Kamis, 09 Juli 2020

MENGENAL KATEGORI TIPU-TIPUAN


“Awas, bohong itu dosa!” Demikian pengajaran guru sekolah minggu kepada anak-anak sekolah minggu. Sepertinya ajaran inilah yang paling membekas dalam ingatan anak-anak usia TK sampai SD kelas empat. Hal ini terbukti dari ucapan anak-anak ini setiap kali mereka ingin mendapatkan kepastian atau kebenaran, baik dari rekan seusianya maupun dari orang dewasa. “Awas, ibu bilang bohong itu dosa!”
Bohong atau tipu merupakan dua hal yang sama. Dari segi psikologis, berbohong atau menipu sering dilihat sebagai bentuk self-defence atau pertahanan diri. Yang ingin dipertahankan adalah kepentingan dirinya, yang biasanya adalah harga diri. Sebab, jika tidak berbohong, alias jujur, maka malu yang didapat. Dan kalau malu, maka harga diri akan hancur.
Lantas, apakah setiap berbohong itu adalah wujud self-defence? Apakah bisa dikatakan juga bahwa menipu itu dosa?

Memang berbohong atau menipu itu identik dengan menutupi yang buruk menjadi baik. Orang ingin supaya hal yang buruk dalam dirinya atau kelompoknya tidak tercium atau diketahui orang lain. Karena itu ia berbohong. Menipu identik dengan membohongi yang salah jadi benar. Ini membutuhkan keahlian tersendiri bagaimana mengubah kesalahan menjadi sebuah kebenaran yang diterima dan dipercayai orang. Karena itulah, dalam tindakan menipu orang melakukan dua hal, yaitu berbohong dan membodohi.
Sekalipun demikian tak selamanya menipu itu dilihat sebagai bentuk pertahanan diri. Tak selamanya juga berbohong itu dosa. Ada begitu banyak jenis kegiatan menipu yang berakar dari motivasinya.
Ada orang menipu demi kekuasaan.  Contoh klasik dapat kita lihat pada kisah Esau dan Yakob (Kej 27: 1 - 40). Kisah ini merupakan contoh menipu untuk mendapatkan kekuasaan. Ada juga orang menipu untuk menunjukkan kekuasaannya. Misalnya, seorang walikelas mau agar idenya yang terlaksana sekalipun mendapat tentangan dari mayoritas murid. Maka, kepada kepala sekolah ia akan berkata bahwa anak-anak muridnya setuju dengan gagasannya; dan kepada para muridnya ia berkata bahwa ini merupakan kehendak kepala sekolah. Terlihat jelas walikelas ini sudah menipu untuk menunjukkan kekuasaannya. Dia menipu kepala sekolah dengan mengatas-namakan murid-murid, dan menipu anak-anak dengan menjual nama kepala sekolah.
Ada orang menipu demi kepentingan pribadi. Jenis tipuan inilah yang dalam dunia psikologi dinamakan self-defence. Di sini orang menipu supaya kepentingan dirinya, biasanya berkaitan dengan kenikmatan dan kemapanan, tidak terusik. Dewasa kini jenis tipuan ini dapat dijumpai pada kaum agamawan juga para politikus. Mereka sering mengatas-namakan pelayanan atau rakyat untuk menutupi maksud tersembunyi, yaitu hormat dan uang. Mereka mau dan rela berkorban mengadakan pelayanan di mana-mana agar dapat dihormati dan dapat uang. Contoh lain misalnya ada orang menuding sekelompok orang telah memakan uang pembangunan gereja. Namun ketika kelompok tertuding menantang untuk diadakan auditing keuangan, orang yang menuding melontarkan berbagai alasan yang dibuat-buat. Di sini tampak bahwa yang menuding melakukan penipuan agar kepentingan pribadinya tidak terusik. Bisa jadi dialah yang makan uang pembangunan tersebut.
Ada orang menipu demi kode etik. Artinya ada aturan atau ketentuan yang mengharuskan seseorang untuk berbohong atau tidak mengungkapkan fakta yang sebenarnya. Jenis tipuan ini dapat ditemui pada orang-orang yang memiliki jabatan seperti imam, konselor (psikolog), dokter, penterjemah, dll. Mereka-mereka ini wajib menyembunyikan informasi yang mereka dapat. Jika ditanya mereka akan menjawab, “Tidak tahu” meski mereka sebenarnya tahu. Artinya mereka berbohong.
Jenis tipuan yang terakhir adalah menipu demi hiburan. Tidak ada asas manfaat dalam jenis tipuan ini, karena motivasi menipunya hanya untuk hiburan. Orang yang menjadi sasaran tipuan biasanya sudah mengetahui kalau pernyataan yang disampaikan kepadanya adalah sebuah tipuan. Misalnya, seseorang mengatakan bahwa dirinya baru saja ketemu dengan artis terkenal. Lawan bicaranya tentulah langsung mengenal ini sebuah tipuan karena ia tahu siapa yang bicara dan bagaimana pengamanan artis terkenal. Karena itu, tidak ada kerugian apapun dalam jenis tipuan ini. Sekalipun ia percaya, toh ia tidak akan rugi, sama halnya jika ia tidak percaya. Contoh gamblang untuk jenis tipuan ini adalah para pesulap.
Apakah menipu itu dosa? Silahkan Anda menilai sendiri, termasuk jenis tipuan apa yang dipakai?
diambil dari tulisan 7 tahun lalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar