Dengan membaca
judul buku “Muslim Pertama: Melihat Muhammad Lebih Dekat”, pembaca
langsung tahu bahwa Muhammad adalah muslim pertama. Namun orang yang masih
punya nalar dan waras akan langsung bertanya, jika Muhammad adalah muslim pertama,
lantas para nabi sebelum Muhammad itu sebagai muslim keberapa? Adam, bagi orang
islam, adalah manusia pertama dan diakui sebagai nabi dalam dunia islam (Yahudi
dan Kristen tidak). Kenapa bukan Adam sebagai muslim pertama?
Terus terang
istilah “muslim pertama” masih menyisahkan kebingungan bagi pembaca non muslim.
Penulis buku ini, Lesley Hazelton, sama sekali tidak menjelaskan maksud frase
itu. Akan tetapi, satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa kisah hidup
Muhammad yang diungkap Hazleton dalam bukunya ini, sama sekali tidak ada
tanggapan negatif dari umat islam. Artinya, riwayat tentang Muhammad dalam buku
ini sudah benar.
Mengkritisi
Tulisan Hazleton, Memahami Muhammad
Riwayat
Muhammad yang disajikan Hazleton dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu Bocah
Yatim (hlm 3 – 101), yang mengisahkan latar belakang keluarga Muhammad
hingga pernikahannya dengan Khadijah; Masa Pengasingan (hlm 105 – 302),
yang mengisahkan kehidupan Muhammad dan pengikutnya di Madinah; dan Sang
Pemimpin (hlm 305 – 350), yang bercerita kehidupan Muhammad setelah kembali
ke Mekkah dan menjadi pemimpin islam.
Salah satu hal
yang membuat buku ini kurang menarik adalah ketiadaan judul bab. Selain itu,
tidak ada keterangan waktu dan lokasinya, yang membuat pembaca bingung.
Misalnya, bagian pertama itu dari tahun berapa hingga berapa, demikian pula
bagian dua dan tiga; lokasinya di mana.
Setelah membaca
buku ini pembaca akhirnya bisa memahami siapa Muhammad itu. Sedikit berbeda
dengan Hazleton, kami membagi riwayat Nabi Muhammad sebagai berikut.
A. Menjadi Nabi atau Rasul
Dari latar
belakang keluarga besar Muhammad, dapat dikatakan bahwa mulanya mereka adalah
kafir dan hidup dalam budaya kekafiran. Kafir di sini tidak sama dengan ateis,
tetapi penyembahan berhala. Sekalipun kafir, orang Arab zaman dulu sudah
memiliki sikap religius.
Ternyata, jauh
sebelum Muhammad lahir sudah ada Ka’bah. Sekalipun sering dikaitkan dengan
Ibrahim, tak kurang terjadi praktek penyembahan berhala di sana. Bahkan,
beberapa tradisi haji sekarang ini merupakan pengembangan lanjut dari tradisi
kafir itu. Dan ternyata dari dulu Ka’bah sudah sering diperebutkan.
Muhammad lahir
sebagai bayi yatim. Ia dibesarkan oleh seorang wanita Badui. Dikatakan bahwa
kehidupan suku Badui sangat tertanam dalam pembentukan diri Muhammad. Hal ini
terlihat dari cara hidup Muhammad yang sederhana, pekerja keras, dll.
Membaca riwayat
Muhammad saat masih kecil, kita dapat menyimpulkan bahwa Muhammad adalah anak
yang tak diinginkan. Sejak bayi dia sudah ditolak oleh kaumnya. Penolakan ini
tentulah membekas di dalam diri Muhammad.
Ketika masih
kanak-kanak, ketika sudah kembali ke Mekkah, Muhammad melihat adanya
ketidakberesan dalam kehidupan masyarakatnya. Yang suci dan profan bercampur
dengan mudah; peziarahan Ka’bah bersatu dengan perdagangan. Muhammad melihat
betapa orang berkuasa selalu berjaya dan kaya, menguasai orang lain yang tak
berdaya.
Semua situasi
ini menimbulkan obsesi dalam diri Muhammad. Dia tak mau lagi menjadi orang
terpinggirkan. Pengalaman penolakan masih membekas. Maka Muhammad berusaha
untuk menjadi penguasa. Kekacauan teologis dan politik yang dia lihat menjadi
inspirasi untuk menumbuhkan agama pemersatu. Muhammad menemukan jalan untuk
berkuasa, yaitu melalui agama.
Perlu
diketahui, pada masa Muhammad, di Mekkah sudah menyebar beberapa agama, seperti
Yahudi dan kristen. Agama Kristen yang berkembang kuat di sana adalah yang
berasal dari bidaah Arianisme dan Nestorian. Bukan tidak mungkin, ajaran
Kristen yang diterima Muhammad dipengaruhi oleh dua aliran sesat ini. Karena
menerima dari ajaran sesat, maka Muhammad juga salah memahami ajaran Kristen
waktu itu. Semua bahan ini akhirnya dibawa Muhammad ke Goa Hira untuk
direnungkan.
Karena sudah
terobsesi ingin berkuasa, dan menemukan jalannya melalui media agama, maka
Muhammad mulai membuat pengakuan-pengakuan atas kenabiannya. Muhammad
mengatas-namakan wahyu. Awalnya, Muhammad mendapat penolakan atas kenabiannya.
Muhammad sudah sejak bayi ditolak, karena itu penolakan warga atas peran
kenabiannya tidak berpengaruh besar. Justru malah menambah semangat Muhammad.
Pada masa ini
Muhammad berusaha tampil sebagai seorang nabi. Gambaran nabi yang sudah
dipelajarinya, diterapkan dalam menghadapi penolakan itu. Salah satunya adalah
sikap rendah hati dan berserah. Sekalipun dihina, ditolak dan dicela, Muhammad
tidak membalas. Hal ini menimbulkan rasa simpati pada beberapa warga, sehingga
mereka akhirnya ikut bergabung.
B. Menjadi Pemimpin
Lama kelamaan
pengikut Muhammad semakin bertambah banyak. Mereka mengikuti teladan hidup
Muhammad dalam menghadapi cemoohan, hinaan dan penolakan. Penguasa Mekkah mulai
merasa gelisah, karena ada indikasi Muhammad mau menguasai Ka’bah. Karena itu,
mereka makin intens melakukan penekanan terhadap kelompok Muhammad.
Demi
keselamatan pengikutnya, Muhammad memutuskan untuk keluar dari Mekkah. Ini
merupakan salah satu karakter seorang pemimpin: mengutamakan keselamatan
anggotanya. Mulanya mereka menyingkir ke Ethiopia. Pada waktu itu Ethiopia adalah
salah satu kerajaan Kristen. Kelompok Muhammad diterima dengan baik oleh Raja
Negus.
Ada satu
pernyataan menarik dari Hazleton yang perlu dikritisi. Dikatakan bahwa saat
menerima kelompok Muhammad itu, Raja Negus, yang adalah penganut Kristen yang
taat, menyatakan bahwa ajaran Muhammad merupakan ajaran Yesus juga. Perlu
diketahui bahwa ajaran Muhammad saat itu masih sebatas monoteisme. Selain itu,
pernyataan itu bertujuan supaya warganya menerima rombongan Muhammad.
Dari Ethiopia,
kelompok Muhammad akhirnya menetap di Madinah. Di sinilah Muhammad menanamkan
kepemimpinannya. Ketika Muhammad berhasil mendamaikan dua suku besar di
Madinah, kepemimpinannya semakin kuat. Malah Muhammad menuntut semua orang
untuk taat kepadanya, bahkan orang Madinah sendiri. Jadi, ketika datang pertama
di Madinah, Muhammad hanya sebagai warga pendatang, namun akhirnya, dengan
kelicikannya, ia menjadi penguasa di sana.
Karena kelompok
yang dibawa Muhammad dari Mekkah bukanlah petani, maka untuk menghidupi
kebutuhan hidup mereka, Muhammad memimpin mereka melakukan perampokan. Hal ini
merupakan tradisi di kalangan suku Badui, dan Muhammad sudah terbiasa akan hal
itu mengingat masa kecilnya ada di sana. Ternyata aksi perampokan ini bukan
semata-mata bertujuan untuk mendapatkan penghasilan, tetapi juga sebagai
“serangan” terhadap Mekkah.
Orang begitu
mudah menerima kepemimpinan Muhammad karena sebelumnya mereka sudah menerima
perannya sebagai nabi atau rasul. Di sini Muhammad banyak bermain peran dalam
mempengaruhi orang. Obsesi Muhammad sedikit demi sedikit mulai terbentuk. Ia
sudah memiliki kekuasaan atas orang. Untuk mendukung otoritas kepemimpinannya,
Muhammad sering menggunakan alasan rohani mengingat orang sudah terlebih dahulu
menerima dia sebagai nabi. Misalnya, untuk membenarkan tindakannya mengambil
istri anaknya sebagai istri (Zainab), Muhammad mengunakan “wahyu”; hal yang
sama ketika ia mau membela Aisyah.
Dan seperti
biasa, dimana kekuasaan mulai ada, keserakahan pun mengiringinya. Demikian pula
Muhammad. Mulailah ia menindas. Jika dulu, ketika masih minoritas, ada karakter
pengampun dan toleransi, kini karakter itu hilang. Keserakahan Muhammad bukan
hanya soal harta kekayaan dan kekuasaan, tetapi juga dalam hal istri. Ketika
masih berstatus nabi dan rasul (tahap pertama), Muhammad begitu setia pada
Khadijah (menghayati monogami). Namun ketika menjadi pemimpin, Muhammad tak
puas hanya beristrikan satu orang saja. Jadi, tampak jelas kalau pada
awal-awalnya, wahyu digunakan Muhammad untuk pembenaran kenabiannya agar orang
mengakuinya sebagai nabi. Setelah menjadi nabi, wahyu dipakai untuk pembenaran
otoritasnya sebagai pemimpin.
C. Menjadi Penguasa
Satu kerinduan
Muhammad adalah kembali ke Mekkah dan menguasainya. Bukankah itu obsesinya
sejak muda? Waktu itu Muhammad masih berada di Madinah. Ia belum bisa masuk
Mekkah, tapi ia tetap terus berusaha. Kekuasaan sudah ada di tangannya. Dapat
dikatakan bahwa saat di Madinah, Muhammad sudah menjadi “penguasa” kecil. Agar
otoritasnya tidak hilang, sekalipun fisiknya sudah lemah dan tua, Muhammad
meminta sumpah setia warga kepadanya. Sumpah setia ini bahkan menjadi salah
satu syarat untuk menjadi anggota kelompoknya. Sumpah itu dikenal dengan
syahadat. Orang yang mau masuk kelompok Muhammad, harus mengakui Allah sebagai
mahakuasa, dan Muhammad sebagai utusannya. Ada banyak nabi dan utusan Allah
dalam dunia islam, namun mereka tidak berbuat seperti Muhammad. Hanya orang
yang takut akan kehilangan pengaruh saja yang melakukan hal itu.
Salah satu cara
yang dilakukan Muhammad adalah dengan terus menanamkan pengaruh kepada banyak
orang. Satu hal yang dilakukan Muhammad adalah pembantaian dengan cara sadis.
Ini hendak dijadikan trade mark kelompok Muhammad sehingga
menimbulkan efek takut bagi kelompok lain, termasuk warga Mekkah. Jadi, dengan pembantaian
sadis itu Muhammad tidak hanya menanamkan pengaruhnya, tetapi juga menumbuhkan
kekuasaannya.
Berhubung
usianya sudah tak muda lagi, ditambah dengan luka akibat perang, Muhammad
akhirnya menempuh cara “damai” untuk memasuki Mekkah. Namun perlu disadari
bahwa cara ini merupakan bagian dari strategi perang. Sun Tzu, pakar strategi
perang Cina, pada abad VI SM, sudah mengatakan bahwa perang adalah penipuan.
Bukan tidak mungkin Muhammad sudah mengenal falsafah ini.
Menarik
untuk Diketahui
Sekalipun buku
ini kurang menarik, namun ada beberapa pernyataan Hazelton yang menarik karena
membuka wawasan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
01) Ka’bah merupakan bagian
dari kultus berhala. Ia sudah ada jauh sebelum Muhammad lahir. Bahkan tradisi
haji sekarang merupakan bagian dari tradisi kafir pra-islam (hlm 31 – 56).
Jadi, baik Ka’bah maupun ritus haji, bukanlah asli produk islam, melainkan
milik kekafiran pra-islam.
02) Postur sembahyang islam
merupakan postur klasik tawanan di hadapan penakluk, dan masih terlihat sampai
saat ini dalam prasasti-prasasti kemenangan Assyria kuno (hlm 117). Jadi, bisa
dikatakan bahwa cara sembahyang (sholat) islam sekarang ini pengembangan postur
tawanan jaman pra-islam. Postur itu diislamkan, sehingga sikap itu bukan
ditujukan kepada penguasa dunia, tetapi kepada Allah.
03) Pada halaman 122 dikatakan
bahwa Muhammad menyampaikan pesan yang menyerukan nilai-nilai dan etika yang
dulu pernah menjadi kebanggaan bangsa Arab. Sangat disayangkan kenapa Hazelton
tidak menguraikan nilai dan etika yang bagaimana yang membanggakan itu. Sebab,
Abu Thalib, paman Muhammad, yang adalah pendukung setia dan kuat akan Muhammad,
sampai akhir hidupnya tidak memeluk islam. Malah ia tetap setia memeluk tradisi
leluhurnya, sekalipun Muhammad sudah memintanya untuk mengucapkan syahadat (hlm
160).
04) Hazelton mengurai ada
kemiripan pewartaan Muhammad dengan Yesus (hlm 126 – 127). Ini salah satu bukti
kalau Muhammad sudah mengetahui kisah Yesus dari Injil. Akan tetapi, sangat
disayangkan bahwa Hazelton tidak memaparkan kemiripan itu.
05) Ternyata ayat-ayat setan
itu memang ada. Konon dikatakan bahwa saat itu Muhammad dirasuki oleh setan
sehingga muncullah pernyataan pujian terhadap tiga anak perempuan Allah (hlm
152 – 156). Namun otoritas islam berusaha menutupinya, sehingga ketika Salman
Rusdhie membuat novel dengan judul “Ayat-ayat Setan” otoritas islam menyatakan
halal untuk membunuhnya.
06) Halaman 163 – 172
bercerita tentang Isra’ Mi’raj. Ada catatan kritis dari Hazleton bahwa kisah
itu tidaklah nyata, melainkan mimpi atau rekayasa. Bagi Hazelton dalam kisah
tersebut ada ketidak-sesuaian geografis dan kronologis.
07) Untuk pertama kalinya
sejak turunnya wahyu pertama di Gua Hira sebelas tahun sebelumnya, Muhammad
bertindak lebih dari sekedar seorang rasul (atau nabi, pen). Kini
dia juga bertindak sebagai seorang pemimpin, mengemban peran politik yang
selama ini dikhawatirkan oleh musuh-musuhnya di Mekkah. Di usianya yang
memasuki lima puluhan awal, dia berkembang memasuki arena politik dalam misinya
(hlm 181). Terlihat jelas kalau ada ambisi untuk berkuasa dalam diri Muhammad.
Hal ini sudah tertanam dalam dirinya sejak kecil, mengingat masa kecilnya yang
suram.
08) Ada pernyataan Hazelton
yang sedikit keliru. Ia mengatakan bahwa orang Yahudi saat ini akan terkejut
oleh fakta keberadaan suku Yahudi di Arab pada abad VII (hlm 182). Saya menilai
pernyataan ini berlebihan. Justru umat islam modernlah yang bakal terkejut.
09) Ada ulasan singkat tentang
jihad (hlm 207 – 210) dan perang Badar (hlm 211 – 221). Sangat menarik untuk
diketahui.
10) Kerudung atau biasa
disebut jilbab sebenarnya hanya dikhususkan untuk istri-istri Muhammad (hlm
226). Jadi, jika wanita islam dewasa ini memakai jilbab, itu bukan karena
mereka ingin mengikuti gaya istri-istri Muhammad (hlm 320). Karena itu, patut
dipertanyakan ketika kaum muslimah diwajibkan berjilbab.
11) Halaman 232 – 233
bercerita tentang perubahan kiblat, dari sebelumnya mengikuti tradisi Yahudi,
yaitu mengarah ke Yerusalem, menjadi ke Ka’bah. Perlu diketahui bahwa pada saat
perubahan kiblat, Ka’bah masih merupakan tempat suci orang pagan.
12) Sunat perempuan di Mekkah,
praktek yang dipandang Hamzah sebagai praktek zaman kegelapan jahiliyah atau
zaman kebodohan pra-islam (hlm 240). Tampak jelas bahwa sunat perempuan bukan
tradisi islam, tapi kenapa beberapa daerah masih menerapkannya dengan dasar
agama.
13) Pada pengujung usia paruh
baya, Muhammad yang setia menikah begitu lama dengan istri tunggal, kini menikah
berkali-kali (hlm 254). Bukan tidak mungkin hal ini disebabkan karena Muhammad
sudah memiliki kekuasaan. Takhta itu dekat dengan wanita. Dengan
kekuasaan yang ada Muhammad dapat menikah dengan siapa saja yang disukai,
bahkan dengan gadis belia. Aisyah, contohnya. Ia ditunangkan dengan Muhammad
pada usia 6 tahun dan menikah pada usia 9 tahun (hlm 256). Jadi, selisih usia
antara Aisyah dan Muhammad adalah sekitar 50 tahun. Sepantasnya Aisyah itu
berstatus cucu Muhammad. Namun karena nafsu, apapun disikat. Kekuasaan yang
dimilikinya membuat Muhammad dapat melakukan apa saja demi meloloskan
keinginannya, termasuk kebutuhan syahwat.
14) Tentang kehidupan
berkeluarga Muhammad, ada satu skandal yang cukup heboh, yaitu skandal kalung
Aisyah (hlm 257 – 268). Sangat menarik untuk diketahui dan direnungkan.
15) Wahyu post-factum.
Ada banyak wahyu, yang menjadi bagian dari Al-Quran, bersifat post-factum.
Terlihat jelas kalau wahyu ini hanya sekedar pembenaran atas suatu “skandal”.
Misalnya, wahyu yang membela Aisyah atas skandal kalung (hlm 263 – 264). Wahyu
ini berhasil menyelamatkan nyawa Aisyah, padahal Muhammad yang mau
menyelamatkannya serta reputasinya sendiri. Contoh lain adalah wahyu yang
membela tindakan Muhammad yang mengawini Zainab, istri anak angkatnya. Supaya
anak angkatnya tidak marah dan warga menerima tindakan itu, maka dibuatkan
wahyu Al-Quran (hlm 266). Ada juga wahyu yang memberi dispensasi Muhammad
untuk poligami (hlm 267). Karena itu, bisa dipertanyakan, apakah wahyu itu dari
Allah atau karangan Muhammad, demi meloloskan kepentingan pribadinya?
16) Pembantaian sadis terhadap
kaum Yahudi sebagai contoh untuk masa depan (hlm 269 – 283). Dikatakan ada
sekitar 400 – 900 orang Yahudi mati dibantai. Ini bukan saat perang, sehingga
benar-benar menimbulkan gelombang takut ke seluruh Jazirah Arab. Pembantaian
itu dibenarkan dalam Al-Quran. Metode inilah yang dipakai oleh kaum islam
radikal seperti Taliban, Al-Qaeda, ISIS dan Boko Haram.
17)
Soal poligami, sering dikatakan bahwa poligami diizinkan jika suami bisa
berlaku adil. Banyak orang merujuk pada Muhammad. Padahal ketika berpoligami
Muhammad sendiri tidak dapat mewujudkannya sehingga sering muncul kecemburuan
(hlm 265) dan konflik di antara para isteri (hlm 321 – 322).
Catatan
Akhir
Buku Hazelton ini
merupakan cetakan pertama (Juni 2013). Sepertinya tidak ada lagi cetakan baru.
Satu hal yang dapat ditarik dari hal ini adalah bahwa buku ini kurang laris di
pasaran. Umat islam tidak tertarik untuk membelinya. Mungkin soal riwayat
Muhammad mereka sudah pada tahu. Apalagi soal daya tarik buku ini kurang.
Struktur penulisannya kurang menarik.
Karena yang
diurai adalah topik islam dan sudah sesuai dengan kebenaran islam, maka buku
ini kurang laris. Berbeda dengan buku-buku karya Karen Armstrong atau karya Louay
Fatoohi yang menyinggung kekristenan dari sudut islam. Karena bisa dijadikan
“amunisi” untuk menyerang orang Kristen, buku itu laris di pasaran.
Ada satu
keprihatinan kepada umat islam berkaitan dengan buku ini. Karena tidak ada
tanggapan negatif atas buku ini, dapat disimpulkan bahwa isi buku ini sudah
sesuai dengan kebenaran islam. Ini bisa terjadi karena orang hanya membacanya
tanpa bersikap kritis. Namun, ketika sikap kritis itu digunakan, bukan tidak
mungkin buku “Muslim Pertama” ini akan mengalami nasib yang sama dengan buku
“Lima Kota”, yaitu berakhir di pembakaran. Jadi, ketidak-sadaran dan
ketidak-tahuan membuat buku ini luput dari api.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar