Sejak terpilihnya menjadi Paus ke-266, Paus Fransiskus selalu
menunjukkan pembaharuan. Karena sikapnya ini, maka pada 11 Desember lalu
majalah TIME menganugerahi kepadanya gelar
Person of the Year. Pembaharuan yang
menjadi daya tarik Time adalah
gagasannya soal transparansi keuangan. Transparansi ini mengisyaratkan adanya
korupsi di tubuh Gereja. Akan tetapi selama ini kasus korupsi itu selalu
ditutup-tutupi sehingga Gereja seolah-olah tampil sebagai lembaga yang bersih.
Aksi menutup-nutupi ini sudah menjadi kebiasaan umum yang
berlaku puluhan, bahkan ratusan tahun. Paus Fransiskus tidak mau terikat dengan
kebiasaan tersebut. Beliau melihat bahwa kebiasaan itu adalah buruk. Karena
itu, beliau membongkarnya dengan menegakkan transparansi. Sebuah harapan agar
kebijakan transparansi ini berlaku juga bagi Gereja universal, bukan hanya di
Vatikan. Paus Fransiskus hanya merintis. Selanjutnya Gereja Lokal meneruskan
kebijakan itu di lingkungannya.
Pembaharuan unik lainnya yang dilakukan Paus Fransiskus
adalah tradisi mencuci kaki pada Hari Raya Kamis Putih. Tradisi ini sudah
berlangsung selama berabad-abad. Namun yang biasanya terjadi adalah Paus
mencuci kaki para rasul. Yang termasuk kriteria para rasul ini adalah pria
dewasa, katolik dan orang yang dinilai baik. Hal ini sudah menjadi kebiasaan.
Orang katolik, atau orang lain pada umumnya, tahu bahwa pada malam Kamis Putih,
Paus akan mencuci kaki orang-orang tersebut.
Akan tetapi, sejak Paus Fransiskus terpilih, kriteria para
rasul yang selama ini berlaku tidak dipakai, alias dilanggar. Karena itu, kita bisa melihat bahwa yang berperan
sebagai rasul dalam tradisi pencucian kaki itu adalah orang-orang dari segala
lapisan, baik dari segi umur, status, gender maupun agama; bahkan penjahat pun
masuk kriteria baru. Maka, pada saat Paus Fransiskus melakukan tradisi cuci
kaki pada malam Kamis Putih, kita melihat ada anak kecil (remaja), ada
perempuan, ada penderita disabilitas, ada tahanan, dan ada orang islam. Sungguh
di luar kebiasaan.
Itulah yang terjadi. Paus Fransiskus tidak mau terikat pada
kebiasaan lama, sekalipun kebiasaan lama itu baik. Dengan melakukan hal yang
baru ini, bukan berarti Paus Fransiskus mau mengatakan bahwa kebiasaan lama itu
buruk atau salah. Dengan melakukan hal yang baru ini, Paus Fransiskus bukan mau
menunjukkan pembaharuan ajaran atau tradisi, melainkan pembaharuan sikap dan nilai
baru dari tradisi cuci kaki.
Dengan tradisi pencucian kaki yang baru, Paus Fransiskus mau
memberi nilai baru para tradisi tersebut. Selama ini nilai yang diwartakan
adalah pelayanan (tuan melayani hamba). Namun sekarang nilai barunya adalah keragamanan.
Nilai lama tidak otomatis hilang dengan adanya nilai baru, melainkan
mendapatkan tempat yang baru, yaitu pelayanan dalam dunia yang beragam. Di sini
ada kesan keterbukaan atau penegasan ulang akan makna katolisitas dari Gereja,
di mana Gereja, yang diwakili Paus, melayani semua orang dari segala lapisan
dan golongan. Secara tidak langsung Paus Fransiskus mau menegaskan bahwa Gereja
Katolik bersikap toleran terhadap siapa saja.
Selain memberi nilai baru, tindakan baru Paus Fransiskus itu
mau mengajak umat katolik untuk memiliki sikap yang baru. Pembaharuan sikap
yang paling terlihat adalah sikap tidak terikat dengan kebiasaan lama.
Kebiasaan lama itu selalu mempunyai dua nilai: buruk/salah dan baik/benar.
Terhadap kebiasaan buruk dan salah, mau tidak mau, kita harus mengubahnya.
Bagaimana dengan kebiasaan lama yang baik dan benar? Jika ada yang lebih baik
dan benar, kenapa kebiasaan lama itu harus dipertahankan? Tidak ada salahnya
kita mencoba melakukan perubahan.
Memang tidak semua hal dapat atau harus diubah. Paus
Fransiskus pun tentu akan sadar akan hal itu. Namun untuk kebiasaan buruk dan
salah kita harus melakukan pembaharuan dan perubahan. Berbeda dengan kebiasaan
lama yang baik dan benar. Perubahan yang dilakukan hanyalah pada hal-hal yang
tidak bersifat dogmatis. Artinya, jika diubah tidak akan menimbulkan efek luar
biasa
Untuk bisa melakukan perubahan ini memang dibutuhkan sikap.
Ada orang, yang karena kemapanannya pada kebiasaan lama, merasa takut dengan
perubahan sehingga menolaknya. Bahkan demi kemapanan itu, orang mempertahankan
kebiasaan lama, sekalipun kebiasaan lama itu buruk. Sikap-sikap seperti inilah
yang harus diubah. Paus Fransiskus mengajak kita untuk berani menilai sebuah
kebiasaan dan mencari sesuatu yang lebih baik lagi. Ini seperti yang diajarkan
Yesus supaya kita selalu tampil lebih sempurna, sebagaimana Bapa di surga.
Jadi, dengan melakukan hal baru dalam tradisi cuci kaki pada
malam Kamis Putih, Paus Fransiskus bukan sekedar menampilkan hal baru semata.
Paus Fransiskus mau mengajak umat katolik untuk memiliki sikap pembaharu, sikap
yang tidak terikat pada kebiasaan lama. Paus Fransiskus ingin supaya kita
melihat kebiasaan yang ada dalam diri dan lingkungan kita: jika kebiasaan itu
buruk dan tidak baik maka kita wajib mengubahnya, sebaliknya jika kebiasaan
lama itu baik dan benar maka kita diajak untuk menemukan yang lebih baik dan
lebih benar lagi. Dengan demikian maka kita tergerak untuk melakukan perubahan.
Bandung, 21 April 2014
by: adrian
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar