Jumat, 27 Agustus 2021

TELAAH ATAS SURAH AL-BAQARAH AYAT 111

 


Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata,”Tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi atau Nasrani.” Itu (hanya) angan-angan mereka. Katakanlah, “Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu orang yang benar.”
[QS 2: 111]

Umat islam percaya bahwa Al-Qur’an yang sekarang ini merupakan kumpulan wahyu Allah, yang secara langsung disampaikan kepada nabi Muhammad. Dasar keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang berasal dari Allah terdapat dalam Al-Qur’an sendiri. Artinya, Allah sendiri sudah mengatakan bahwa kitab itu datang dari-Nya; bahwa Dia menyampaikan langsung kepada Muhammad. Kurang lebih prosesnya sebagai berikut: Allah berfirman dan Muhammad mendengarkan, lalu meminta orang untuk menuliskan kembali apa yang didengarnya. Tulisan-tulisan wahyu Allah itu tersebar di banyak benda seperti kulit hewan, kayu atau daun. Setelah sekian lama, tulisan-tulisan itu dikumpulkan, dan jadilah Al-Qur’an seperti sekarang ini.

Berangkat dari pemaparan ini, dapatlah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas, pertama-tama harus dipahami, merupakan wahyu Allah. Apa yang tertulis di atas (kecuali yang berada di dalam tanda kurung, seperti “Yahudi dan Nasrani” dan “hanya”) adalah kata-kata Allah sendiri. Kata-kata yang berada dalam tanda kurung biasanya dipahami sebagai tambahan kemudian, yang berasal dari manusia. Jadi, aslinya kata-kata itu tidak pernah diucapkan Allah. Sepintas tidak ada yang aneh pada kutipan ayat Al-Qur’an di atas. Semuanya wajar. Akan tetapi, jika ditelaah dengan akal sehat, maka barulah ditemukan hal yang menarik.

Pertama-tama kita mencoba memahami wahyu tersebut sebagaimana adanya, seperti yang tertulis. Bukankah Allah telah berfirman bahwa Al-Qur’an adalah kitab atau keterangan yang jelas sehingga mudah dipahami? Pada wahyu di atas bisa dikatakan bahwa waktu itu ada orang Yahudi dan Nasrani mengatakan kalau yang masuk surga nanti adalah orang Yahudi dan Nasrani. Pernyataan mereka inilah yang kemudian dikutip Allah dan disampaikan kepada Muhammad. Lalu Allah menanggapi pernyataan mereka itu dengan berkata, “Itu (hanya) angan-angan mereka.” Artinya, pernyataan orang Yahudi dan Nasrani hanyalah angan-angan saja. Kemudian Allah meminta Muhammad untuk menyampaikan kepada mereka, “Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu orang yang benar.” Di sini, melalui Muhammad, Allah meminta bukti dari kebenaran pernyataan orang Yahudi atau Nasrani.

Terlihat jelas kalau makna kutipan ayat di atas, jika dibaca apa adanya, tidak ditemukan ada sesuatu yang aneh. Semuanya normal. Sekarang kita akan mengkritisi beberapa poin dari wahyu Allah itu.

Apakah pernyataan ”Tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi atau Nasrani.” merupakan pernyataan resmi atau hanya sebatas ungkapan yang biasa muncul dalam pergaulan sehari-hari? Kita dapat menilai kalau pernyataan ini bukan merupakan pernyataan resmi. Ini murni sebatas ungkapan yang biasa muncul dalam pergaulan sehari-hari. Dasarnya adalah Allah menyebut bahwa pernyataan itu datang dari orang Yahudi atau Nasrani. Ungkapan “orang Yahudi atau Nasrani” bisa diartinya sebagai orang Yahudi atau Nasrani biasa, bukan mereka yang ahli dalam agamanya. Kalau yang ahli, Allah biasanya menggunakan istilah “Ahli Kitab” (misalnya dalam QS al-Baqarah: 105, 109).

Jadi, pernyataan itu lahir dari mulut orang biasa, yang dalam bahasa sekarang dikenal dengan istilah “kaum awam”. Orang-orang ini tidak memiliki pengetahuan akan ajaran agamanya dengan baik. Pengetahuan mereka akan ajaran agamanya dapat dikatakan sangat terbatas. Dengan perkataan lain, pernyataan tersebut bukan merupakan ajaran resmi agama Yahudi dan Nasrani.

Menjadi menarik, justru pernyataan mereka inilah yang ditanggapi Allah dengan berkata bahwa pernyataan mereka itu hanyalah angan-angan. Apa yang menarik di sini? Allah sibuk mengurusi omongan orang yang biasa-biasa saja, yang kebenaran dari ucapannya tidak bisa dipertanggung-jawabkan. Hal ini mirip seperti seorang guru besar menanggapi obrolan orang kampung di warung kopi. Tindakan tersebut justru menurunkan wibawanya. Levelnya seharusnya adalah diskusi ilmiah dengan orang yang benar-benar memiliki wawasan yang setidaknya setara dengannya.

Sibuk mencampuri atau mengurusi orang lain sepertinya menjadi ciri Allah islam. Allah yang sibuk mengomentari pernyataan orang lain, yang kebenarannya belumlah pasti, karena yang buat pernyataan itu bukanlah ahli, bisa juga ditemukan dalam bagian lain dari Al-Qur’an. Salah satunya ada di QS Ali Imran: 24. Allah seharusnya fokus saja mengurus umat-Nya, tak perlu sibuk melihat ke luar. Sepertinya ciri Allah ini menjadi ciri umum islam. Hanya islam saja agama yang sibuk mengurusi agama lain. Misalnya, mengatakan kitab suci agama lain palsu, mengatakan yang bukan islam adalah kafir atau mengatakan bahwa Yesus tidak mati di salib. Ada kesan kalau ciri ini merasuk juga ke dalam kehidupan umat islam. Karena itu, sekali pun sekolah negeri, tapi siswi non muslim wajib pakai jilbab demi menciptakan akhlak; atau saat bulan Ramadhan umat lain harus menghormati umat islam yang puasa.

Yang menarik lainnya adalah pernyataan, “Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu orang yang benar.” Di sini Allah meminta Muhammad untuk mengatakan kepada orang Yahudi dan Nasrani agar mereka memberikan bukti kebenaran dari pernyataan mereka. Adalah lucu ketika meminta penjelasan dari orang yang tidak paham dengan ajaran agamanya. Ini seperti seorang guru besar meminta pertanggung-jawaban dari seorang anak SD yang mengatakan bahwa UFO itu ada, yang didapatkannya dari nonton film.

Selain itu, meminta bukti kebenaran dari pernyataan orang sepertinya menjadi aksi balas dendam. Atas pengakuan sebagai nabi, tak sedikit orang Yahudi dan Nasrani meminta bukti kepada Muhammad. Sebenarnya, tanpa minta bukti pun orang Yahudi dan Nasrani sudah yakin Muhammad bukanlah nabi, karena tidak sesuai dengan standar penilaian mereka. Sejak di Mekkah, orang-orang Yahudi dan Nasrani selalu meragukan kenabian Muhammad dengan meminta bukti kepadanya; dan ternyata Muhammad tidak dapat memberikannya. Penolakan masih berlanjut di Madinah. Kuatnya tuntutan akan bukti inilah, akhirnya dipakai juga oleh Allah yang dikenakan kepada orang Yahudi dan Nasrani. Ada kemiripan pernyataan Allah dengan pernyataan orang Yahudi dan Nasrani menanggapi kenabian Muhammad. Kalau Allah mengatakan pernyataan orang Yahudi dan Nasrani sebagai “angan-angan”, orang Yahudi dan Nasrani mengatakan pernyataan Muhammad sebagai “dongeng”.

Demikianlah telaah atas kutipan wahyu Allah dalam QS al-Baqarah: 111. Dalam kutipan ini tidak ditemukan nilai atau pesan berharga sebagai pedoman hidup. Tidak ada pesan untuk membangun umat islam. Yang justru ada adalah semangat mengurusi orang lain. Bukan tidak mungkin wahyu Allah ini dipakai oleh umat islam untuk mengomentari pernyataan-pernyataan orang kafir. Dan bisa saja akhirnya wahyu Allah ini menjerumuskan umat islam ke dalam sikap arogansi religius.

Dabo Singkep, 4 Juni 2021

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar