Minggu, 19 September 2021

MENGENAL SAKRAMEN DALAM GEREJA

 

A.   Tujuh Sakramen Gereja

Kita sudah tahu bahwa sakramen merupakan sarana pengudusan. Ada satu sakramen dalam Gereja, yaitu Yesus Kristus. Dia adalah wajah kasih Allah yang kelihatan. Allah yang tak bisa dilihat, namun hadir dalam diri Yesus. Dari Yesus inilah kemudian lahir sakramen-sakramen Gereja lainnya. Gereja kita mengenal ada 7 sakramen, yaitu

Ø  Sakramen Baptis/permandian

Ø  Sakramen Penguatan/krisma

Ø  Sakramen Ekaristi Kudus

Ø  Sakramen Tobat

Ø  Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Ø  Sakramen Tahbisan/Imamat

Ø  Sakramen Perkawinan

Dari ketujuh sakramen ini, ada 3 sakramen yang diterimakan hanya sekali seumur hidup. Ketiga sakramen itu adalah baptis, krisma dan tahbisan. Sementara sakramen yang lain bisa diterima berkali-kali.

Gereja Protestan hanya mengakui satu sakramen saja, yakni sakramen baptis, sedangkan keenam sakramen lainnya tidak diakui. Salah satu alasannya adalah tidak tertulis dalam kitab suci; atau dengan kata lain, kitab suci tidak menyebut atau menyinggung keenam sakramen tersebut. Dengan dasar ini, tak jarang orang Protestan selalu mengkritik Gereja Katolik. Akan tetapi, sangat menarik kalau kita merenungkan sharing pengalaman Scoot Hahn dan Gerry Matatics. Mereka berdua awalnya adalah teolog protestan, yang kemudian menjadi katolik setelah menemukan kebenaran dalam Gereja Katolik. Mereka bukan sekedar ahli dalam bidang teologi tetapi juga kitab suci, yang memahami bahasa Yunani, Latin dan juga Aram. Setelah melakukan penelitian terhadap semua ajaran katolik mereka sampai pada satu kesimpulan: semua doktrin katolik mempunyai dasar alkitabiah. Yang termasuk doktrin di sini, yah ketujuh sakramen itu.

Jadi, dari sharing dua teolog protestan itu kita bisa mengetahui bahwa kritikan orang protestan terkait keenam sakramen yang tidak diakuinya sama sekali tidak mendasar. Karena itu, apabila dalam kehidupan kita menemukan kritikan tersebut dari orang-orang protestan, kita tak perlu bingung lagi.

B.   Pembagian Sakramen-sakramen Gereja

Sakramen-Sakramen inisiasi Kristen; Inisisasi atau bergabung menjadi orang Kristen dilaksanakan melalui Sakramen-Sakramen yang memberikan dasar hidup kristen. Orang beriman, yang dilahirkan kembali menjadi manusia baru dalam Sakramen Pembaptisan, dikuatkan dengan Sakramen Penguatan dan diberi makanan dengan Sakramen Ekaristi (lihat Kompendium KGK 251).

Sakramen-Sakramen Penyembuhan; Kristus Sang Penyembuh jiwa dan badan kita, menetapkan sakramen ini karena kehidupan baru yang Dia berikan kepada kita dalam Sakramen-Sakramen inisiasi Kristiani dapat melemah, bahkan hilang karena dosa. Karena itu, Kristus menghendaki agar Gereja melanjutkan karya penyembuhan dan penyelamatan-Nya melalui Sakramen ini; Tobat dan Pengurapan Orang Sakit (lihat kompendium KGK 295 – KGK 1420-1421. 1426).

Sakramen-Sakramen pelayanan persekutuan dan perutusan; Dua Sakramen, Sakramen Penahbisan dan Perkawinan memberikan rahmat khusus untuk perutusan tertentu dalam Gereja untuk melayani dan membangun umat Allah. Sakramen-sakramen ini memberikan sumbangan dengan cara yang khusus pada persekutuan gerejawi dan penyelamatan orang-orang lain. (lihat Kompendium KGK 321, KGK 1533-1535).

C.   Penjelasan Singkat Ketujuh Sakramen Gereja

1.   Sakramen Pembaptisan/Permandian

Sakramen baptis merupakan dasar seluruh kehidupan kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam roh dan menuju sakramen-sakramen lainnya. Oleh pembaptisan kita dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai anak-anak Allah, menjadi anggota Tubuh Mistik Kristus, yakni Gereja, dan ikut serta dalam perutusannya (KGK, 1213). St. Gregorius Nazianse berkata, “Pembaptisan adalah anugerah Allah yang paling indah dan paling mulia.” St. Gregorius menyebutkan beberapa alasannya, yaitu karena lewat baptisan “dosa dikuburkan di dalam air”, karena sakramen ini membersihkan dan melindungi kita. Dengan kata lain, dengan menerima sakramen baptis kita menerima tawaran keselamatan Allah.

Ada banyak teks kitab suci yang biasa dijadikan dasar untuk Sakramen Baptis. Diantaranya adalah Mat 28: 19 – 20; Yoh 3: 5; Kis 2: 38; Rom 6: 3 – 4. Dalam Gereja Katolik ada 3 jenis baptisan, yakni baptisan air, baptisan darah dan baptisan kerinduan. Yang pertama adalah baptisan yang biasa terjadi, dimana orang yang mau dibaptis dicurahkan air dengan diikuti kata-kata trinitas. Baptisan darah terjadi ketika seorang yang ingin dibaptis keburu mati karena membela iman. Baptisan kerinduan diberikan kepada orang yang sudah punya niat menerima sakramen baptis tapi keburu meninggal dunia.

Jika seseorang secara resmi menyatakan tobat dan imannya kepada Yesus Kristus, serta bertekad untuk bersama umat ikut serta dalam tugas panggilan Kristus, maka dia diterima dalam umat dengan upacara yang sejak zaman para rasul disebut. Kenyataan yang lebih dalam ialah bahwa orang yang menerima sakramen permandian diterima oleh Kristus menjadi anggota Tubuh-Nya, Umat Allah (Gereja). Orang tersebut laksana baru lahir di dalam Gereja. Peristiwa kelahiran baru menjadi putra Bapa dalam Roh Kudus berarti bahwa selanjutnya ia ikut menghayati hidup Kristus sendiri yang ditandai oleh wafat dan kebangkitan-Nya. Oleh karena itu, orang yang telah dipermandikan harus bersama Kristus “mati bagi dosa” supaya dalam Kristus, ia hidup bagi Allah. Kebenaran itu diperagakan, dirayakan, dan dilambangkan dalam peristiwa pencurahan air pada dahinya, sementara wakil umat (Imam) mengatakan: “Aku mempermandikan engkau dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus.” Dengan permandian, mulailah babak baru dalam hidup seseorang. Kristus sendiri menjiwai dia melalui Roh-Nya, maka segala pelanggaran dan dosa yang telah diperbuatnya dihapus.

2.    Sakramen Penguatan

Bagi orang dewasa, sakramen penguatan sebetulnya merupakan bagian dari sakramen permandian. Orang yang telah dipermandikan ditandai dengan minyak (krisma), tanda kekuatan Roh Kudus, sebelum diutus untuk memperjuangkan cita-cita Kristus dalam Gereja dan masyarakat. Sakramen penguatan menjadi tanda kedewasaan, maka orang yang menerima Sakramen Penguatan turut serta bertanggung jawab atas kehidupan Umat Allah. Kepada setiap orang, Roh Kudus memberikan karisma-karisma-Nya (bakat kemampuan). Atas karisma-karisma (anugerah) Tuhan ini, orang yang bersangkutan menyadari tanggung jawabnya terhadap sesama. Dengan bakat kemampuan yang diterima dari Tuhan, orang yang bersangkutan diharapkan hidup bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk ikut membina Tubuh Kristus (Umat Allah). Bakat kemampuan menyatakan karya Roh, yang melalui setiap orang Kristen, menghantar sesamanya kepada Kristus.

Penerimaan sakramen krisma perlu untuk melengkapi rahmat pembaptisan. Lumen Gentium 11 mengatakan, “Berkat Sakramen Penguatan mereka terikat pada Gereja secara lebih sempurna, dan diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus yang istimewa; dengan demikian mereka semakin diwajibkan untuk menyebar-luaskan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang sejati, dengan perkataan maupun perbuatan.” (KGK 1285). Sakramen ini memiliki kaitan erat dengan peristiwa turunnya Roh Kudus atas para murid Yesus (Kis 2: 1 – 13), yang merupakan wujud janji Yesus (Yoh 14: 15 – 31; 16: 4b – 15). Dasar kitab suci untuk sakramen ini adalah Kis 8: 14 – 17.

3.    Sakramen Ekaristi

Ekaristi kudus menyempurnakan inisiasi kristen. Oleh baptisan kita diangkat ke martabat imamat rajawi, dan oleh krisma kita makin dijadikan serupa dengan Kristus, oleh ekaristi kita ambil bagian dalam kurban Tuhan bersama seluruh umat. “Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, Penyelamat kita mengadakan kurban ekaristi tubuh dan darah-Nya. Dengan demikian Ia mengabadikan kurban salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, kenangan wafat dan kebangkitan-Nya: Sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu, Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikaruniai jaminan kemuliaan.” (KGK 1322 – 1323).

Jadi, menjelang sengsara-Nya, Yesus mengajak para murid-Nya untuk merayakan hari kemerdekaan bangsa-Nya (Paska) sesuai dengan adat istiadat Yahudi. Bangsa Yahudi memperingati pembebasan dari Mesir dalam sebuah perjamuan kekeluargaan. Dalam perjamuan Paska itu, Yesus mengambil roti (makanan harian orang Yahudi), memecahkannya, dan membagi-bagikan roti itu seraya berkata: “Makanlah roti ini, karena inilah Tubuh-Ku yang dikorbankan  bagimu.” (Tubuh adalah tanda kehadiran Yesus yang tersalib yang dikorbankan bagi kita). Kemudian, Yesus mengambil sebuah cawan (piala) berisi air anggur sambil berkata: “Minumlah semua dari cawan ini, karena inilah Darah-Ku, darah perjanjian baru dan kekal yang diadakan dengan kalian dan dengan semua manusia demi pengampunan dosa” (Darah menjadi tanda hidup. Jadi, kalau Yesus memberikan darah-Nya berarti Ia menyerahkan diri-Nya seluruhnya untuk kita). Kata-kata Yesus mengungkapkan wafat-Nya. Injil Matius dan Markus menambahkan bahwa “darah-Nya ditumpahkan….”, yang berarti Ia dipersembahkan sebagai korban persembahan. Jadi, roti dan anggur menyatakan bagaimana Yesus mati (menumpahkan darah).

Kemudian disebut juga, mengapa Ia harus mati, yaitu demi pengampunan dosa-dosa. Yesus kemudian berkata: “Kenangkanlah Aku dengan merayakan perjamuan ini.” (Baca: Luk 22: 14-23; Mat 26: 26-29; Mrk 14: 22-25). Maka sejak zaman para rasul, umat Kristen suka berkumpul untuk bersyukur kepada Allah Bapa yang membangkitkan Yesus dari alam maut dan menjadikannya Tuhan dan Penyelamat. Berkumpul di sekitar meja Altar untuk menyambut Kristus dalam sabda dan perjamuan-Nya merupakan kehadiran Gereja yang paling nyata dan penuh; ungkapan yang paling konkret dari persatuan umat dan Tuhan serta persatuan para anggotanya.

4.    Sakramen Tobat

Selama hidup di dunia, kita tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa. Kita hidup dalam “situasi dosa”. Situasi dosa ini merasuki diri kita dan masyarakat kita sedalam-dalamnya. Perjuangan untuk tetap teguh berdiri, tidak berdosa, memang merupakan proses perjuangan yang tidak kunjung selesai. Oleh karena itu, usaha untuk bangun lagi sesudah jatuh, berbaik lagi dengan Tuhan dan sesama, merupakan unsur yang hakiki dan harus selalu ada dalam hidup kita.

Para pengikut Kristus perlu bertobat dan membaharui diri secara terus-menerus di hadapan Tuhan dan sesama. Tanda pertobatan di hadapan Tuhan dan sesama itu diterima dalam perayaan sakramen tobat. Seseorang yang melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan kehendak Tuhan berarti dia memisahkan diri dari Tuhan dan sesama. Selama suatu kesalahan berat belum diampuni, ia tidak dapat ikut serta dalam ibadat umat secara sempurna. Dia ibarat cabang yang mati dari sebuah tanaman. Agar dia diterima kembali menjadi anggota umat yang hidup, dia harus bertobat dan menghadapi wakil umat (pastor) untuk mendapatkan pengampunan. Tobat sejati menuntut agar kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan itu diperbaiki.

Dasar kitab suci untuk sakramen tobat adalah Surat Yakobus 5: 16. Di sini Allah meminta kita untuk “saling mengaku dosa dan saling mendoakan.” Tentulah saling mengaku dosa ini tidak dalam konteks mengaku dosa kepada Allah, tetapi kepada sesama. Harus disadari bahwa Allah telah memberi kuasa mengampuni dosa kepada manusia (Mat 9: 8). Gereja Katolik memahami “sesama manusia” di sini dengan orang yang punya kuasa ini, yaitu imam. Dalam Sakramen Tobat, imam bertindak sebagai “in Persona Christi”; dalam nama Kristus. Seperti kata Rasul Paulus bahwa jika ia mengampuni, hal itu dilakukan dalam nama Kristus (2Kor 2: 10). Jadi, yang memberi pengampunan bukanlah pribadi imam, melainkan Yesus Kristus melalui diri imam.

Teks kitab suci lain adalah Injil Yohanes 20: 21 – 23. Ketika bertemu dengan para murid-Nya, Yesus berkata, “Seperti Bapa telah mengutus Aku, demikian pula Aku mengutus kamu.” (ay. 21). Harus disadari bahwa salah satu tugas perutusan Yesus adalah mengampuni. Ini juga menjadi perutusan para murid Yesus. Hal ini ditegaskan dalam dua ayat berikutnya, “Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jika kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.”

5.    Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Jika seorang anggota umat sakit keras, keprihatinan Tuhan diungkapkan dengan sakramen perminyakan orang sakit. Kristus menguatkan si sakit dengan Roh Kudus-Nya yang ditandakan dengan minyak suci. Dengan demikian, si sakit dibuat siap dan tabah untuk menerima apa saja dari tangan  Allah yang mencintai kita, baik dalam kesembuhan maupun dalam maut. Dengan menderita seperti Kristus, si sakit menjadi lebih serupa dengan Kristus. Dengan kata lain, dengan sakramen pengurapan ini Gereja menyerahkan mereka yang sakit kepada Tuhan agar Ia menyembuhkan dan menyelamatkan mereka; bahkan Gereja mendorong mereka untuk secara bebas menggabungkan diri dengan sengsara dan wafat Kristus sehingga memberi sumbangan bagi kesejahteraan Umat Allah (bdk. LG 11).

Dasar kitab suci untuk sakramen ini adalah Surat Yakobus 5: 14 – 15. Sakramen ini merupakan wujud belas kasih Allah karena ia menjadi tanda bahwa Allah melawat umat-Nya (bdk. Luk 7: 16). Hal ini mirip seperti tindakan Yesus yang menyembuhkan orang sakit pada masa-Nya.

6.    Sakramen Tahbisan/ Imamat

Sakramen tahbisan seseorang menjadi imam. Mereka bertugas menunaikan berbagai tugas pelayanan di tengah umat demi kepentingan dan perkembangan umat dalam hidup beriman dan bermasyarakat. Mereka juga berfungsi untuk mempersatukan umat, membimbing umat dengan berbagai cara demi penghayatan iman pribadi dan bersama; membantu melancarkan komunikasi iman demi tercapainya persekutuan umat, persekutuan iman. Lewat sakramen ini, mereka yang menjadi imam “ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya mempersembahkan persembahan dan kurban karena dosa” (Ibr 5: 1).

Sakramen ini memiliki perjalanan sejarah yang panjang, yakni sejak jaman Perjanjian Lama. Allah telah memilih satu dari kedua belas suku Israel dan memisahkan mereka untuk pelayanan liturgi (bdk. Bil 1: 48 – 53). Suku Israel itu adalah suku Lewi. Mereka ditahbiskan dalam satu ritus khusus (bdk. Kel 29: 1 – 30, Im 8). Pada jaman Perjanjian Baru, Kristus telah memilih 12 orang dan menetapkan mereka sebagai “imam” lewat perjamuan malam terakhir (Mrk 14: 12 – 25; Mat 26: 17 – 25; Luk 22: 7 – 14, 21 – 23; Yoh 13: 21 – 30).

7.    Sakramen Perkawinan

Membangun keluarga merupakan kejadian yang sangat penting dalam hidup seseorang. Tentu usaha sepenting ini tidak di luar perhatian Kristus serta umat-Nya. Maka Kristus sendiri hadir dalam cinta mereka antar suami-istri. Cinta mereka menjadi tanda dari cinta Kristus kepada Gereja-Nya. Kristus menguduskan cinta insani menjadi alat dan sarana keselamatan abadi. Umat Kristus merestui dan menyertai pengantin dalam keputusan mereka yang sangat penting. Di hadapan umat, kedua mempelai berjanji satu sama lain untuk setia dan cinta, baik dalam suka maupun duka, selama hayat dikandung badan. Allah sendiri menjadi  penjamin kesetiaan, maka apa yang disatukan Allah jangan diceraikan oleh manusia.

Sakramen perkawinan berlangsung selama hidup dan mengandung panggilan luhur untuk membina keluarga sebagai tanda kasih setia Allah bagi setiap insan. Kristus mendampingi suami-istri untuk membina cinta yang semakin dalam dan untuk mendidik anak menjadi warga Gereja dan warga masyarakat yang berguna dan untuk membangun keluarga Katolik yang baik pula. Suami-istri yang hidup dalam perkawinan Katolik dipanggil pula untuk memberi kesaksian kepada dunia tentang cinta Allah kepada umat manusia melalui cinta suami-istri. Hidup cinta mereka menjadi tanda (sakramen) cinta Allah kepada manusia.

Gaudium et Spes mengatakan bahwa persekutuan hidup dan kasih suami isteri yang mesra diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukum-Nya. Allah sendirilah pencipta perkawinan (no.48, 1). Hal ini berakar pada kisah penciptaan (Kej 1: 26 – 28).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar