TONGGAK-TONGGAK PERJUANGAN
DAN PERAN ORANG MUDA KATOLIK DALAM BERBANGSA
Pengantar
Para Uskup Indonesia
yang bersatu dalam KWI setuju diadakan “Indonesian
Youth Day”, suatu pekan perjumpaan Orang Muda Katolik (OMK) pada tanggal
20-26 Oktober 2012 di Sanggau, Kalimantan Barat. Tema pokoknya ialah ”Berakar
dan Dibangun, dalam Yesus Kristus, Berteguh dalam Iman” dengan sub tema ”Makin
Beriman, Makin Mengindonesia”. Momentum ini diharapkan akan menjadi dorongan
bagi pembinaan orang muda Katolik zaman ini. IYD menjadi semacam ”membangunkan”
kesadaran di antara OMK dan para pembina OMK serta Gereja Katolik Indonesia
akan perannya dalam sejarah keselamatan Allah di Indonesia. Paparan ini akan
menampilkan tonggak-tonggak perjuangan tersebut, dan semoga memberi inspirasi.
Tonggak-Tonggak Sejarah
Awal 1900-an
Para Misionaris Katolik dari berbagai ordo dan kongregasi
makin mantap berkarya mewartakan Injil di nusantara (Hindia Belanda) dengan
membuka karya pendidikan dan pelayanan kesehatan serta pengajaran iman Katolik.
Rm Van Lith mendirikan HIK (Sekolah Guru Katolik) di Muntilan untuk mendidik orang-orang muda sebagai guru bagi bangsanya. Lahirlah generasi pertama intelektual Katolik Indonesia. Frans Seda (1926-2009) adalah generasi terakhir yang langsung dididik Rm. Van Lith.
Tahun 1923
Agustus, 30 orang guru muda berusia 22-23 tahun alumni
sekolah guru mendirikan Perkumpulan Katolik untuk aksi politik bagi orang-org
Jawa. Jumlah orang di Jawa saat itu sekitar 10.000 orang.
Tahun 1925
Februari, berdiri Perkumpulan Politik Katolik Jawa.
Tahun 1930
Organisasi politik umat Katolik yang dimotori orang-orang
muda bersatu dalam Persatuan Politik Katolik Indonesia. Ada 41 cabang di
seluruh Indonesia.
Tahun 1930 – 1949
Ada banyak sekali komunitas kaum muda Katolik, mulai dari
Muda Katolik, Muda Wanita Katolik, Pandu Katolik, misdinar, hingga
kelompok-kelompok olahraga gereja.
15 November 1945
15 November 1945
Lahir AMKRI, Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia
Tahun 1948 – 1950
Kasimo Plan, IJ Kasimo, Menteri Muda Kemakmuran, Ketua Partai
Katolik, meluncurkan program tiga tahun untuk peningkatan produksi pertanian
Tahun 1949
7 – 12 Desember, dilaksanakan Kongres Umat Katolik Seluruh
Indonesia. Terjadi penyatuan semua ormas Katolik ke dalam satu organisasi
tunggal untuk tiap satu kelompok umat. Partai Katolik menjadi partai
satu-satunya bagi umat katolik Indonesia. Muda Katolik Indonesia muncul menggantikan
AMKRI sebagai satu-satunya organisasi untuk kaum muda, tetapi Pandu Katolik
masih dipertahankan.
Kelompok Muda Katolik Indonesia semula berorientasi ke dalam paroki, seperti Mudika saat ini, tetapi juga terlibat dalam forum pemuda nasional dan regional.
Desember 1949
Pemuda Munajat, pemuda Katolik, menjadi satu-satunya utusan
organisasi pemuda yang ikut dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda,
ia mewakili Mgr Sugiyopranata, SJ, yang memegang peran kunci dalam lobby
politik di negeri Belanda melalui partai Katolik Belanda di parlemen.
Tahun 1950-an
Gerakan Pancasila dirintis. Gerakan ini inisiatif dari Mgr.
Soegijapranata sebagai counter
dominasi ideologi pada kehidupan masyarakat (dikemudian hari pola ini dipakai
untuk membuat sekber Golkar). Gerakan Pancasila terdiri dari berbagai
organisasi (nelayan, petani, paramedik, usahawan) yang masing-masing otonom dan
diikat oleh adanya penasihat susila. Penasihat susila ini adalah ‘pasukan
khusus’ Soegijapranata dan terdiri dari pastor-pastor muda: Kadarman, Dikjstra,
Daniels, Beek, belakangan Melchers dan Albrecht juga.
Gerakan Pancasila dalam perkembangannya bertransformasi menjadi beragam organisasi termasuk Bina Swadaya dan CU. Para penasihat susila mengembangkan lembaga sesuai minatnya. Kadarman mendirikan PPM dan mendorong Atma Jaya dan Bhumiksara, Daniels membangun Sanggar Pratiwi dan Kompas, Dikjstra bergerak di pedesaan dengan membangun Bina Swadaya dan Bina Desa, Beek dengan CSIS, Melchers meneruskan Purba Danarta yang ditinggal Dikjstra, Albrecht mengembangkan CU dan terakhir berkarya di Timtim.
Tahun 1955
Karena situasi politik MKI merubah orientasi dari dalam ke
luar, ke bentuk-bentuk kegiatan sosial kemasyarakatan.
Tahun 1960
Pada bulan Juli, kelompok Muda Katolik Indonesia dalam
kongres di Solo berubah menjadi Pemuda Katolik atas usul Munajat.
Tahun 1960-an
Pater Beek merintis kaderisasi politik KASBUL untuk
mahasiswa/intelektual muda Katolik untuk menghasilkan kader-kader yang militan.
Generasi ini memunculkan tokoh-tokoh politik Katolik seperti JB. Sumarlin,
Cosmas Batubara, Harry Tjan Silalahi, Wanandi bersaudara, dan lain-lain.
Tahun 1965
Melawan komunisme, Pemuda Katolik dan PMKRI memegang peran
kunci dalam pergerakan pemuda. PMKRI di kota besar dan di lingkaran kekuasaan,
PK di desa-desa dan kota kecil, di lingkaran massa. PMKRI bersama HMI menjadi leader dalam KAMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia), Pemuda Katolik dan ISKI (Ikatan Siswa Katolik Indonesia)
kader dalam KASI (Kesatuan Aksi Siswa Indonesia), sementara Partai Katolik
menggalang Front Pancasila, dan WKRI memimpin Kesatuan Aksi Wanita Indonesia.
Untuk membendung komunisme dengan dukungan hirarkhi para tokoh katolik
membentuk Front Katolik Tanpa Lubang.
Tahun 1973
Muncul UU Kepartaian. Partai Katolik sebagai payung bersama
peran sosial politik kemasyarakatan umat Katolik pun hilang melebur ke dalam
Partai Demokrasi Indonesia. Akibatnya kerangka sistem peran sosial politik
Katolik Indonesia yang dibangun dalam KUKSI 1949 pun runtuh.
Tahun 1974
Peran sosial politik kaum muda Katolik masih sangat terasa di
tanah air, ini nampak dalam Kongres KNPI pertama 27 Okt 1974, PMKRI dan Pemuda
Katolik menjadi delegasi yang mewakili hampir 50 % delegasi KNPI propinsi/kabupaten
dari seluruh Indonesia. Setelah itu mulai terjadi penurunan dinamika dengan
cepat.
1970 – 1980-an : SPIRITUALITAS
Bentuk-bentuk pendampingan seperti Choice, Karismatik,
Anthiokhia mulai bermunculan. Di Bandung Gereja
Mahasiswa mulai dirintis. Berlangsung Retret Nasional sebanyak 5 angkatan (
’75, ’76, ’77, ’78, 80) dipsonsori oleh Romo Dahler. Gladi Rohani lahir dari
gerakan para alumni Retnas. Pendekatan CIVITA KAJ mulai muncul dan membentuk
trend baru pendampingan yang berorientasi spiritualitas dan pengembangan
karakter, dengan satu pertanyaan kunci WHO
AM I. Muncul pula KASIS (Kaderisasi Basis). Di UGM muncul Misa Kampus
dengan motor-motor seperti Hani Handoko dkk.
Tahun 1985
Karena situasi internal pendampingan kaum muda yang makin
lemah serta munculnya UU Keormasan (dalam kerangka depolitisasi Orde Baru) yang
melarang ormas ada dalam lingkungan tempat ibadat, diputuskan PMKRI dan PEMUDA
KATOLIK terlepas dari struktur teritorial gereja (paroki) dan mengikuti
struktur adminstratif negara (desa, kecamatan, kota, kabupaten, dst), serta
keduanya berfungsi mengisi peran eksternal gereja (sosial politik), sementara
itu sebagai gantinya dibentuklah Mudika untuk kaum muda teritorial, dan KMK
(Keluarga Mahasiswa Katolik) untuk mahasiswa/kategorial. Akibatnya PEMUDA KATOLIK
dan PKMRI kehilangan basis massa kader, sementara KMK dan Mudika kehilangan
kesadaran kritis dan tanggung jawab sosialnya, terbenam ke dalam dirinya
sendiri.
1980 – 1990-an : KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL
1980 – 1990-an : KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL
Era pola kaderisasi lama berlalu, dari orientasi politik
kekuasaan (power) menjadi politik
kemanusiaan (pro KLMT). Muncul kelompok-kelompok Katolik muda yang sangat
beragam sifatnya, non-hirarkhis, serta berorientasi sosial politik
kemasyarakatan. Di Yogya muncul VDC (Volunteer
Development Corps), VSSC (Virtus
Sociale Study Club), dan SOLID. Model-model live-in, teater rakyat, kelompok diskusi, bahkan pandampingan desa
bermunculan. Gemakarya juga muncul (di akhir ’90-an berubah menjadi LSM Cakra
Indonesia. Berkembang ITRY (Institut Teater Rakyat Yogyakarta). Peran para
frater Jesuit dengan proyek sosial mereka sangat berpengaruh. Gerakan sosial
kaum muda Katolik masa ini sangat terinspirasi Teologi Pembebasan. Gerakan Romo
Mangun dan karya-karyanya menyemangati banyak orang. Di solo Komunitas seperti
Keping (Kelompok Pinggiran) juga tumbuh. Selain itu komunitas yang lebih rohani
seperti bengkel Rohani, Bahtera Rohani, Jarkom Pelajar Katolik untuk pertama
kali muncul. Dua simpul seni yang dimotori orang muda Katolik muncul di
Yogyakarta: teater Introspeksi di Kotabaru oleh Landung Simatupang, Lono
Simatupang, Nasarius Sudaryono di Utara, dan teater Gandrik di Yogya Selatan.
Komisi Kepemudaan KWI menekankan pola pembinaan yang mencakup Spiritualitas, Kepribadian, Kepemimpinan, Organisasi, Kemasyarakatan, dan Profesionalitas (”Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda, 1995”) dengan membuat ”Training for Trainers”, pemberdayaan pemuda desa, dan program penguatan jaringan OMK Teritorial Keuskupan.
Tahun 1998
Peristiwa Reformasi, peran kaum muda Katolik ada tetapi
bersifat personal, bukan hasil pendekatan pendampingan yang tertata, tetapi
hasil pencarian individual. Tetapi dua gerakan yang dimotori mahasiswa di dua
kampus Katolik di Yogyakarta muncul memegang peran penting dalam gerakan Mei
1998 di Yogyakarta : FAMPERA di Atmajaya dan SOMASI dari USD.
Generasi 2000
Komersialisasi dan pencabutan subsidi pendidikan oleh negara
dan tekanan ekonomi menjadikan tekanan studi serta orientasi kerja sangat
menonjol, kesadaran dan kerinduan organisasi melemah luar biasa. Di sisi lain,
sejak remaja kebudayaan populer yang serba gemerlap, penuh mimpi terus-menerus
dijejalkan melalui media massa dan teknologi, ini melahirkan generasi yang
cenderung hedonis dan individualis.
Model pelatihan KASBUL berganti menjadi Madha. Model-model komunitas pemerhati kaderisasi bermunculan dan berlangsung di banyak tempat, ada yang lokal ada yang jaringan. ANV dan Justice and Peace merambah kaum muda. Model-model pendampingan kaum muda terkait spiritualitas juga menguat (Karismatik, KTM/Komunitas Tritunggal Mahakudus). Komunitas Sant Egidio menggabungkan gerakan doa dengan karya langsung di tengah masyarakat. Gladhi mahasiswa kembali bergerak melalui pelatihan CBT (Character Building Training).
Dalam ranah spiritualitas dan pengetahuan iman, beberapa OMK
aktif merefleksikan ”teologi tubuh”, serta kelompok peminat misa tradisional
berbahasa Latin yang berkembang di antara para penggerak koor.
Apa yang kita pelajari ?
Dari sejarah tersebut, tekanan peran OMK dan metode pembinaan
tampak mengalir mengikuti keadaan bangsa dan negara.
Sejarah menunjukkan hal-hal berikut :
Awam yang kuat :
Dinamika Gereja Katolik yang sangat hidup di tahun 1950 – 1970-an
ditandai oleh kuatnya peran awam dalam gereja. Sesuatu yang sejak jaman Van
Lith melalui sosok Barnabas Sarikrama telah menunjukkan peran sangat
signifikan. Maka ini pula yang mendorong Van Lith untuk membangun lapis demi
lapis generasi awam Katolik yang cerdas, mendalam dalam spiritualitas, serta
kuat dalam karakter. Elemen militansi dan kuat dalam berorganisasi kemudian
ditambahkan oleh Pater Beek di tahun 1960-an, sementara aspek keterlibatan akar
rumput telah lebih dulu dibangun Pater Djikstra di tahun 1950-an.
Dukungan hirarkhi yang kuat
Adanya dukungan sinergis dari hirarkhi mulai dari paroki
hingga tingkat nasional. Ini karena ada saling kebutuhan yang sangat kuat
merajut keduanya, peran awam menjadi sangat penting saat hirarkhi gereja masih
dalam tahap-tahap pembentukan dan pematangannya, sementara awam merasakan peran
hirarkhi menjadi kunci untuk mengembangkan dirinya, karena notabene hirarkhi memiliki jaringan kelembagaan yang luas di
tingkat internasional.
Visi bersama yang menggerakkan segala sesuatu
Visi yang kuat mampu menyatukan seluruh energi awam dan
hirarkhi ke dalam satu barisan pendampingan dan kaderisasi kaum muda yang
sangat tertata. Yang pertama semangat anti komunisme, yang kedua mempengaruhi
kekuasaan. Walaupun visi tersebut terasa kurang tepat di saat ini, dan
melahirkan banyak luka sejarah (pembantaian terhadap PKI di tahun 1965 dan
represi terhadap saudara kita beragama Muslim di tahun 1970 – 1980-an), tetapi
adanya kepentingan tunggal yang mengkonsolidasikan seluruh gereja sangat
penting dalam membangun kaum muda Katolik yang praktis, kritis dan,
transformatif.
Spiritualitas yang utuh dan mendalam
Kalau gereja sekarang seakan-akan berorientasi pada aspek
liturgis semata, Gereja Katolik Indonesia pada periode-periode perintisannya
hingga tahun 1970-an sangat berorientasi pada formatio umatnya. Ini terasa mulai dari pendekatan pendidikan Van
Lith hingga pola-pola kaderisasi berjenjang yang sangat rapi dalam gereja. Dari
sinilah muncul spiritualitas yang utuh dan mendalam yang mewarnai
generasi-generasi awal umat Katolik Indonesia, dengan wataknya yang khas:
religius, sederhana, sabar, telaten, daya tahan, cerdas, bisa dipercaya, serta
organisator ulung.
Dari politik kekuasaan menjadi politik kemanusiaan :
Gerakan politik Katolik lama adalah politik kekuasaan.
Akibatnya umat yang beragama lain merasa tersisihkan, tidak mendapat ruang
dalam politik nasional. Ini melahirkan kebencian yang masih sangat membekas
sampai sekarang. Sejak periode 1980 – 1990-an gerakan kembali pada orientasi
panggilan kemanusiaan kembali muncul dalam Gereja Katolik Indonesia. Dari
politik mendekati dan menguasai kekuasaan menjadi politik kemanusiaan
sebagaimana diteladankan oleh beberapa tokoh seperti mendiang Romo Mangunwijaya
(1929 - 1999).
Indonesian Youth Day: Membuka Kesadaran
Pasca Reformasi, Indonesia menghadapi proses demokratisasi
dan usaha ”pemakmuran bersama” dengan berbagai jalan di ranah hukum, politik,
budaya, ekonomi dan penegakan martabat manusia. Namun kita tahu, bahwa kondisi
yang memprihatinkan tetap berkecamuk. Gereja dan orang muda Katolik berada di
tengah realitas kemiskinan, pluralitas agama dan budaya, situasi perusakan
lingkungan hidup, korupsi, kekerasan. Di tengah kondisi ini, Umat Katolik yang
berjumlah 3 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 7 setengah juta jiwa
dengan jumlah OMK mencapai 60 persennya atau sekitar 4 juta jiwa merupakan
kekuatan yang tidak bisa diabaikan untuk menyumbangkan kesaksian hidup akan
karya keselamatan di bumi nusantara. Momentum Indonesian Youth Day 2012 semoga menjadi pemicu bagi kita untuk berpikir dan
bertindak. Apa yang bisa dibuat oleh OMK dari Sabang sampai Merauke, dari
Miangas sampai Pulau Rote demi Gereja yang makin bermakna dan Indonesia yang
makin bermartabat?
Semoga Seminar ini menghasilkan ilham yang mendorong kita semua untuk makin mengasihi Allah dalam Gereja dan mewujudkan kasih itu di antara sesama di sekitar kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar