Jumat, 10 Maret 2023

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AL-MAIDAH AYAT 51

 


Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim (QS 5: 51)

Selain sebagai kitab suci, umat islam melihat juga Al-Qur’an sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup. Hal inilah yang membuat Al-Qur’an dilihat sebagai pusat spiritualitas hidup umat islam. Di sana mereka tidak hanya mengenal Allah yang diimani dan disembah, tetapi juga mendapatkan pedoman dan tuntunan hidup yang akan menghantar mereka ke surga. Al-Qur’an biasa dijadikan rujukan umat islam untuk bersikap dan bertindak dalam hidup keseharian. Berhubung Al-Qur’an itu berasal dari Allah, maka tuntunan dan pedoman yang diberikan Allah ini wajib ditaati.

Berangkat dari premis ini, maka dapatlah dikatakan kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan perkataan Allah yang berisi nasehat untuk dijadikan pedoman bagi umat islam bersikap dan bertindak. Umat islam percaya bahwa hanya Muhammad saja yang menerima wahyu Allah. Karena itu, kutipan kalimat Allah di atas diterima Muhammad dari Allah. Melihat kalimat pertama wahyu Allah ini haruslah dikatakan bahwa wahyu Allah ini lebih ditujukan kepada para pengikut Muhammad. Frasa “umat yang beriman” selalu dimaknai sebagai umat islam, karena yang beriman itu hanya islam. Allah telah membuat islam sebagai patokan seseorang itu beriman (bandingkan ayat 41). Yang bukan islam dilabeli sebagai kafir. Allah menyampaikan itu melalui Muhammad. Artinya, Muhammad diminta Allah untuk menyampaikan pesan-Nya itu.

Rumusan wahyu Allah ini sedikit aneh. Jika memang tujuan utama wahyu Allah ini adalah umat islam sebagai pengikut Muhammad, seharusnya Allah mengawali perkataannya dengan, “Katakanlah ….” Rumusan seperti ini jamak dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Menjadi pertanyaan, kenapa di sini Allah tidak menyertakan frasa “Katakanlah …”? Apakah Allah lupa?

Kalimat berikutnya berisi nasehat yang harus diterapkan dalam kehidupan kaum muslim. Allah SWT memerintahkan umat islam untuk tidak menjadikan orang Yahudi dan Kristen sebagai teman setia. Memang di dalam wahyu Allah ini disebutkan alasannya, yaitu karena orang Yahudi dan Kristen saling melindungi untuk mencelakakan umat islam. Salah satu bentuk celaka yang dikhawatirkan Allah adalah pemurtadan. Alasan ini kurang lebih senada dengan wahyu Allah dalam QS Ali Imran: 149, yaitu bahwa orang kafir akan memurtadkan kaum muslim.

Dua kalimat berikutnya berisi konsekuensi bila umat islam tidak mengikuti nasehat atau perintah Allah ini. Secara sederhana kaum muslim yang menjadi orang Yahudi dan Kristen sebagai teman akan dilabeli sebagai orang zalim. Berhubung orang Yahudi dan Kristen dianggap sebagai orang kafir, maka secara tidak langsung ada kesamaan antara orang zalim dan orang kafir. Allah sendiri sudah menegaskan dalam kalimat keempat orang ini tidak akan diberi petunjuk oleh Allah. Memang tidak jelas apa yang dimaksud dengan “petunjuk” di sini. Namun konsekuensi lain yang akan diterima kaum muslim yang menjadikan orang Yahudi dan Kristen sebagai teman setia bisa ditemui dalam wahyu-wahyu Allah lainnya. Misalnya, karena dimasukkan dalam golongan Yahudi dan Kristen (baca: kafir), maka orang ini pastilah akan masuk neraka. Jika membandingkan dengan QS at-Taubah: 84, orang ini tidak akan dishalatkan ketika meninggal dunia. Hal ini pernah terjadi pada masa pilkada DKI Jakarta 2017.

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa dalam kutipan wahyu Allah di atas terlihat jelas perintah bagi umat islam untuk tidak berteman dengan orang Yahudi dan Kristen. Obyek larangan ini bisa diperluas menjadi larangan berteman dengan orang kafir. Berhubung sumber kutipan di atas dari Allah, maka perintah larangan ini datangnya dari Allah SWT. Allah umat islam tidak menginginkan umat-Nya bertemanan dengan orang kafir. Jika mereka melanggar perintah Allah ini, pertama-tama mereka akan digolongankan sebagai kaum zalim. Dalam QS al-Baqarah: 254, orang zalim itu adalah juga orang kafir. Sebagai orang kafir hukuman yang diterima tidak hanya di dunia saja tetapi juga di akhirat. Di dunia ini Allah sudah memerintahkan umat islam untuk memusuhi dan membunuh orang kafir. Di akhirat orang kafir akan ditempatkan di neraka.

Salah satu persoalan dan tantangan wahyu Allah ini adalah penerapannya di tengah kehidupan yang plural. Bagaimana mungkin di tengah masyarakat yang majemuk dapat terbangun kerukunan dan persaudaraan? Dapat dipastikan wahyu Allah ini membuat kaum muslim menjadi terisolasi di tengah kemajemukan suku dan agama. Dapat dikatakan juga bahwa islam bukanlah agama yang toleran, atau Allah islam itu paranoid.

Menghadapi persoalan ini tak sedikit ulama islam mengatakan bahwa wahyu Allah di atas harus dilihat dari konteks waktunya. Artinya, perintah larangan berteman dengan orang Yahudi dan Kristen hanya berlaku pada waktu itu, saat wahyu ini disampaikan Allah kepada Muhammad. Dengan demikian, orang Yahudi dan Kristen yang tidak boleh ditemani adalah orang Yahudi dan Kristen yang ada di Madinah pada antara tahun 622 – 632. Artinya, orang Yahudi dan Kristen saat ini tidak dikenakan perintah larangan tersebut. Sekarang ini orang islam boleh berteman dengan orang Yahudi dan Kristen.

Dapatlah dikatakan apa yang dikatakan ulama ini hanya sebatas rasionalisasi tanpa dasar. Rasionalisasi ini bukan tanpa konsekuensi. Dengan mengatakan perintah larangan itu hanya berlaku pada zaman nabi di Madinah saja membuat wahyu Allah ini mati. Ia tidak lagi relevan lagi. Tidak ada lagi manfaatnya bagi kaum muslim dewasa ini. Dengan kata lain, wahyu Allah ini tidak kekal. Jika demikian, untuk apa ia ditulis dalam kitab Al-Qur’an. Apakah hanya sekedar untuk memenuh-menuhi kitab Al-Qur’an agar dikatakan tebal? Akan tetapi, rasionalisasi di atas tidak berlaku bagi seluruh ulama. Karena terbukti masih ada sikap tidak mau berteman dengan orang Yahudi. Orang Kristen pun masih dianggap sebagai musuh.

Dari kajian atas surah al-Maidah ayat 51 dan dengan membandingkan wahyu Allah lainnya, dapatlah ditarik dua kesimpulan yang saling berkaitan satu sama lain. Pertama, Allah islam penuh curiga. Sasaran kecurigaan itu adalah orang Yahudi dan Kristen. Jika membaca seluruh Al-Qur’an banyak ditemui wahyu Allah yang bernada curiga kepada dua kaum ini saja. Kenapa Allah hanya curiga pada orang Yahudi dan Kristen, sementara di Madinah masih ada kaum lainnya? Sikap curiga, yang bisa dikatakan berlebihan ini, mengindikasikan Allah yang paranoid. Kedua, Allah islam penuh kebencian. Membaca kutipan wahyu Allah di atas sangat terasa nada kebencian terhadap orang Yahudi dan Kristen. Karena kebencian inilah yang membuat akhirnya Allah memerintahkan umat islam untuk tidak berteman dengan orang Yahudi dan Kristen.

Pancur, 2 Oktober 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar