Di dunia ini penguasa itu identik dengan
pemegang kuasa. Ada banyak kuasa di dalam genggaman tangannya, yang dapat
menentukan nasib orang lain. Memang tetap harus diakui bahwa hidup mati ada
dalam kuasa Tuhan, meski dalam arti tertentu dapat juga dipindahkan ke tangan
manusia yang memiliki kuasa tadi.
Kalau penguasa alam semesta itu hanya ada
satu, yaitu Tuhan Allah, maka penguasa di dunia ini ada banyak, tergantung
bidangnya. Untuk sebuah negara, penguasanya adalah kepala pemerintah, meski
teorinya mengatakan bahwa rakyatlah pemilik kuasa itu. Di bidang hukum,
hakimlah penguasanya. Dialah pemegang keputusan bersalah atau tidaknya
seseorang.
Untuk lingkup Gereja, misalnya di
keuskupan, pemegang kuasa itu adalah uskup. Inipun masih ada catatannya, yaitu
bahwa menurut teorinya kekuasaan dalam Gereja itu berarti pelayanan dan
pengabdian. Tapi, itu lebih pada teori. Karena, sebagaimana lazim terjadi,
tidak banyak teori sejalan dengan prakteknya.
Karena dengan kuasa yang dimiliki itu,
sang penguasa dapat menentukan nasib orang lain, maka wajar bila banyak orang
berusaha dan berjuang agar bisa dekat dengan penguasa. Kedekatan ini tentulah
akan berdampak positip baginya. Dan supaya bisa dekat dengan sang penguasa itu,
berbagai cara pun dilakukan. Salah satunya adalah menjilat. Dari sinilah muncul
istilah ABS (Asal Bapak Senang).
Ada banyak manfaat yang diperoleh dari kedekatan relasi dengan penguasa ini. Salah satunya adalah perlindungan. Dengan adanya perlindungan, orang akan merasa aman dan nyaman. Apapun tindakannya, bahkan salah sekalipun, orang tetap dilindungi berkat perlindungan tadi. Karena itu, orang salah bisa jadi tidak disalahkan. Jika melakukan hal yang benar, maka pujian akan melambung tinggi melampaui langit, meski sebenarnya biasa-biasa saja. Ada banyak orang lain melakukan hal yang serupa, bahkan mungkin lebih lagi, namun tidak mendapat apresiasi karena tidak adanya kedekatan relasi dengan penguasa. Sekali lagi, ini semua karena kedekatan dengan penguasa.
Di negara, pelaku kejahatan (entah itu
narkoba, korupsi atau lainnya) dapat melenggang bebas berkat adanya relasi yang
dekat dengan penguasa. Di keuskupan, imam-imam bermasalah tidak akan
dipermasalahkan karena kedekatannya dengan uskup. Malah mungkin ia akan dibela
dan justru orang lain yang menjadi biang permasalahan. Akan tetapi, jika tidak
punya relasi dekat dekat dengan uskup, imam bermasalah tetap menjadi masalah,
dan ia akan dipermasalahkan.
Sungguh, enaknya punya relasi dekat dengan
penguasa. Orang yang salah jadi tidak dipersalahkan dan orang bermasalah
menjadi tidak dipermasalahkan. Semua itu berkat kedekatan relasi dengan sang
penguasa. Namun, ini hanya terjadi di dunia. Jauh berbeda dengan di akhirat
atau di hadapan Tuhan Allah, karena Sang Penguasa Agung adalah Hakim yang jujur
dan adil. Tuhan tidak akan berkompromi dengan kesalahan atau kejahatan, meski
bagi-Nya selalu terbuka pintu tobat.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar