DIPILIH UNTUK MELAYANI
Para Ibu/Bapak, Suster/Bruder/Frater, Kaum muda, remaja dan
anak-anak yang terkasih dalam Kristus,
1.
Bersama
dengan seluruh Gereja, kita akan memasuki masa Prapaskah pada Hari Rabu Abu,
tanggal 5 Maret yang akan datang. Menjelang masa Prapaskah ini, kita terhenyak
oleh rentetan bencana alam yang datang bertubi-tubi: banjir yang melanda banyak
tempat, letusan gunung-gunung, tanah longsor dan gempa bumi, membuat kita semua
prihatin dan berduka. Semua bencana itu menyisakan kesengsaraan ratusan ribu
orang yang kehilangan sanak saudara, rumah, harta benda dan mata pencaharian. Hati
kita sesak melihat saudara-saudari kita itu harus hidup di tempat-tempat
pengungsian sambil menatap dengan khawatir masa depan mereka. Bencana alam ini
seringkali terkait erat dengan bencana moral seperti keserakahan, korupsi,
kebohongan publik, rekayasa politik kekuasaaan yang pasti tak kalah
mengkhawatirkan dan membahayakan negara dan bangsa.
2.
Sabda
Tuhan pada hari ini berbicara mengenai kekhawatiran. “Janganlah khawatir akan
hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan jangan khawatir pula
akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.” (Mat 6: 25). Bagaimanakah sabda
Tuhan ini kita mengerti? Bukankah hidup kita senantiasa diwarnai dengan
kekhawatiran? Bukankah kekhawatiran itu
merupakan tanda kepedulian kita terhadap persoalan hidup? Para pengungsi
mengkhawatirkan masa depan hidup mereka. Kita pun mengkhawatirkan mereka dan
juga masa depan kita sendiri dan anak-anak kita. Kita khawatir akan kemiskinan
yang semakin meningkat, kejahatan yang merajalela, moralitas yang semakin
rendah. Kita khawatir akan krisis kemanusiaan, krisis kepemimpinan dan
krisis-krisis yang lain, termasuk krisis ekologi yang mengancam lingkungan
hidup kita. Kekhawatiran semacam ini merupakan akibat dari sikap peduli yang
berasal dari Tuhan yang menyentuh hati kita, menggugah keprihatinan dan
mendorong kita untuk melakukan sesuatu.
3.
Lalu
apa yang dimaksud dengan “khawatir” dalam sabda Tuhan hari ini? Pada bagian
awal kutipan dinyatakan bahwa kesetiaan kepada Allah tidak mungkin dipegang
bersamaan dengan kesetiaan kepada Mammon. “Kamu tidak dapat mengabdi kepada
Allah dan kepada Mammon.” (Mat 6: 24). Dengan latar belakang ini kita sampai
pada kesimpulan bahwa kekhawatiran yang dimaksud di dalam sabda Tuhan adalah kekhawatiran yang menggeser kepercayaan kita
kepada Allah dan menggantikannya dengan Mammon, yaitu harta milik, uang. Banyak
orang begitu khawatir akan masa depan mereka sehingga bersikap serakah dengan
mengambil keuntungan setinggi-tingginya dalam usaha, mengumpulkan
sebanyak-banyaknya harta dengan cara apapun, termasuk cara yang tidak terpuji. Kekhawatiran
yang membawa kepada keserakahan mencerminkan ketidakpercayaan kita kepada Allah.
Hidup tidak lagi diabdikan untuk kesejahteraan bersama, tetapi untuk menimbun
harta; orang bekerja bukan untuk hidup, tetapi untuk mengumbar keserakahan yang
adalah berhala (bdk. Ef 5: 5). Kepada orang-orang yang khawatir dan bersikap
serakah semacam ini, Yesus bersabda: “Pandanglah burung-burung di langit, yang
tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung,
namun diberi makan oleh Bapamu yang di surga.” Kekhawatiran yang memicu
keserakahan tidak akan memunculkan kepedulian, tetapi justru akan menumpulkan
kepekaan sosial, membunuh hati nurani dan menjauhkan siapa pun dari Tuhan dan
sesama.
Saudaari-saudara
yang terkasih,
4.
Sejalan
dengan keinginan kita untuk menjalani tahun ini sebagai tahun pelayanan, tema
yang dipilih untuk Aksi Puasa Pembangunan (APP) 2014 pada masa Prapaskah ini
adalah “Dipilih untuk Melayani”. Tema ini bisa dibaca dalam dua konteks.
4.1.
Dalam
konteks Gerejawi, memilih dan melayani adalah dua kata yang amat dekat dengan
jati diri kita sebagai murid-murid Kristus. Seperti halnya para murid Yesus
yang pertama, kita semua adalah pribadi-pribadi yang terpanggil dan terpilih
(bdk. Mat 4: 18 – 22). Kita tidak pernah boleh mengatakan, “Kebetulan saya juga katolik.” Keyakinan bahwa kita adalah
pribadi-pribadi yang dipilih dan dipanggil seharusnya membuat kita menjadi
warga Gereja yang bangga dengan jati diri kita sebagai murid-murid Kristus.
Sementara itu, kita juga sadar bahwa kita dipanggil dan dipilih tidak demi
kepentingan diri kita sendiri, melainkan untuk mengikuti Yesus yang datang
bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberi hidup demi
sesama, demi kebaikan bersama (bdk. Mat 20: 28). Semoga pesan-pesan iman yang
disampaikan lewat tema APP 2014 ini mendorong kita semua untuk “khawatir” dalam
arti positif, untuk mengasah suara hati dan mengembangkan kepedulian sosial
yang berbuah dalam bentuk-bentuk pelayanan yang semakin kreatif.
4.2.
Dalam
konteks tahun politik, tema itu dikaitkan dengan Pemilu Legislatif dan Pemilu
Presiden-Wakil Presiden yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 ini. Diharapkan semua
umat katolik menggunakan hak pilihnya sebagai bentuk tanggung jawab sebagai
warga negara yang baik. Kita memilih dengan cerdas dan menurut suara hati
calon-calon yang jelas akan melayani kepentingan atau kebaikan bersama, bukan
yang lain. Semoga mereka yang akan terpilih tidak menggantikan Pancasila dengan
Mammon. Semoga mereka terdorong oleh kekhawatiran yang melahirkan kepedulian
dan kemurahan hati, bukan kekhawatiran yang melahirkan keserakahan.
4.3.
Sementara
itu, kita perlu yakin juga bahwa status kita sebagai warga negara Indonesia
adalah juga pilihan dan panggilan. Keyakinan ini akan mendorong kita semua
untuk semakin menyadari bahwa kita merupakan bagian dari suatu Bangsa dan
Negara, yaitu Indonesia. Kita hidup di alam Indonesia sebagai satu bangsa,
menggunakan satu bahasa pemersatu walaupun kita berbeda satu sama lain. Sebagai
bangsa, kita dipersatukan oleh sejarah yang sama di masa lampau dan cita-cita
yang sama mengenai masa depan. Kita juga tahu bahwa cita-cita bangsa Indonesia
termuat dalam kelima sila Pancasila. Oleh karena itu, setiap bentuk kegiatan
atau pelayanan untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila yang amat mulia dan
luhur, pastilah juga merupakan bentuk perwujudan iman kita.
5.
Untuk
memperkaya bekal kita memasuki masa Prapaskah, kita juga ingin belajar dari
pesan Paus Fransiskus untuk Masa Prapaskah ini. Judul pesan Paus adalah “Ia
telah menjadi miskin supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (bdk.
2Kor 8: 9). Ini adalah landasan rohani yang disampaikan oleh Rasul Paulus
kepada jemaat di Korintus agar mereka murah hati dalam membantu saudari-saudara
mereka di Gereja Induk Yerusalem yang membutuhkan bantuan karena mereka miskin.
Menurut Paus, selain kemiskinan material,
berkembang juga pada jaman kita ini kemiskinan
moral dan kemiskinan spiritual. Miskin
material berarti tidak terpenuhinya hak-hak dan kebutuhan dasar manusia. Miskin
moral berarti menjadi budak dosa. Miskin spiritual berarti meninggalkan Allah
dan mengabdi Mammon serta kawan-kawannya. Dalam ketiga lapangan kemiskinan itu,
kita diundang untuk menjadi “hamba-hamba Kristus dan pengurus rahasia Allah”
(1Kor 4: 1), artinya menjadi saksi-saksi kekayaan Kristus yang seluruh
hidup-Nya dijalani demi keselamatan manusia seutuhnya dan kemuliaan Allah.
6.
Akhirnya,
bersama-sama dengan para imam dan semua pelayan umat, saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada Ibu/Bapak/Suster/Bruder/Frater/Kaum Muda/Remaja dan Anak-anak
sekalian, yang dengan peran berbeda-beda telah ikut mengemban tanggung jawab
sejarah Keuskupan Agung Jakarta. Para perintis dan pendahulu kita telah menulis
sejarah – artinya meletakkan dasar dan mengembangkan – keuskupan kita tercinta
ini menjadi seperti sekarang ini. Sekarang kitalah yang mesti mengemban
tanggung jawab sejarah itu. Marilah berbagai pelayanan sederhana yang kita
lakukan dan prakasrsa-prakarsa kreatif yang kita usahakan, kita hayati sebagai
wujud pelayanan dan pertobatan kita yang terus menerus, khususnya di masa
Prapaskah ini. Salam dan Berkat Tuhan untu Anda sekalian, keluarga-keluarga dan
komunitas Anda.
+ I. Suharyo
Uskup Keuskupan Agung
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar