Sabtu, 26 Juli 2014

Prabowo Menggugat

Pada pilpres 2014 ini, kita disuguhkan aksi dagelan aneh tapi lucu yang dilakukan Prabowo dan antek-anteknya. Aksi itu adalah pengumuman Prabowo mundur dari proses pilpres (pernyataannya sendiri bermakna ganda) menjelang KPU mengumumkan hasil rekapitulasi. Dikatakan aneh karena proses rekapitulasi belum selesai tapi Prabowo menyatakan mundur; dan kemudian mempermasalahkan proses pilpres, lalu menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi. Rakyat awam tentu akan bertanya, jika memang hendak menggugat ke MK, kenapa musti pakai acara mundur? Karena itulah, tindakan Prabowo dan anteknya ini dinilai lucu. Tak sedikit orang menilai Prabowo kekanak-kanakan.

Apa yang dilakukan Prabowo pada 22 Juli lalu, serta merta menghapus citra sportif dirinya. Awalnya banyak rakyat melihat sosok Prabowo sebagai orang yang sportif dan gentlement, apalagi setelah menyaksikan acara debat calon presiden dimana Prabowo mengakui dan setuju pada program-program Jokowi. Prabowo malah terkesan menyalahkan tim ahlinya yang menyarankan agar dirinya selalu tidak mengakui semua gagasan Jokowi. “Jika program itu baik, saya akan mengakuinya dan mendukung,” demikian kira-kira pernyataan Prabowo, yang lantas diikuti dengan gerakan menyalamai Jokowi. Orang terpesona dengan sikap Prabowo itu; dan orang pun mulai simpatik padanya.

Akan tetapi, tanggal 22 Juli siang, pesona Prabowo yang gentle dan sportif itu langsung luntur. Andai Prabowo tidak melakukan tindakan itu, tentulah rakyat masih simpatik padanya, sekalipun akhirnya ia tetap datang ke MK untuk menyampaikan gugatan. Menjadi pertanyaan kita adalah kenapa Prabowo ngotot tidak mau menerima pengumuman KPU yang menetapkan Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih. Alasan keadilan yang sering disuarakan kiranya bukanlah sebuah alasan yang mendasar, malah terkesan mengada-ada. Lalu, apa alasan mendasarnya?

Ada tiga alasan yang mendasar, membuat Prabowo menolak hasil KPU. Di balik penolakan itu terbersit sebuah fakta bahwa dirinyalah pemenangnya. Artinya, pilpres 2014 dimenangkan pasangan nomor urut 1, Prabowo – Hatta. Pertama, otak Prabowo sudah dipengaruhi oleh hasil quick count 4 lembaga yang memenangkan dirinya, yaitu Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Lembaga Survei Nasional (LSN), Jaringan Suara Indonesia (JSI) dan Indonesia Research Center (IRC). Hasil hitung cepat keempat lembaga ini menjadi dasar bagi Prabowo untuk tetap berharap akan menang.

Besarnya harapan akan menang yang ditunjang hasil hitung cepat tersebut membuat Prabowo kehilangan daya kritisnya. Misalnya, mengapa kepercayaannya pada beberapa lembaga survei yang kredibel seperti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) segera hilang? Padahal lembaga-lembaga survei itu sudah sekian lama bergelut di bidang itu; malah waktu pileg, dua bulan sebelumnya juga, tidak ada masalah. Masalah lain, kenapa Prabowo tidak merasa heran dengan penolakan dua lembaga, yang memenangkannya, untuk diaudit? Penolakan ini menunjukkan ada yang salah dengan hasil survei mereka. Tapi, kenapa Prabowo tetap memilih percaya.

Kedua, ada ketakutan Prabowo dirinya akan diadili terkait kasus penghilangan aktivis ’98 andai dia kalah dalam pilpres. Kasus penghilangan aktivis ’98 sudah jelas muaranya setelah terbongkarnya surat Dewan Kehormatan Perwira. Bukan tidak mungkin akan ada desakan untuk membongkar kembali kasus itu. Dan jika kembali dibongkar, dapat dipastikan akan berakhir di pengadilan; dan ini menjadi ancaman serius bagi dirinya. Karena itulah, dengan segala daya upaya, Prabowo berjuang untuk menggagalkan hasil pengumuman KPU, atau berjuang untuk kembali memenangkan pilpres ini. Dengan mendapatkan kekuasaan, tentulah dirinya aman dari kasus tragedi ’98.

Ketiga, syahwat kekuasaan yang begitu besar di kalangan pendukung Prabowo. Ada beberapa oknum pendukung Prabowo yang begitu bernafsu mendapatkan kekuasaan, sehingga secara halus terus mempengaruhi Prabowo. Nafsu berkuasa yang amat sangat besar ini membuat mereka, tidak hanya kehilangan akal sehat, melainkan juga hati nurani. Mereka tidak lagi memikirkan kepentingan bangsa. Yang dipikirkan hanyalah kepentingan pribadi dan partai yang diatasnamakan kepentingan rakyat dan keadilan.

Demikianlah tiga alasan mendasar kenapa Prabowo menolak hasil pengumuman KPU dan menggugatnya ke MK. Memang apa yang dilakukan Prabowo adalah haknya yang harus dihargai. Akan tetapi, perlu juga disadari bahwa hak Prabowo tidaklah berdiri sendiri, melainkan juga berdampingan dengan hak ratusan juta rakyat Indonesia. Memperjuangkan hak pribadi adalah baik dan wajar. Namun mengabaikan hak pribadi demi kepentingan umum adalah luar biasa. Hanya negarawan dan para ksatria saja yang dapat melakukan hal demikian.
Pangkalpinang, 25 Juli 2014
by: adrian


Baca juga:

5 komentar:

  1. di belakangnya ada makhluk-makhluk haus kekuasaan. Ada PKS, ARB dan Fadli Zon

    BalasHapus
  2. ada orang-orang yang haus kekuasaan di belakangnya

    BalasHapus
  3. Memangan wajib menang. Kalau kalah, Prabowo takut kasus pelanggar HAM-nya diangkat ke ranah hukum; Bakrie takut kasus Lapindo dan pajaknya dimejahijaukan. Sementara PKS, kekalahan menutup peluangnya untuk memperjuangkan syariat islam. Semuanya bukan demi kepentingan bangsa.

    BalasHapus
  4. ada kemungkinan Prabowo menang di MK. Ada 2 alasannya: pertama, ada 2 para normal hadir di MK menjelang kedatangan Prabowo; kedua, ada 2 hakim MK bekas anggota parta pendukung Prabowo (PKS dan PAN)

    BalasHapus