-mana dalam hati semua murid-Nya. Kehadiran-Nya itu mampu mempengaruhi hati manusia dan menjadi inspirasi hidup banyak orang.

c.     Melalui kebangkitan-Nya orang tidak hanya mengenang karya dan ajaran-Nya tetapi menjadikan Dia sebagai kekuatan hidup sehari-hari. Kebangkitan-Nya tidak hanya membuat orang sanggup meneruskan karya-Nya, tetapi secara kreatif melakukan-Nya. Kebangkitan Yesus merupakan pembenaran dari Allah terhadap sabda dan karya-Nya; pembenaran terhadap perjuangan Yesus. Kebangkitan Yesus juga memberi harapan baru bagi umat manusia, bahwa ada harapan yang lebih baik setelah kematian di dunia ini.

d.     Sebagai murid Kristus, dalam hidup sehari-hari hendaknya kita mampu menghadirkan Kristus melalui kata-kata dan perbuatan kita kepada sesama. Menghayati dan mewujudkan kebangkitan Kristus tidak harus melalui karya-karya yang besar dan spektakuler. Menjadi sahabat bagi yang mengalami kesedihan dan masalah, memberi dukungan pada mereka yang putus harapan, membangkitkan semangat pada mereka yang lemah dan tak berdaya adalah wujud sederhana yang dapat kita lakukan. Dengan demikian kita dapat menjadi saksi kebangkitan Kristus melalui kata-kata dan perbuatan kita dalam hidup sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar