PESAN PASTORAL SIDANG KWI 2012
TENTANG EKOPASTORAL
“Keterlibatan Gereja dalam melestarikan
keutuhan ciptaan”
Pendahuluan
1. ” Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk
diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari tanah” (Mzm. 104:14). Yang dikutip untuk mengawali Pesan Pastoral ini
adalah Mazmur Pujian atas keagungan Tuhan yang tampak dalam segala ciptaan-Nya.
Pujian itu mengandung kesadaran iman pemazmur akan tanggungjawab dan panggilannya untuk menjaga dan melestarikan
keutuhan ciptaan, dengan mengusahakan keselarasan dan perkembangan seluruh
ciptaan (Kej 2:15). Inilah kesadaran Gereja juga. Sadar akan
pentingnya tanggungjawab dan panggilan tersebut, para
Uskup yang tergabung dalam Konferensi Waligereja Indonesia menyampaikan Pesan Pastoral sebagai buah dari sidang
yang diselenggarakan pada tanggal 5 – 15 November 2012.
Kondisi
yang memprihatinkan
2. Alam semesta
dan manusia sama-sama diciptakan oleh Allah karena kasih-Nya, sehingga manusia tidak bisa tidak menyadari kesatuannya
dengan alam. Itulah
sebabnya manusia harus memperlakukan alam sebagai sesama ciptaan dan mengolahnya secara bertanggung jawab. Bumi sendiri merupakan rumah bagi manusia dan seluruh
makhluk yang lain. Hal ini mengharuskan manusia melihat lingkungan hidup
sebagai tempat kediaman dan sumber kehidupan. Oleh karena itu, sejak awal Allah
menciptakan langit dan bumi serta isinya baik adanya (Kej 1:10.12.18.21.25.31)
dan Allah mempercayakan alam kepada manusia untuk diusahakan dan dipelihara.
3. Alam semesta bukanlah
obyek yang dapat dieksploitasi sesuka hati tetapi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Sumber daya alam yang diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi
ini diperuntukkan bagi siapa saja tanpa memandang suku, agama dan status sosial. Sumber daya itu akan cukup
apabila dikelola secara bertanggung jawab, baik untuk kebutuhan generasi saat
ini maupun generasi yang akan datang. Oleh karena itu, alam
harus diperlakukan dengan adil, dikelola
dan digarap dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab.
4.
Tetapi kenyataannya, lingkungan yang adalah anugerah Allah itu, dieksploitasi oleh manusia secara serakah dan ceroboh serta tidak memperhitungan
kebaikan bersama, misalnya penebangan hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan dan
pertambangan yang kurang bertanggung jawab. Lingkungan menjadi rusak, terjadi bencana
alam, lahir konflik sosial, akses pada sumber daya alam hilang dan terjadi marginalisasi
masyarakat lokal/adat, perempuan dan anak-anak. Keadaan itu diperparah oleh
kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada
kepentingan politik sesaat dan pola pikir jangka pendek yang mengabaikan keadilan
lingkungan. Akibatnya antara lain pemanasan bumi, bertumpuknya sampah, pencemaran air tanah, laut, udara serta tanah, pengurasan
sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan dalam skala besar.
Gereja peduli
5. Gereja telah lama menaruh keprihatinan atas masalah
lingkungan yang berakibat buruk pada manusia. Paus Paulus VI dalam Ensiklik Populorum
Progressio (1967, No. 12) mengingatkan kita bahwa masyarakat setempat harus dilindungi dari kerakusan pendatang. Hal
ini diperjelas oleh Paus Yohanes II dalam Ensiklik Sollicitudo
Rei Socialis (1987, No. 34) yang menekankan bahwa alam ciptaan sebagai kosmos tidak boleh digunakan semaunya
dan pengelolaannya harus tunduk pada tuntunan moral karena dampak pengelolaan yang tidak bermoral tidak hanya dirasakan oleh manusia saat ini tetapi
juga generasi mendatang. Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Caritas
in Veritate (2009, No. 48) menyadarkan kita bahwa alam adalah anugerah
Allah untuk semua orang sehingga harus dikelola secara bertanggungjawab bagi
seluruh umat manusia.
6. Gereja Katolik Indonesia pun telah menaruh perhatian besar pada masalah lingkungan.
Hal ini ditegaskan dalam Pesan SAGKI 2005 berjudul “Bangkit dan Bergeraklah”
yang mengajak kita untuk segera mengatasi berbagai ketidakadaban publik yang
paling mendesak, khususnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan
keutuhan ciptaan. Gereja juga telah melakukan banyak usaha seperti edukasi, advokasi dan negosiasi dalam mengatasi pengrusakan lingkungan yang
masih berlangsung terus bahkan kian meningkat kualitas dan kuantitasnya.
Gereja meningkatkan
kepedulian
7. Kami mengajak seluruh umat untuk meneruskan langkah dan meningkatkan kepedulian
dalam pelestarian keutuhan ciptaan dalam semangat pertobatan ekologis dan gerak ekopastoral. Kita menyadari bahwa perjuangan
ekopastoral untuk melestarikan keutuhan ciptaan tak mungkin dilakukan sendiri. Oleh
karenanya, komitmen ini hendaknya diwujudkan
dalam bentuk kemitraan dan gerakan bersama, baik dalam Gereja sendiri maupun
dengan semua pihak yang terlibat dalam pelestarian keutuhan ciptaan.
8.Pada akhir Pesan Pastoral ini, kami akan menyampaikan beberapa pesan:
8.1.Kepada saudara-saudari
kami yang berada pada posisi pengambil kebijakan publik : kebijakan terhadap pemanfaatan sumber daya alam dan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) hendaknya membawa peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dan
kelestarian lingkungan hidup. Undang-undang yang mengabaikan kepentingan
masyarakat perlu ditinjau ulang dan pengawasan terhadap pelaksanaannya haruslah lebih diperketat.
8.2. Kepada saudara-saudari kami yang bekerja di dunia bisnis : pemanfaatan
sumber daya alam hendaknya tidak hanya mengejar keuntungan ekonomis, tetapi
juga keuntungan sosial yaitu tetap terpenuhinya hak hidup masyarakat setempat
dan adanya jaminan bahwa sumber daya alam
akan tetap cukup tersedia untuk generasi yang akan datang. Di samping itu,
usaha-usaha produksi di kalangan masyarakat kecil dan
terpinggirkan, terutama masyarakat adat, petani dan nelayan, serta mereka yang
rentan terhadap perubahan iklim dan bencana lingkungan, perlu lebih didukung.
8.3. Kepada umat
kristiani sekalian : umat kristiani hendaknya mengembangkan habitus
baru, khususnya hidup selaras dengan alam berdasarkan kesadaran dan perilaku yang peduli lingkungan
sebagai bagian perwujudan iman dan pewartaan dalam bentuk tindakan pemulihan keutuhan ciptaan. Untuk itu, perlu
dicari usaha bersama misalnya pengolahan sampah, penghematan listrik dan air, penanaman pohon, gerakan
percontohan di bidang ekologi, advokasi persuasif di bidang hukum terkait dengan hak
hidup dan keberlanjutan alam serta
lingkungan. Secara khusus lembaga-lembaga pendidikan diharapkan dapat mengambil
peranan yang besar dalam gerakan
penyadaran akan masalah lingkungan dan pentingnya kearifan lokal.
9. Tahun Iman yang dibuka oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal
11 Oktober 2012, antara lain mengingatkan
kita untuk mewujudkan iman kita pada
Tuhan secara nyata dalam tindakan kasih (bdk. Mat 25: 31-40). Dengan demikian
tanggungjawab dan panggilan kita untuk
memulihkan keutuhan ciptaan sebagai wujud
iman makin dikuatkan dan komitmen ekopastoral kita untuk peduli pada lingkungan
kian diteguhkan. Kita semua berharap agar sikap
dan gerakan ekopastoral kita menjadi kesaksian kasih nyata dan
“pintu kepada iman” yang “mengantar kita pada hidup dalam persekutuan dengan
Allah” (Porta Fidei, No.1). Kita
yakin bahwa karya mulia di bidang ekopastoral ini diberkati Tuhan dan mendapat
dukungan semua pihak yang berkehendak baik.
Penutup
10. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudari
yang telah setia menekuni, mengusahakan dan memperjuangkan kelestarian keutuhan
ciptaan dengan caranya masing-masing. Semoga Allah yang telah mencipta
segala sesuatu, senantiasa memberkati rencana dan usaha kita bersama ini.
Jakarta, 15 November 2012
P R E S I
D I U M
KONFERENSI
WALIGEREJA INDONESIA,
Mgr. Ignatius
Suharyo
K e t u a
|
Mgr. Johannes
Pujasumarta
Sekretaris Jenderal
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar