Dalam
audensi mingguan, pada 11 Oktober lalu, Paus Fransiskus mengatakan bahwa
orang-orang Kristen tidak boleh pesimis, menyerah atau lemah, dan berpikir
bahwa hidup seperti kereta yang meluncur tak terkendali dan berada di luar kontrol.
Sepanjang sejarah, setiap hari dipandang sebagai hadiah dari Tuhan dan setiap
pagi adalah halaman kosong dimana orang-orang kristiani mulai menulis dengan
karya dan amal yang baik.
Melanjutkan
rangkaian homilinya tentang harapan kristiani, Paus Fransiskus merefleksikan
bacaan dari Injil Lukas, dimana para murid diminta untuk menjadi seperti
pelayan setia yang berjaga-jaga, yang bersiaga untuk menanti tuan mereka
kembali – pada hari Tuhan Yesus akan datang kembali. “Yesus ingin para
pengikutnya berjaga-jaga dan bersiaga, siap untuk menyambut-Nya dengan rasa
syukur dan takjub pada setiap hari baru yang Tuhan berikan kepada kita.”
Meskipun
kita telah diselamatkan oleh penebusan Yesus Kristus, umat Allah masih menunggu
kedatangan-Nya yang kedua dalam kemuliaan saat Dia akan menjadi “semua di
dalam semua.” Tidak ada dalam hidup yang lebih pasti dari itu, bahwa dia akan
datang lagi, ujar Paus Fransiskus.
Namun
saat menunggu ini, tidak ada waktu untuk kebosanan, tetapi untuk kesabaran. Orang
Kristen harus gigih dan memberikan hidup, seperti sumber air yang mengairi
padang pasir. Oleh karena itu, tidak ada yang terjadi dengan sia-sia dan tidak
ada situasi yang benar-benar bertentangan dengan cinta. Tidak ada malam yang
begitu lama sehingga sukacita fajar dilupakan. Padahal, semakin gelap malam,
semakin cepat cahaya akan datang, papar Paus Fransiskus.
Dengan
tetap bersatu dengan Kristus, tidak ada yang bisa menghentikan orang beriman,
bahkan “kedinginan saat-saat sulit tidak akan melumpuhkan kita.” Dan tidak
peduli berapa banyak dunia yang berkhotbah melawan harapan dan mengatakan “hanya
ada awan gelap,” orang-orang Kristen tahu segalanya akan diselamatkan dan “Kristus
akan mengusir godaan untuk berpikir bahwa hidup ini salah.”
“Kita
tidak kehilangan diri kita dalam arus kejadian yang membawa kita ke pesimisme,
seolah-olah sejarah adalah kereta yang tidak terkendali. Pengunduran diri
bukanlah kebajikan Kristen. Sama seperti bukan orang Kristen mengangkat bahu
atau menurunkan kepada sebelum takdir yang tampaknya tak terhindarkan.”
Memiliki
harapan berarti tidak pernah bersikap patuh atau pasif, tetapi menjadi
pembangun harapan yang menuntut keberanian, mengambil resiko dan pengorbanan
pribadi. “Orang yang patuh bukanlah pembangun perdamaian, tapi mereka malas,
mereka ingin merasa nyaman,” pungkas Paus Fransiskus.
sumber:
UCAN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar