SANTO FRANSISKUS
XAVERIUS, PENGAKU IMAN
Francesco
de Yassu Javier lahir di istana Xavier di Navarra, bagian utara Spanyol pada
tanggal 7 April 1506. Orangtuanya seorang bangsawan kaya raya. Pendidikan
dasarnya berlangsung di Navarra dan kemudian dilanjutkan di Universitas Paris
pada usia 19/20 tahun. Di Paris ia selalu bergaul dengan orang-orang terpelajar
dan terkemuka. Salah seorang teman pergaulan dan sahabatnya ialah Ignasius
Loyola. Ignasius mempunyai pengaruh besar terhadap jalan hidup Fransiskus di
kemudian hari sebagai seorang misionaris besar dalam sejarah Gereja. Pertanyaan
dasar yang membuka lembaran hidupnya yang baru ialah: "Apa gunanya
seseorang memperoleh seluruh dunia, namun kehilangan jiwanya?" Pertanyaan
ini sungguh mempengaruhi sikapnya yang mengilhami jalan hidupnya sehingga ia
berani mengabdikan seluruh hidupnya sebagai seorang Abdi Allah bagi penyebaran
Injil dan pembangunan Kerajaan Allah di dunia.
Bersama
Ignasius Loyola dan lima rekannya yang lain, termasuk Petrus Faber, Fransiskus
mengikrarkan kaulnya pada tanggal 15 Agustus 1534 di gereja Montmatre. Upacara
pengikraran kaul ini menandai awal berdirinya Serikat Yesus yang secara resmi
direstui oleh Paus Paulus III (1534-1549) pada tahun 1540. Selain kaul
kemiskinan dan kemurnian hidup, mereka juga berjanji untuk membantu Paus dalam
usaha memberantas berbagai ajaran sesat dan menyebarluaskan iman Kristen.
Fransiskus ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 24 Juni 1537. Setahun
kemudian, ia berangkat ke Roma dan bersama Ignasius, ia menyelesaikan berbagai
urusan yang berkaitan dengan pendirian Serikat Yesus dan misinya.
Pada
tanggal 16 Maret 1540, Xaverius meninggalkan rekan-rekannya di Roma dan
berangkat ke Portugal untuk memenuhi undangan Raja Yohanes III, yang meminta
imam-imam Yesuit untuk mewartakan Injil di wilayah jajahan Portugis di India.
Bersama dua rekannya dari Portugis, Fransiskus memulai perjalanan yang sulit
itu pada tanggal 7 April 1541. Mereka tiba di Goa, India pada tanggal 6 Mei
1542 dan mulai berkarya di India Selatan dan Sri Langka.
Karyanya
di Goa diberkati dengan keberhasilan yang gemilang. Dengan cara pewartaannya
yang menarik dan kesalehan hidupnya, ia berhasil menawan hati banyak orang dan
mempermandikan mereka menjadi pengikut-pengikut Kristus. Ia dengan berani
membela orang-orang pribumi yang menderita karena tingkah penguasa sebangsa
maupun penguasa kolonial yang korup sambil mengajari mereka ajaran-ajaran
Kristen yang mengutamakan cinta kasih. Dalam sebuah suratnya kepada Ignasius
pada tanggal15 Januari 1544, ia menulis: "Lenganku sering terasa sangat letih
dan sakit karena membaptis begitu banyak orang dan mengajari mereka
kewajiban-kewajiban iman Kristiani dalam bahasa mereka." Pada tahun
berikutnya, sekitar tanggal 27 Januari, ia mengabarkan lagi ke Roma bahwa ia
sudah mempermandikan kurang-lebih 10.000 orang dalam waktu satu bulan.
Diceritakannya pula tentang kecintaan mereka padanya karena perbuatan-perbuatan
baik dan ajaib yang dilakukannya di tengah-tengah mereka.
Selama
tiga tahun (1542-1545), Fransiskus Xaverius mewartakan Injil di pantai Barat India.
Semua perbuatannya yang agung itu terdengar juga hingga ke Malaka. Oleh karena
itu, pada musim semi tahun 1545, ia tiba di Malaka dan mewartakan Injil di
sana. Selama berada di sana ia memanfaatkan waktunya untuk membina akhlak dan
hidup perkawinan penduduk Malaka yang sangat merosot karena kekayaan yang
berlimpahruah. Ia rajin berkotbah dan mengajar orang-orang yang sudah lama
tidak memperhatikan kebutuhan rohaninya. Demi keberhasilan karyanya ia dengan
tekun mempelajari bahasa Melayu dan menerjemahkan ajaran-ajaran Kristen dan
doa-doa dalam bahasa Melayu.
Awal
tahun 1546, ia berlayar dengan kapal dagang ke gugusan kepulauan di Indonesia
bagian timur, terutama di Maluku. Ia mencatat: "Para pelaut menyita
seluruh waktuku dari pagi hingga malam: terus menerus mendengarkan pengakuan
dosa, mengunjungi orang sakit, memberikan sakramen-sakramen dan penghiburan
rohani kepada mereka yang akan meninggal dan sering pula berkotbah. Selama masa
puasa saya kerjakan itu . . . Pulau Ambon banyak penduduknya, di antaranya
tujuh desa yang beragama Kristen. Begitu tiba, saya mengunjungi desa-desa itu
dan memberikan Sakramen Permandian kepada anak-anak yang belum menerimanya.
Kira-kira 390 mil dari situ terdapat suatu negeri, Pantai Moro namanya. Konon,
di sana banyak orang Kristen yang sama sekali belum mendapatkan pelajaran
agama. Saya akan pergi ke sana secepatnya. Saya menulis laporan ini supaya kamu
tahu, betapa kamu dibutuhkan di sini. Memang saya sadar, bahwa kamu diperlukan
di India juga, tetapi pulau-pulau ini sangat membutuhkan pertolongan yang lebih
besar lagi." Fransiskus mempermandikan kira-kira 1000 orang Ambon dan
mempersiapkan kedatangan imam-imam baru. Lalu ia menuju ke Ternate pada bulan
Juli 1546.
Setiap
pagi Fransiskus berkotbah kepada saudagar-saudagar Portugis, yang seluruh
pikirannya dijejali dengan urusan-urusan perdagangan rempah-rempah dan wanita.
Malam hari ia mengumpulkan orang-orang berbahasa Melayu, melatih mereka
baik-baik untuk mengerti dan menghafalkan doa-doa serta menyanyikan
cerita-cerita Kitab Suci. Tentang hasil jerih-payahnya, ia meriulis:
"Syukur kepada Allah! Di Ternate ini sudah menjadi kebiasaan, anak lelaki
di jalan-jalan dan anak perempuan di rumah, para buruh di perkebunan dan
nelayan-nelayan di laut, siang-malam menyanyikan lagu-lagu suci, bukan lagi
nyanyian-nyanyian kotor. Mereka senang menyanyikan lagu Aku Percaya, Bapa Kami,
Salam Maria, Sepuluh Perintah Allah, Perbuatan-perbuatan Belaskasih, Pengakuan
Dosa Umum serta banyak lagu dan doa sejenis. Mereka itu, baik yang baru bertobat
maupun yang masih kafir, menyanyi dalam bahasa mereka sendiri. Syukur kepada
Allah bahwa saya dengan cepat disukai, baik oleh orang Portugis di pulau ini
maupun oleh orang pribumi yang beragama Kristen dan yang bukan!" Setelah
Fransiskus mengatur kedatangan pengganti-penggantinya, ia kembali ke Malaka
untuk selanjutnya pergi ke Jepang.
Tentang
rencana kerasulannya di Jepang ia menulis kepada Ignasius: "Iman kita
harus diwartakan kepada orang-orang Jepang, sebab mereka mempunyai hasrat dan
kerinduan yang besar untuk mendengarkan warta Injil dan menjadi Kristen."
Pada tanggal 14 Juni 1549, Fransiskus berlayar ke Jepang ditemani oleh Pater
Cosmas de Torres, Bruder Juan Fernandez, Anger, seorang Jepang yang sudah
bertobat dan dua orang lainnya. Mereka tiba di Kagoshima, Kyushu pada tanggal
15 Agustus 1549. Mula-mula mereka berusaha mempelajari bahasa Jepang dan
menerjemahkan ajaran-ajaran Kristen ke dalam bahasa daerah setempat. Dari
Kagoshima, pada bulan Agustus 1550 Fransiskus bersama kawan-kawannya berlayar
ke Honshu, pulau terbesar dari gugusan kepulauan Jepang. Orang-orang Jepang
menyambut baik mereka dan sangat antusias mendengarkan pewartaan Injil. Mereka
tertarik sekali dengan ajaran-ajaran Kristen yang disampaikan dengan penuh rasa
hormat dan keberanian.
Satu
setengah tahun di Jepang penuh dengan kerja keras. Kecemburuan dan perlawanan
dari rahib-rahib Budha sangat gencar namun semuanya dapat diatasi. Pada tahun
1552 Xaverius didesak untuk kembali ke India guna menyelesaikan masalah-masalah
administratif yang timbul selama ia tidak ada. Pater Torres dan Bruder
Fernandez menetap di Jepang untuk melanjutkan karya misi di sana. Setelah
menyelesaikan masalah-masalah Yesuit di India, Xaverius mengalihkan
perhatiannya ke Tiongkok, sebuah negara besar yang pada waktu itu tertutup bagi
orang-orang asing. Pada bulan April 1552, ia berlayar menuju Cina dengan sebuah
kapal Portugis dan didaratkan di pulau Sanchian, di depan muara sungai
Chukiang. Di sana ia menunggu jemputan perahu yang bersedia menyelundupkannya
ke daratan Tiongkok. Tetapi ia tiba-tiba jatuh sakit dan dalam waktu dua minggu
ia menghembuskan nafas terakhir di sebuah gubug, ditemani hanya oleh seorang
pemuda Tionghoa yang telah menemani dia dari Goa. Fransiskus meninggal dunia di
Sanchian pada tanggal 3 Desember 1552.
Fransiskus
Xaverius adalah seorang sahabat bagi semua orang. Ia sangat energik dan
menarik, rendah hati dan penuh pengabdian. Sebagai seorang pendekar karya misi,
ia mendirikan pusat-pusat katekumenat dan sekolah-sekolah, dan berusaha mendidik
imam-imam pribumi di setiap tempat yang ia kunjungi. Demi keberhasilan karyanya
ia dengan tekun mempelajari bahasa daerah.
Pastor
Ludwig, sejarawan Gereja yang terkenal, menjuluki Fransiskus Xaverius sebagai
seorang "Misionaris Perintis Agama Salib" di Asia dan misionaris
terbesar semenjak Santo Paulus. Dengan semangat heroiknya, ia mewartakan Injil
kepada bangsa-bangsa Asia sambil tetap mengingatkan Gereja akan panggilannya
untuk mewartakan Sabda Allah kepada semua bangsa. Pada tahun 1622 ia dinyatakan
'kudus' oleh Paus Gregorius XV (1621-1623). Karena teladan hidupnya, Paus Pius
X (1903-1914) mengangkat dia sebagai pelindung utama karya misi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar