Jumat, 10 Juli 2020

NABI MUHAMMAD SAW, THE KING OF SEX


Istilah atau gelar The king of Sex atau Raja Seks, dalam tulisan ini dimaksudkan dengan orang yang sangat doyan ngeseks (bersenggama), baik secara legal (dengan istri) maupun illegal (dengan pelacur). Bisa juga dikatakan dengan hebat dalam urusan persetubuhan. Istilah Raja Seks ini sangat dekat dengan istilah maniak seks atau hiperseks. Akan tetapi, dua istilah ini tidak dipakai karena cenderung ke arah psikologi. Mengatakan nabi Muhammad sebagai maniak seks atau hiperseks tentulah membutuhkan kajian psikologi. Sementara istilah atau gelar Raja Seks tidak ada kaitan dengan masalah psikis. Istilah ini disematkan hanya karena yang bersangkutan memang luar biasa dalam urusan persetubuhan, bukan cuma soal ketahanan dalam bersenggama, tetapi juga soal obyek dan juga jumlahnya. Ibaratnya seperti istilah Raja Judi. Gelar ini diberikan kepada orang yang benar-benar suka berjudi, entah selalu menang atau juga kalah. Nah, pantaskah nabi Muhammad SAW diberi gelar Raja Seks?
Telah dikatakan di atas bahwa salah satu indikasi untuk gelar Raja Seks ini adalah obyek dan jumlahnya. Yang dimaksud obyek di sini adalah pasangan seksnya. Banyaknya pasangan seks ini menentukan jumlah hubungan seks yang dilakukan. Berapa jumlah pasangan seks nabi Muhammad? Dari kitab Tabari (vol. ix, hlm. 120 – 141), setelah kematian Khadijah, nabi Muhammad SAW memiliki 20 istri; ini tidak terhitung gundik atau selirnya. Jadi, bisa dikatakan bahwa pasangan seks Muhammad lebih dari 20 orang. Ada yang usianya masih sangat belia (9 tahun), daun muda (17 – 20 tahun), dan ada juga yang sudah matang (30 tahun). Memang tidak semuanya hidup sepanjang hidup Muhammad. Ada yang sudah meninggal, dan ada yang sudah diceraikan.
Sangat menarik kalau diperhatian perjalanan sejarah perkawinan nabi Muhammad. Selama kurang lebih 24 tahun Muhammad hidup hanya dengan satu istri saja, yaitu Khadijah. Bisa dikatakan bahwa pada waktu itu Muhammad menganut paham monogami. Namun, setelah Khadijah meninggal, seakan keran nafsu yang selama hidup bersama dengan Khadijah ditutup, menjadi terbuka. Terhitung dari tahun 619 (tahun kematian Khadijah) hingga 632 (tahun kematian Muhammad), Muhammad menikah sebanyak 20 kali; dan selama kurang lebih 10 tahun Muhammad hidup bersama 14 istri (tidak termasuk gundik).
Apa yang mendasari nabi Muhammad hidup dengan banyak istri? Umat islam, karena sudah terlanjur memandang Muhammad sebagai teladan yang sempurna, tentulah akan mengatakan bahwa ada tujuan mulia di balik poligaminya. Misalnya, melindungi para wanita yang berstatus janda, karena suami mereka mati di medan perang, untuk menyatukan suku atau kelompok (tujuan politik) dan untuk mengangkat derajat kaum wanita.

Akan tetapi, orang yang masih punya akal sehat dan hati nurani akan sulit menerima penjelasan di atas. Ketika melihat sosok Aisyah dan Zainab, orang sulit mengaitkan alasan poligami di atas. Aisyah masih kecil, orangtuanya masih ada dan mereka itulah pelindungnya, sedangkan Zainab masih punya suami, yang adalah anak angkat Muhammad sendiri. Artinya, kedua tokoh ini masih punya pelindung; lantas kenapa nabi Muhammad menikahi mereka? Jika untuk melindungi para wanita yang berstatus janda, karena suami mereka mati di medan perang, kenapa hanya dibatasi beberapa orang saja? Bisa dipastikan lebih dari 20 orang janda (bisa ratusan) yang suaminya mati di medan pertempuran. Kenapa tidak semua janda yang suaminya meninggal dinikahi? Jika menikah dijadikan alat politik, bukankah itu justru merendahkan martabat wanita? Wanita tak lebih hanya alat untuk melanggengkan kekuasaan. Jika menikahi wanita benar-benar untuk melindungi dan mengangkat martabat wanita, kenapa ada lima wanita yang kemudian diceraikan?
Karena itu, bagi orang yang masih mempunyai akal sehat dan nurani poligami yang dilakukan Muhammad mau menunjukkan bahwa dia seorang yang doyan seks, alias Raja Seks. Umat islam tentu menolak istilah ini. Umumnya ada 3 argumen untuk menyangkal pernyataan nabi Muhammad sebagai Raja Seks. Pertama, jika memang poligami Muhammad sebagai indikasi penggemar persetubuhan, kenapa dia baru menikah menginjak usia lanjut? Kenapa tidak saat masih muda? Kedua, jika memang poligami Muhammad sebagai indikasi doyan seks atau Raja Seks, kenapa yang dipoligami semuanya janda dan rata-rata berusia tua? Kenapa tidak cari perawan saja? Ketiga, jika nabi Muhammad Raja Seks seharusnya dia menikahi semua janda yang suaminya meninggal di medan perang. Tapi nyatanya tidak.
Benarkah argumen tersebut? Orang yang punya nalar pasti tidak mudah menerima alasan tersebut. Argumen di atas sangat lemah. Pertama, dapatlah dikatakan bahwa nabi Muhammad tidak bisa melaksanakan hasrat seks-nya karena dia masih berada di bawah kekuasaan Khadijah. Dari riwayat hidupnya bisa diketahui bahwa Muhammad adalah seorang anak yatim piatu. Sejak kecil dia disingkirkan dari lingkungan. Sementara Khadijah adalah seorang janda kaya raya. Awalnya Muhammad berkerja sebagai karyawannya Khadijah. Hidup Muhammad benar-benar bergantung pada belas kasihan Khadijah. Hal ini berlanjut ketika mereka menikah. Karena itulah, sebagai suami, Muhammad tak berani main mata dengan wanita lain. Muhammad tak bisa menyalurkan hasrat seksualnya. Baru setelah penghalang itu tidak ada (Khadijah meninggal), hasratnya mulai tersalurkan. Bayangkan, dalam waktu 13 tahun (rentang waktu dari kematian Khadijah hingga kematian Muhammad), Muhammad menikah sebanyak 20 kali (ini tidak terhitung gundik). Untung Muhammad meninggal sebelum islam melakukan ekspansi. Bila Muhammad belum mati, mungkin di setiap tempat ada setidak-tidaknya 1 orang istri. Hal inilah yang membuat orang yang berpikiran rasional mengatakan bahwa nabi Muhammad itu seorang Raja Seks.
Kedua, orang yang doyan seks atau Raja Seks tidak ditentukan dari pasangan seks-nya, apakah janda atau perawan. Yang disebut raja seks adalah orang yang doyan seks (bersenggama), tak peduli apakah pasangan seksnya itu janda atau perawan. Janda atau perawan justru bisa menunjukkan kelainan lain, bukan soal doyan seks. Argumen bahwa yang dinikahi Muhammad adalah janda tua hanyalah usaha untuk menutupi fakta. Dari 20 wanita yang dinikahi Muhammad, setelah Khadijah meninggal, ada 4 janda yang usianya masih segar (usia kisaran 17 – 30 tahun). Janda yang lain tanpa ada keterangan usia, sehingga tidak bisa divonis usianya sudah tua.
Ketiga, sebagai raja, tentulah tidak sembarangan dalam menentukan pasangan seksnya. Tentu ada seleksi. Urusan seks selalu punya kaitan dengan ketertarikan seksual. Jika tidak ada ketertarikan itu, tentulah tidak akan ada hubungan seks. Dengan kata lain, daya tarik seorang wanita bisa menumbuhkan gairah nafsu seksual pria. Ketertarikan seksual inilah yang kemudian membuat nabi Muhammad hanya menentukan belasan janda untuk dijadikan pasangan seksnya, sedangkan lainnya tidak masuk kategori. Jadi, dari sekian puluh janda, hanya belasan yang mempunyai daya tarik yang bisa membangkitkan hasrat seksual nabi Muhammad ketika melihatnya.
Selain tiga alasan di atas, masih ada alasan lain yang mendukung pernyataan bahwa Muhammad adalah Raja Seks atau pecandu seks. Dari beberapa sumber riwayat hidupnya, selain punya istri, nabi Muhammad juga punya gundik. Sekalipun sudah punya banyak istri, nabi Muhammad masih memiliki gundik untuk menyalurkan hasrat seksualnya. Ini menunjukkan dirinya sebagai orang yang hebat dalam urusan senggama, alias Raja Seks. Hadis Bukhari, salah satu hadis terpercaya, menceritakan dalam satu malam nabi Muhammad berhubungan seks dengan 9 orang istrinya. Apakah itu dalam satu tempat sekaligus (semacam pesta orgi) atau di tempat yang terpisah-pisah. Dan ada kisah Muhammad selingkuh dengan seorang budak bernama Mariyah. Jika memang benar nabi Muhammad tidak doyan seks, tentulah dia cukup puas dengan istri-istri yang ada. Tapi, karena doyan, yah budaknya juga disikat.
Kehebatan nabi Muhammad dalam urusan seks dapat juga dilihat dari kisah pasangan seks lainnya yaitu Zainab, yang adalah menantu nabi sendiri. Sebelum menikahi Zainab, diperkirakan nabi Muhammad sudah mempunyai 5 orang istri. Dikisahkan pada suatu hari nabi Muhammad berkunjung ke rumah anaknya itu. Tanpa sengaja bertemu dengan Zainab dan melihat auratnya. Dari situ muncul hasrat seksualnya. Karena zinah dilarang dalam islam, maka diturunkanlah wahyu Allah untuk melegalkan perkawinannya dengan menantunya itu sehingga hasrat seksualnya bisa disalurkan. Dengan kata lain, wahyu Allah dipakai untuk melegalkan penyaluran nafsu seksualnya.
Demikianlah pro kontra tentang kehidupan seks Nabi Muhammad sehingga dia digelari Raja Seks. Umat islam tentu menolak gelar itu karena mereka sudah terlebih dahulu disuguhi bahwa Muhammad adalah manusia sempurna. Mana mungkin manusia sempurna memiliki moral bejat seperti yang dituduhkan tersebut. Akan tetapi, bagi yang berpikiran rasional, tidak begitu mudah menerima gelar sempurna Muhammad. Mereka mendasarkan pada premis “tidak ada manusia yang sempurna; Muhammad adalah manusia; maka Muhammad tidaklah sempurna.” Karena itu, argumen umat islam yang membela nabinya dari tudingan Raja Seks, terasa tidak masuk akal sehat mereka.
Jadi, poligami nabi Muhammad SAW lebih menunjukkan kehebatan Muhammad dalam urusan hubungan seks sehingga dia digelari Raja Seks ketimbang keteladanan pribadinya.
Lingga, 10 Juli 2020
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar