Selasa, 21 Juli 2015

Web Keuskupan & Keprihatinanku

INILAH KEPRIHATINANKU
Pada mulanya, ketika dibuat, website keuskupan merupakan website profil. Isi dari website tersebut menampilkan profil keuskupan, seperti sejarah keuskupan, uskup-uskupnya, paroki dan pastornya, lembaga hidup bakti yang berkarya, yayasan dan karya pastoral lainnya, data imamnya, dan masih banyak lainnya. Diharapkan dengan membaca website ini orang sudah memiliki gambaran utuh mengenai keuskupan.
Namun ketika saya masuk mengurus website ini, saya menambah wujud website ini. Ia tidak lagi hanya sebagai website profil, melainkan juga website pewarta.  Saya ingin supaya website ini menjadi media pewartaan. Karena itu, melalui website ini akan disampaikan beberapa informasi, baik informasi seputar peristiwa di keuskupan dan di luarnya, maupun informasi iman.
Berkaitan dengan informasi iman, saya menggagas adanya rubrik renungan. Saya berpikir bahwa ada begitu banyak imam di keuskupan ini. Website ini adalah website keuskupan. Mereka merupakan bagian dari keuskupan. Dengan kata lain, mereka turut bertanggung jawab akan website ini. Karena itu, pastilah mereka bisa menyiapkan sebuah renungan. Satu tujuan tersembunyi saya adalah mencoba membiasakan para imam menulis.
Awalnya saya coba untuk renungan selama sepekan (Minggu sampai Sabtu). Renungan ini akan dibagi ke dalam dua kategori, yaitu renungan harian (Senin – Sabtu), yang akan di-upload hari Minggu sore, dan renungan hari Minggu yang akan di-upload hari Sabtu pagi. Akan tetapi rencana ini buyar karena mendapat kendala. Sebagian besar imam tidak bisa memenuhi tenggang waktu pengumpulan sehingga menggangu proses tampilannya.
Akhirnya saya mengubah menjadi renungan hari Minggu saja. Renungan ini akan di-upload hari Sabtu pagi. Batas akhir pengumpulan adalah hari Kamis, karena besoknya saya akan mengeditnya. Pengeditan ini bertujuan demi keseragaman tampilan.
Apa yang terjadi? Memang sebagian imam mau menerima tawaran saya untuk ambil bagian dalam pewartaan melalui media website ini. Akan tetapi banyak juga imam yang bertindak seperti anak sulung dalam perumpamaan dua anak laki-laki (Matius 21: 28 – 31). Ketika ayah anak itu memintanya untuk bekerja di lading, ia menyanggupinya, tapi ia tidak pergi. Demikian pula, ada imam menyatakan kesediaannya untuk membuat renungan, namun sampai hari H-nya tidak mengumpulkan, meski sudah diingatkan berkali-kali.
Ada juga imam yang bertindak seperti orang-orang yang menolak undangan pesta perjamuan (bdk. Luk 14: 16 – 20). Salah satu contoh, pada hari Senin pagi saya menghubungi seorang rekan imam, meminta kesediaannya untuk mengisi renungan Minggu. Ia menyampaikan permintaan maaf karena tidak bisa. Lantas saya tanya kapan bisanya, ia menjawab, “Ya ga tau.” Terus terang, saya bingung dengan jawaban ini. Dia sama sekali tidak tahu kapan bisa membuat renungan (mulai minggu besok hingga akhir tahun liturgi), padahal setiap minggu ia selalu berkotbah.
Sekedar informasi saja, dari tulisan-tulisan yang di-upload di website, renungan mempunyai ratting cukup tinggi. Pengunjungnya lumayan banyak (rata-rata di atas 100). Ini sebenarnya kesempatan untuk pewartaan. Di samping itu, renungan tersebut dapat membantu rekan imam lain dalam mengolah inspirasi kotbahnya. Dapat dikatakan, dengan membuat renungan di website, seorang imam sudah membagikan apa yang ada padanya kepada orang lain, secara khusus rekan imamnya. Ia telah mewujudkan “imam membantu imam”.
Saya tidak tahu latar belakang rekan imam ini menolak untuk terlibat dalam pewartaan di website keuskupan. Apakah karena tidak ada honor? Ataukah karena sibuk? Mungkinkah mereka tidak merasa bahwa website itu bukan tanggungannya? Atau mereka merasa dunianya hanyalah seputar paroki? Yang jelas hal ini menjadi suatu keprihatinan.
Batam, 17 Juli 2015
by: adrian
Baca juga sharing lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar