Jumat, 03 Maret 2023

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AL-MAIDAH AYAT 41

 


Wahai rasul (Muhammad)! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya. Yaitu orang-orang (munafik) yang mengatakan dengan mulut mereka, “Kami telah beriman,” padahal hati mereka belum beriman; dan juga orang-orang Yahudi yang sangat suka mendengar (berita-berita) bohong dan sangat suka mendengar (perkataan-perkataan) orang lain yang belum pernah datang kepadamu. Mereka mengubah kata-kata (Taurat) dari makna yang sebenarnya. […] (QS 5: 41)

Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam. Ia dijadikan salah satu sumber iman dan peri kehidupan umat islam, selain hadis. Hal ini disebabkan karena Al-Qur’an diyakini berasal dari Allah secara langsung. Artinya, Allah langsung berbicara kepada Muhammad, yang kemudian meminta pengikutnya untuk menuliskannya. Karena itu, umat islam yakin dan percaya apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an merupakan kata-kata Allah, sehingga Al-Qur’an dikenal juga sebagai wahyu Allah. Berhubung Allah itu diyakini sebagai maha suci, maka Al-Qur’an pun adalah suci. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama saja dengan pelecehan kepada Allah atau penyerangan terhadap keluhuran Allah. Allah sudah meminta kepada umat islam untuk memberi hukuman berat bagi mereka yang melakukan hal itu dengan cara dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang (QS al-Maidah: 33).

Umat islam percaya Al-Qur’an dikenal sebagai kitab kebenaran, karena sumbernya adalah Allah yang diyakini sebagai mahabenar. Allah sendiri sudah mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kebenaran yang meyakinkan (QS al-Haqqah: 51). Hal inilah yang kerap membuat umat islam menilai sesuatu di luar islam dengan menggunakan tolok ukur Al-Qur’an. Selain sebagai kitab kebenaran, Al-Qur’an juga dikenal sebagai kitab yang jelas, karena bersumber dari Allah yang maha mengetahui dan maha sempurna. Jika ditanya kepada umat islam kenapa Al-Qur’an merupakan kitab yang jelas, pastilah mereka menjawab karena itulah yang dikatakan Al-Qur’an.

Berangkat dari premis-premis ini, maka kutipan ayat Al-Qur’an di atas haruslah dikatakan berasal dari Allah dan merupakan satu kebenaran. Apa yang tertulis pada kutipan di atas (kecuali yang ada di dalam tanda kurung), semuanya diyakini merupakan kata-kata Allah, yang kemudian ditulis oleh manusia. Seperti itulah kata-kata Allah saat berbicara kepada Muhammad. Karena surah ini masuk dalam kelompok surah Madaniyyah, maka bisa dipastikan bahwa Allah menyampaikan wahyu ini saat Muhammad ada di Madinah.

Sebenarnya kalimat Allah dalam ayat 41 ini sangatlah panjang. Wahyu Allah ini terdiri dari 8 kalimat. Akan tetapi, fokus kajian ini hanya pada empat kalimat pertama. Kalimat pertama dan kedua dapat dijadikan hantaran untuk bisa memahami dua kalimat berikutnya (bahkan kalimat lainnya juga).

Wahyu Allah diawali dengan seruan yang langsung ditujukan kepada Muhammad. “Wahai Rasul!” Dalam kitab Al-Qur’an sekarang, sesudah kata rasul ada tambahan dalam tanda kurung dengan kata “Muhammad”. Ini mau menyatakan bahwa yang dimaksud rasul itu adalah Muhammad. Sebenarnya tanpa diberi tambahan keterangan pun, pembaca sudah paham siapa yang dimaksud rasul itu, dengan mengaitkan konteks ayat Al-Qur’an. Allah berbicara dengan Muhammad. Karena itulah wajar bila yang disapa-Nya itu adalah Muhammad. Tidak mungkin orang lain. Ini juga menjelaskan kata ganti “engkau” dalam ayat kedua.

Setelah menyapa Muhammad, Allah lantas memberi semacam nasehat peneguhan kepada Muhammad. Ada kesan waktu itu Muhammad merasa sedih karena kenabian dan wartanya tidak hanya sekedar ditolak tetapi dia sendiri melihat orang-orang Madinah hidup tidak sesuai dengan keinginan Muhammad. Ini terbaca dari pernyataan Allah, “mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya”. Siapa yang dimaksud dengan kata ganti “mereka”? Ini dapat ditemui dalam kalimat berikutnya, yaitu orang Yahudi dan orang yang telah beriman. Karena konteks turunnya wahyu ini di Madinah, maka bisa dikatakan yang dimaksud dengan mereka itu adalah orang Yahudi, Nasrani dan Arab pagan. Kata “kafir” secara sederhana bisa diartikan dengan sikap penolakan terhadap islam (ajaran, kenabian Muhammad, Al-Qur’an, dan juga Allah SWT).

Jika dikaitkan dengan kalimat berikutnya, khusus bagian pertama, berlomba-lomba dalam kekafiran dapat dimaknai bahwa orang-orang Madinah semakin mencintai iman kepercayaannya yang karena itu langsung terkesan meninggalkan islam. Secara sederhana bisa dikatakan, orang Nasrani berlomba-lomba dalam iman kekristenannya, demikian pula dengan orang Yahudi. Dan karena mereka setia pada iman kepercayaannya, Muhammad melihat mereka tidak menerima islam. Hal inilah yang membuat Muhammad sedih sehingga Allah meneguhkannya, “Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya.”

Memperhatikan kalimat ketiga dan keempat (juga kelima), dapatlah dikatakan bahwa dua kalimat ini merupakan peneguhan yang diberikan Allah kepada Muhammad supaya ia tidak bersedih. Harapannya adalah agar Muhammad tidak berhenti mewartakan ayat-ayat Allah, dan agar pengikutnya tetap setia padanya. Ada tiga poin peneguhan yang diberikan Allah,

1.    Sebenarnya orang-orang Madinah tidak beriman. Di sini sepertinya Allah mau mengatakan bahwa hanya Muhammad dan pengikutnya saja yang beriman. Islam dijadikan patokan seseorang itu beriman. Karena itulah, ada banyak ayat Al-Qur’an yang berisi sapaan Allah kepada orang beriman, yang dimaknai sebagai umat islam. Sekedar contoh QS al-Maidah: 1, 2, 6, 8, 11, 51, 54, dll).

2.    Orang Yahudi suka memutar balik kata dan fakta. Dalam catatan kaki no. 276 dikatakan, “Orang-orang Yahudi sangat suka mendengar perkataan-perkataan pendeta mereka yang bohong, atau sangat suka mendengar perkataan-perkataan Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada pendeta-pendeta dan kawan-kawan mereka dengan cara yang tidak jujur.”

3.    Orang Yahudi mengubah Taurat dari makna sebenarnya.

Apa yang dapat dibaca dari penggambaran ini? Terlihat jelas bahwa untuk meneguhkan Muhammad (juga para pengikutnya), Allah harus mengeluarkan kata-kata fitnah. Fitnah pertama soal beriman. Sekalipun orang Yahudi dan Nasrani di Madinah sudah beriman, Allah tetap menyatakan mereka belum beriman. Allah secara tidak langsung sudah memberi standar bahwa yang beriman itu hanyalah islam. Di luar itu berarti tidak beriman, alias kafir, sekalipun sebelumnya orang sudah memiliki iman kepercayaan (agama). Fitnah Allah ini menjadi sikap dan keyakinan umat islam hingga kini. Kerap dijumpai umat islam yang menghina agama lain, dan akan sangat marah jika agamanya dihina. Hal ini karena hanya islam yang pantas disebut agama sehingga tak boleh dihina, sedangkan yang lain bukan agama sehingga layak untuk dihina. Dengan sikap dan keyakinan seperti ini, tentulah tidak mungkin akan terwujud kerukunan dan perdamaian dalam masyarakat yang majemuk.

Fitnah kedua soal kebiasaan orang Yahudi suka berbohong. Dalam catatan kaki no 276 dinyatakan kebohongan itu dilakukan tidak hanya oleh pendetanya saja, melainkan juga umatnya. Akan tetapi dalam cacatan kaki tersebut terlihat jelas bahwa ulama kemudian melakukan fitnah. Allah hanya mengatakan mendengar berita bohong, tapi dijelaskan bahwa kebohongan itu bersumber dari pendeta. Allah sendiri tidak menyebut pendeta yang berbohong. Ini berarti kebohongan sudah menjadi tabiat orang Yahudi. Fitnah Allah ini berlaku hingga saat ini (perhatikan redaksi catatan kaki no. 276). Karena itulah, fitnah ini menjadi sikap dan keyakinan umat islam hingga kini, yaitu kebencian terhadap orang Israel. Apapun yang dikatakan dari pihak Israel, tentulah tidak akan dipercaya. Muslim Indonesia percaya pada orang Palestina (sekalipun orang itu non muslim), dan tidak akan percaya pada orang Israel (meski dia itu bukan Yahudi). Hal ini Kembali ditegaskan dalam ayat 64 surah al-Maidah ini, dimana dikatakan bahwa orang Israel suka akan kerusuhan dan penuh kebencian. Padahal yang penuh kebencian dan suka perang itu adalah islam, karena memang itulah yang diajarkan Allahnya.

Satu hal yang menarik dari fitnah Allah yang kedua ini adalah soal substansi fitnah tersebut. Di atas sudah dikatakan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab yang jelas. Menjadi pertanyaannya, berita bohong apa saja yang didengar oleh orang Yahudi sehingga membuat Muhammad sedih? Selain itu perkataan apa saja yang disampaikan orang lain yang belum pernah didengar Muhammad? Dan siapakah orang lain itu? Dapat dipastikan tidak ada kesepakatan dan keseragaman jawaban dari kalangan ulama islam atas pertanyaan ini. Allah pun seharusnya sudah menjelaskan secara detail. Kenapa Allah bisa mengutip kata-kata orang munafik, “Kami telah beriman”, sementara berita-berita bohong dan kata-kata orang lain tidak? Hal ini hendak menegaskan betapa klaim Al-Qur’an sebagai kitab yang jelas hanyalah ungkapan kosong belaka.

Fitnah ketiga soal Taurat diubah. Sebelum masuk pada subtansi fitnah, terlebih dahulu kita lihat apa yang tertulis dalam kalimat Allah yang keempat ini. Jika setiap kata atau frasa dalam tanda kurung merupakan tambahan kemudian yang berasal dari tangan manusia, maka sejatinya kalimat Allah yang sebenarnya adalah, “Mereka mengubah kata-kata dari makna yang sebenarnya.” Tentulah saat membaca kalimat Allah ini para ulama bingung, apa yang dimaksud dengan “kata-kata”. Kata-kata apa yang diubah. Sekali lagi hal ini hendak menegaskan kalau Al-Qur’an itu bukanlah kitab yang jelas. Dalam kebingungan, ditambah adanya kebencian terhadap Yahudi yang berakar pada wahyu Allah, maka ulama kemudian sepakat bahwa maksud dari “kata-kata” itu adalah “Taurat”. Secara tidak langsung, para ulama islam ini telah melakukan fitnah terhadap orang Yahudi. Allah sendiri tidak mengatakan Taurat, tapi ulama mengatakan demikian. Dengan kata lain, para ulama ini mengatakan apa yang tidak dikatakan Allah. Hal ini kembali menegaskan apa yang telah diurai dalam poin kedua di atas.

Terkait dengan substansi fitnah, dengan pengandaian Taurat diubah, menjadi pertanyaan bagian mana dari kitab Taurat yang telah diubah makna sebenarnya? Umumnya orang tahu kitab Taurat itu terdiri dari kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan. Nah, kitab yang mana yang telah diubah maknanya? Ayat mana dari kitab apa yang telah diubah maknanya? Jika Allah sungguh mahatahu dan jika sungguh Al-Qur’an sebagai kitab yang jelas, seharusnya Allah langsung menyebutnya. Allah bisa mengutip kata-kata orang munafik, “Kami telah beriman”, kenapa ayat-ayat dari kitab Taurat yang diubah maknanya tidak bisa ditampilkan. Jangan-jangan Allah memang tidak tahu. Atau jangan-jangan Allah hanya sekedar menyebut hanya untuk menghibur dan meneguhkan Muhammad. Dalam hal ini tampak jelas Allah telah melakukan fitnah. Fitnah Allah ini menjadi sikap dan keyakinan umat islam hingga kini. Umat islam sering mengatakan kitab suci orang Yahudi itu sudah palsu karena telah diubah maknanya.

DEMIKIANLAH kajian logis atas surah al-Maidah ayat 41. Dari telaah logis ini dapatlah dikatakan dua hal. Pertama, klaim Al-Qur’an sebagai kitab yang jelas ternyata hanya isapan jembol belaka. Bisa dikatakan bahwa itu hanya kebohongan yang diciptakan Allah, karena ternyata tidak ada kejelasan dalam Al-Qur’an. Kedua, Allah islam adalah tukang fitnah. Hanya untuk menghibur dan meneguhkan Muhammad, orang lain menjadi korban fitnah Allah. Di sini tampak jelas Allah menggunakan asas menghalalkan segala cara. Dan terkesan hal ini diterapkan oleh kebanyakan umat islam.

Lingga, 1 Oktober 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar