Jumat, 27 Agustus 2021

SIFAT-SIFAT GEREJA


A. GEREJA YANG SATU

Ajaran tradisonal Gereja Katolik menyebutkan bahwa sifat-sifat Gereja adalah satu, kudus, katolik, dan apostolik. Gereja adalah satu karena bersatu dalam iman, pembaptisan, perayaan ekaristi dan pimpinan di seluruh dunia. Kesatuan ini harus dibina, dijaga, dipelihara dalam semangat saling mengampuni dan menghormati. Kesatuan ini bukan keseragaman yang dipaksakan atau tidak mengindahkan kebebasan wajar Gereja-Gereja partikular. Oleh karena itu ciri Gereja yang satu menuntut suatu communio dengan Gereja Roma atau tidak terpisah daripadanya (ex-communicatio).”

1. Makna Kesatuan Gereja dalam Pengalaman Hidup Kita

Bacalah dan simaklah kisah berikut ini !

Ratusan bendera nasional berkibar di tengah tiupan angin dingin yang kencang di Pantai Copacabana, Brasil dimana orang muda Katolik dari semua latar belakang, yang didorong oleh iman yang sama, berpartisipasi dalam Misa pembukaan Hari Kaum Muda Sedunia atau World Youth Day (WYD). Pada hari Rabu (24-Juli-2013) Paus Fransiskus meminta kepada umat Katolik untuk menghindari materialism dalam Misa publik perjalanan internasional pertama sebagai Paus. Paus Fransiskus juga mengunjungi salah satu tempat ziarah yang paling terkenal di Amerika Latin, yakni Gua Maria Aparecida, atau yang disebut “tempat ziarah penderitaan manusia”, dan mengunjungi sebuah rumah sakit di Rio de Jainero, tempat rehabilitasi para pecandu narkoba. Kedua kunjungan itu menunjukkan kesederhanaan Paus, itu yang ditekankan selama kepausannya. Ia juga mengecam penyembahan “berhala” terhadap uang dan kekuasaan serta mendesak umat Katolik fokus pada kaum miskin dan orang terpinggirkan. Paus menyebut orang-orang muda sebagai “mesin” yang dapat memperkuat Gereja Katolik dan membantu membangun sebuah masyarakat yang lebih baik. Terkait Misa pembukaan, para peserta WYD merasa senang dengan acara tersebut dan menyebutnya sebagai acara yang luar biasa karena menyatukan mereka dari berbagai latar belakang.“Kami datang dari budaya berbeda, berbicara bahasa berbeda, tapi kami menyanyikan lagu-lagu yang sama dan memiliki iman yang sama,” kata Nancy Issa dari Ramallah, Tepi Barat. Issa adalah salah satu dari 20 anggota delegasi Palestina untuk merayakan WYD yang berlangsung 23-28 Juli di Brasil.

Uskup Agung Orani Joao Tempesta dari Rio de Jainero secara resmi membuka WYD dengan Misa. Pada awal sambutannya, Uskup Agung Tempesta ingat Paus Emeritus Benediktus XVI, yang memprakarsai dan memilih kota itu menjadi tuan rumah Hari Kaum Muda Sedunia 2013. Di tengah kerumunan massa, ribuan orang Argentina bersorak-sorai, dan di dekatnya, sekelompok kecil dari Kanada mengungkapkan kegembiraan mereka sepanjang perayaan itu.“Ini sangat luar biasa dan menggairahkan,” kata JP Martelino, 18, dari Paroki St. Patrick di Vancouver, British Columbia. Ketika ditanya apa yang ia akan lakukan usai menghadiri acara itu, Martelino menjawab, “Pasti …. Aku akan membawa pesan ini ke Kanada dan saya mencoba berusaha mengajak lebih banyak orang muda ke gereja.”

******

2. Kesatuan Gereja menurut Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja

a. Ajaran Kitab Suci

Kesatuan Gereja (Umat), sudah tampak dalam kehidupan Gereja perdana atau Gereja awal. Hal tersebut dapat kita temukan dalam berbagai kisah dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Berikut ini beberapa contohnya.

1Petrus 2: 5 – 10

Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.

Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan.” Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: “Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan.” Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan.

Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.

1 Korintus 12:12

Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus.

2 Timotius 2:22

Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.

Efesus 4:3-6

Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: Satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, Satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.

Matius 16:16-19

Maka jawab Simon: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kau ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kau lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”

b. Ajaran Gereja

Simaklah teks berikut ini!

“KEGEMBIRAAN DAN HARAPAN, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka. Sebab persekutuan mereka terdiri dari orang-orang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka persekutuan mereka itu mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya”. (GS 1)

3. Upaya Memperjuangkan Kesatuan Gereja

Kesatuan Gereja harus terus kita perjuangkan dalam hidup sehari-hari karena ada berbagai tantangan yang dihadapi. Nah untuk memperjuangkan kesatuan Gereja itu, kita sebagai anggota Gereja, tentu harus ikut mengambil bagian dalam perjuangan tersebut.

B. GEREJA YANG KUDUS

Gereja itu kudus, dari mana Gereja berasal, ke mana arah yang dituju Gereja, dan unsur-unsur Ilahi yang ada di dalam Gereja adalah kudus. Kekudusan (kesucian) Gereja adalah kekudusan (kesucian) Kristus. Gereja menerima kekudusan (kesucian) sebagai anugerah dari Allah dalam Kristus oleh iman. Kesucian Gereja tidak datang dari Gereja itu sendiri, tetapi datang dari Allah dan dipersatukan dengan Kristus oleh Roh Kudus. Kristus ada dalam Gereja dan selalu menyertai Gereja sampai akhir zaman.

1. Makna Kekudusan Gereja

Marilah membaca kisah tentang St. Bernardinus Realino berikut ini, dan temukan makna kekudusan Gereja dalam kisah tersebut.

Bernardinus lahir di Carpi, lembah sungai Po, Italia Utara pada tahun 1530. Setelah belajar ilmu kedokteran dan hukum, ia berturut-turut diangkat sebagai Walikota di Fellizano, Jaksa di Aleksandria dan Sekretaris Kedutaan Napoli. Setelah Kloside, isterinya meninggal dunia, ia berkenalan dengan Serikat Yesus di Napoli. Perkenalan itu berawal dari khotbah-khotbah seorang Imam Yesuit yang diikutinya dengan rajin. Khotbah-khotbah ini sungguh menarik sehingga ia memutuskan untuk lebih memperhatikan kehidupan rohaninya.

Keputusan ini semakin diperkuat oleh penampakan isterinya sebanyak tiga kali dengan pesan supaya ia meninggalkan karier duniawinya. Pesan isterinya itupun kemudian dikuatkan lagi oleh penampakan Bunda Maria padanya. Terdorong oleh hal-hal di atas, Bernardinus memutuskan untuk mengajukan permohonan untuk menjadi anggota Serikat Yesus.

Permohonannya diterima dan setelah mengikuti suatu pendidikan khusus, Bernardinus ditahbiskan menjadi Imam. Selama beberapa tahun ia bekerja di Napoli. Sifatnya yang sopan dan ramah, penuh cinta dan pengertian kepada umatnya menyebabkan dia sangat dicintai oleh umat Napoli. Umat dengan berat hati melepaskan dia ketika dia dipindahkan ke Lecce, Provinsi Apulia, untuk mendirikan sebuah Kolose. Di Kolose Yesuit ini, Bernardius memberi kuliah filsafat dan teologi. Hingga akhir hidupnya dalam masa kerja selama 42 tahun, Bernardius menetap di Lecce.

Sebagaimana di Napoli, di Lecce pun Bernardinus sungguh dicintai. Ia menampilkan diri sebagai seorang pewarta iman yang tangguh, pengkhotbah ulung, pembimbing rohani dan bapa pengakuan yang disenangi umat. Kemasyhuran namanya bukan saja karena gaya kepemimpinannya yang penuh kesabaran, pengertian dan cinta, tetapi juga lebih-lebih karena kesalehan hidupnya dan mukzijat-mukzijat penyembuhan yang dilakukannya. Bernardinus sangat akrab dengan anak-anak dan muda-mudi. Ia menjadi penolong dan penghibur yang tidak kenal lelah bagi orang-orang yang malang.

Ketika ajalnya mendekat, walikota Lecce mengumpulkan semua pembantunya dan pemimpin-pemimpin masyarakat setempat untuk berdoa bagi keselamatan jiwa Bernardinus. Kepada mereka ia berkata: “Kota kita telah diberkati Allah dengan satu anugerah istimewa, yakni Pater Bernardinus Realino. Beliau telah mengabdi di kota ini selama 40 tahun dan telah melakukan banyak hal dengan hidupnya yang suci, karunia-karunia dan berbagai mukzijat. Setiap orang dari kota ini, juga mereka yang berasal dari kota lain telah menikmati sedikit kebaikan hati Pater Bernardinus. Oleh karena itu saya mengusulkan agar Pastor Bernardinus diangkat sebagai pelindung kota Lecce.” Ketika tiba saat terakhir hidupnya, Bernardinus berkata kepada para pemimpin masyarakat: “Dari surga kediamanku yang abadi, Aku akan selalu melindungi kota Lecce dan seluruh umat.” Bernardinus Realino meninggal dunia pada tanggal 2 Juli 1616.

    2. Kekudusan Gereja menurut Ajaran Kitab Suci

Tentu saja bahwa kekudusan Gereja bersumber pada ajaran Kitab suci. Sekarang baca teks Kitab Suci berikut ini.

1 Petrus 1: 2

yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu.

Roma 1: 7

Kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus.

Yohanes 17: 11

Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepada-Mu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.

    3. Sarana Kekudusan Gereja

Di atas telah ditegaskan bahwa ada 3 faktor yang menyebabkan Gereja disebut kudus. Asal dan tujuannya adalah Allah, yang adalah kudus. Sebagai anggota Gereja, kita adalah kudus, karena ia berasal dari Allah dan akan menuju kepada Allah. Jadi, diri kita sudah dikuduskan Tuhan. Sakramen baptis yang kita terima merupakan langkah awal kekudusan itu. Akan tetapi, setan atau iblis tidak mau kita tetap kudus. Maka ia berusaha membuat kita jauh dari kekudusan itu. Setan selalu berjuang menarik kita jauh dari Allah, sumber kekudusan.

Namun, karena cinta Allah yang begitu besar kepada manusia, Allah menyediakan sarana kekudusan dalam Gereja. Kita selalu diingatkan akan kata-kata Petrus, yang meminta kita agar kudus, seperti Bapa yang adalah kudus (1Ptr 1: 15 – 16). Berikut ini beberapa sarana yang disiapkan Allah dalam Gereja untuk kekudusan umat-Nya.

a)   Sakramen Gereja

Sakramen-sakramen yang ada dalam Gereja memiliki fungsi untuk menguduskan. Selain sakramen baptis, setidaknya sakramen ekaristi dan sakramen tobat berfungsi langsung pada kekudusan tersebut.

b)   Teladan para kudus

Penulis Kitab Ibrani mengatakan bahwa kita memiliki saksi-saksi iman yang begitu banyak, “bagaikan awan yang mengelilingi kita” (Ibr 12: 1). Mereka dapat menuntun kita kepada kekudusan dengan mengikuti teladan hidup mereka.

c)   Kitab Suci

Kitab Suci merupakan pedoman hidup, yang menuntun kita kepada kekudusan. Kuncinya adalah dengan membaca dan mengamalkannya.

d)   Doa dan Devosi

3. Usaha Memperjuangkan Kekudusan Gereja

Setiap kita dipanggil dan diutus Tuhan untuk memperjuangkan kekudusan Gereja. Kekudusan dapat dilakukan dengan saling memberi kesaksian untuk hidup sebagai putra-putri Allah. Kekudusan dapat dilakukan dengan cara meneladani semangat hidup orang-orang Katolik yang telah mencapai kekudusan, seperti para santo-santa, beato-beata, atau para martir yang berjuang menegakkan kebenaran, keadilan demi kemanusiaan. Kekudusan juga dapat dilakukan dengan merenungkan dan mendalami Kitab Suci, khususnya ajaran dan hidup Yesus, yang merupakan pedoman dan arah hidup kita, dan sebagainya.

C. GEREJA YANG KATOLIK

“Satu umat Allah itu hidup di tengah segala bangsa di dunia, karena memperoleh warganya dari segala bangsa. Gereja memajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan, dan adat istiadat bangsa-bangsa sejauh itu baik. Gereja yang katolik secara tepat guna dan tiada hentinya berusaha merangkul seganap umat manusia beserta segala harta kekayaannya di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya” (LG. 13).

1. Makna Kekatolikan Gereja dalam Hidup Kita

Untuk memahami makna kekatolikan Gereja dalam realitas hidup kita, maka simak cerita berikut.

Ketika memangku reksa kegembalaan sebagai Uskup Agung Buenos Aires, Bergoglio sudah memiliki kebiasaan dialog, menjalin relasi, kerjasama dan persaudaraan dengan tradisi kepercayaan lain. Kardinal kelahiran Flores, Buenos Aires, 17 Desember 1936 ini aktif mengadakan kunjungan secara berkala dan hadir dalam acara-acara penting komunitas agama lain di Argentina. Bahkan, ia sering menggelar acara bersama dengan para pemuka agama lain untuk mempererat tali silaturahmi. Tak segan-segan, Bergoglio berkunjung dan masuk ke masjid untuk berbaur dengan saudara-saudari Muslim.

Ia pun dengan senang hati menghadiri acara keagamaan orang Yahudi. Pertemuan-pertemuan berskala nasional dengan banyak denominasi Kristen dari berbagai aliran juga menjadi prioritas dalam agendanya. Sikap keterbukaan dan kehangatan sapaannya dalam kancah dialog damai dan persaudaraan terpatri begitu kuat dalam hati para pemuka agama di Argentina. Pada November 2012, simpul kedekatannya dengan komunitas tradisi agama lain pun terkristalisasi dalam suatu pertemuan penuh makna.

Bergoglio mengundang para pemimpin umat agama lain dalam suatu pertemuan persaudaraan. Perhelatan yang digelar di kompleks Katedral Buenos Aires ini menjadi ajakan untuk merefleksikan roh pemersatu dalam persaudaraan sebagai komunitas umat manusia. Undangannya itu pun mendapat sambutan hangat dari para tamunya. Kala itu, perwakilan Islam, Yahudi, Orthodoks, dan sejumlah denominasi Gereja Kristen Evangelis di Argentina berbondong-bondong menghadiri undangan Bergoglio. Para tamunya pun semakin terkesima ketika Sang Kardinal mengajak mereka masuk ke Katedral Buenos Aires untuk berdoa bersama. Seakan-akan ia membuka pintu Gereja Katedral lebar-lebar bagi umat beriman dan semua orang yang berkehendak baik demi perdamaian.

Bergoglio merangkul para pemuka agama untuk mendoakan perdamaian di Timur Tengah yang dinodai dengan kebencian, permusuhan, penindasan, dan perang. Para tokoh agama Argentina menyebutnya sebagai “pembuka pintu” untuk orang lain di rumahnya, dan menawarkan sambutan hangat pada siapapun yang bertamu.

*****

2. Kekatolikan dalam Dokumen Ajaran Gereja

Bacalah, dan simaklah artikel berikut ini.

“Semua orang dipanggil Umat Allah yang baru. Maka umat itu, yang tetap satu dan tunggal, harus disebarluaskan keseluruh dunia dan melalui segala abad, supaya terpenuhi rencana kehendak Allah, yang pada awal mula menciptakan satu kodrat manusia, dan menetapkan untuk akhirnya menghimpun dan mempersatukan lagi anak-anak-Nya yang tersebar (lih. Yoh 11:52). Sebab demi tujuan itulah Allah mengutus Putera-Nya, yang dijadikan-Nya ahli waris alam semesta (lih. Ibr 1:2), agar Ia menjadi Guru, Raja, dan Imam bagi semua orang, Kepala umat anak-anak Allah yang baru dan universal.

Demi tujuan itu pulalah Allah mengutus Roh Putera-Nya, Tuhan yang menghidupkan, seluruh Gereja serta segenap orang beriman menjadi azas penghimpun dan pemersatu dalam ajaran para rasul dan persekutuan, dalam pemecahan roti, dan doa-doa (lih. Kis 1:42 yun.).

Jadi satu Umat Allah itu hidup ditengah segala bangsa dunia, warga Kerajaan yang tidak bersifat duniawi melainkan sorgawi. Sebab semua orang beriman, yang tersebar diseluruh dunia, dalam Roh Kudus berhubungan dengan anggota-anggota lain. Demikianlah “dia yang tinggal di Roma mengakui orang-orang India sebagai saudaranya”.

Namun karena Kerajaan Kristus bukan dari dunia ini (lih. Yoh 18:36), maka Gereja dan Umat Allah, dengan membawa masuk Kerajaan itu, tidak mengurangi sedikitpun kesejahteraan materiil bangsa manapun juga. Malahan sebaliknya, Gereja memajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat-istiadat bangsa-bangsa sejauh itu baik; tetapi dengan menampungnya juga memurnikan, menguatkan serta mengangkatnya. Sebab Gereja tetap ingat, bahwa harus ikut mengumpulkan bersama dengan Sang Raja, yang diserahi segala bangsa sebagai warisan (lih. Mzm 2:8), untuk mengantarkan persembahan dan upeti kedalam kota-Nya (lih. Mzm 71/72:10; Yes 60:4-7; Why 21:24).

Sifat universal, yang menyemarakkan Umat Allah itu, merupakan kurnia Tuhan sendiri. Karenanya Gereja yang katolik secara tepat-guna dan tiada hentinya berusaha merangkum segenap umat manusia beserta segala harta kekayaannya dibawah kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya. Berkat ciri katolik itu setiap bagian Gereja menyumbangkan kepunyaannya sendiri kepada bagian-bagian lainnya dan kepada seluruh Gereja. Dengan demikian Gereja semesta dan masing-masing bagiannya berkembang, karena semuanya saling berbagi dan serentak menuju kepenuhannya dalam kesatuan.

Maka dari itu umat Allah bukan hanya dihimpun dari pelbagai bangsa, melainkan dalam dirinya sendiri pun tersusun dari aneka golongan. Sebab diantara para anggotanya terdapat kemacamragaman, entah karena jabatan, sebab ada beberapa yang menjalankan pelayanan suci demi kesejahteraan saudara-saudara mereka, entah karena corak dan tata-tertib kehidupan, sebab cukup banyak yang dalam status hidup bakti (religius) menuju kesucian melalui jalan yang lebih sempit, yang mendorong saudara-saudara dengan teladan mereka. Maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat Gereja-Gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri, sedangkan tetap utuhlah primat  takhta Petrus, yang mengetuai segenap persekutuan cinta kasih, melindungi keanekaragaman yang wajar, dan sekaligus menjaga, agar hal-hal yang khusus jangan merugikan kesatuan, melainkan justru menguntungkannya.

Maka antara pelbagai bagian Gereja perlu ada ikatan persekutuan yang mesra mengenai kekayaan rohani, para pekerja dalam kerasulan dan bantuan materiil. Sebab para anggota umat Allah dipanggil untuk saling berbagi harta-benda, dan bagi masing-masing Gereja pun berlaku amanat Rasul: “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan kurnia yang telah diperoleh setiap orang, sebagai pengurus aneka rahmat Allah yang baik.” (1Ptr 4:10). Jadi kepada kesatuan katolik Umat Allah itulah, yang melambangkan dan memajukan perdamaian semesta, semua orang dipanggil. Mereka termasuk kesatuan itu atau terarahkan kepadanya dengan aneka cara, baik kaum beriman katolik, umat lainnya yang beriman akan Kristus, maupun semua orang tanpa kecuali, yang karena rahmat Allah dipanggil kepada keselamatan”. (Lumen Gentium art.13)

3. Upaya untuk Mewujudkan Kekatolikan

D. GEREJA YANG APOSTOLIK

Yesus mengutus para rasul dengan bersabda: “Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka menaati segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28: 19-20). Perintah Kristus untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para rasul dan harus dilaksanakan sampai ke ujung bumi. Gereja terus-menerus mengutus para pewarta sampai Gereja-Gereja baru terbentuk sepenuhnya untuk melanjutkan karya pewartaan Injil

1. Makna Keapostolikan Gereja

Simaklah kisah berikut ini

Tepat pukul 19.07 waktu Roma, asap putih mengepul dari cerobong asap paling terkenal di dunia, di atas Kapel Sistina, Vatikan. Awalnya, asap putih itu tipis; makin lama makin menebal menembus hujan rintik yang mengguyur Vatikan sejak siang hari. Tepuk tangan puluhan ribu umat dan warga bergemuruh. Teriakan dan jeritan “fumata bianca” (asap putih) mewarnai Piazza San Pietro. Selang lima menit, lonceng-lonceng Basilika Santo Petrus berdentang, bersahut-sahutan.

Seturut tradisi, bunyi lonceng mengkonfirmasi bahwa asap putih betul putih, tanda Paus sudah terpilih. Lebih dari lima menit asap putih mengepul disertai oleh lonceng, disaksikan puluhan ribu orang di piazza, dan jutaan orang di seluruh dunia yang mengikuti momentum ini lewat berbagai media komunikasi. Alun-alun Santo Petrus makin dipadati warga Roma, umat beriman dari berbagai bangsa, meski hujan terus mengguyur dengan suhu udara 10° C. Kebanyakan orang, baik tua-muda, anak pun remaja, merangsek mendekati Basilika, ingin lebih dekat menyambut Paus baru dan menerima berkat. Mata seluruh orang di piazza tertuju pada balkon utama tempat namanya akan diumumkan. Wajah Basilika San Pietro sore itu berseri. Bagian mukanya terang benderang, disinari lampu dari kiri dan kanan; jendela-jendela mengeluarkan cahaya kekuningan. Pada pukul 20.05, cahaya di jendela makin cerah, semakin memikat banyak manusia yang berkerumun di piazza. Selang beberapa saat, pukul 20.10, Kardinal Jean-Louis Tauran sebagai Kardinal Proto Diacon muncul di balkon itu. Seluruh piazza menjadi hening. Ia mengangkat muka dan berkata: “Saya umumkan kepada Anda sebuah suka-cita besar: kita mempunyai seorang Paus”. Selanjutnya ia menyebut nama: Jorge Mario Bergoglio. Sebagai Paus ia mengenakan nama Fransiskus. Setelah ini semua diumumkan, meledaklah piazza dengan sorak dan tepuk-tangan.

Sebagian melonjak. Sebagian lagi berseru: “Viva il Papa”,“Papa Francesco!” Pukul 20.22, keluarlah para kardinal di balkon sebelah kiri dan balkon sebelah kanan Basilika. Paus Fransiskus muncul, berjubah putih dan mengenakan Soli Deo putih. Ia berdiri, diam, menatap umatnya. Lalu, ia mengucap salam sahaja: “Saudara-saudariku, selamat sore!”.

Publik menyambut dengan tepuk tangan dan sorak-sorai. Ia melanjutkan dan mengatakan bahwa amanat sebuah Konklaf adalah menghadiahkan seorang uskup kepada Roma. Seperti diketahui Paus adalah juga Uskup Roma. Bapa Suci mengatakan, “Tampaknya para saudaraku Kardinal telah pergi untuk mengambilnya hampir-hampir di ujung dunia. Saya ucapkan terima kasih atas sambutan Anda sekalian. Komunitas Keuskupan Roma mempunyai uskupnya: terima kasih!” Paus yang dikenal bersahabat dengan orang kecil ini menuturkan, Uskup Roma dan umat berjalan bersama-sama.

Peziarahan ini merupakan peziarahan persaudaraan, kasih, dan saling percaya. Ia pun mengajak untuk berdoa bagi dunia supaya menjadi sebuah persaudaraan agung. Dalam sambutan pertama dan spontan itu, Paus Fransiskus juga mengajak umat untuk berdoa bagi Uskup Emeritus Roma, Benediktus XVI, agar Tuhan memberkatinya dan Bunda Maria menjaganya. Hari makin gelap, malam sudah turun, tetapi tidak di Vatikan, terutama di Piazza San Pietro. Terang dan sorak kegirangan terus berlangsung. Mereka sedang menantikan sebuah hal istimewa yang ditunggu-tunggu:  berkat Urbi et Orbi, bagi Kota Roma dan dunia. Sebelum memberikan berkatnya, Bapa Suci meminta umat yang hadir untuk mendoakan dirinya. Satu menit, hening. Dan, pada pukul 20.25, Paus Fransiskus melimpahkan berkatnya.

2. Makna Keapostolikan menurut Kitab Suci

Keapostolikan, atau tugas kerasulan Gereja bertitik tolak dari tugas perutusan Yesus sendiri. Banyak teks Kitab Suci dari Perjanjian Baru yang berkisah tentang hal  tersebut, salah satunya teks berikut ini.

Mateus 28:19-20

Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

3. Ajaran Gereja tentang Keapostolikan

Apa makna keapostolikan menurut ajaran Gereja Katolik? Banyak dokumen Gereja yang berisi tentang ajaran dari para bapa Gereja tentang keapostolikan Gereja. Untuk memahaminya, simaklah salah satu artikel dari dokumen ajaran Gereja berikut ini.

 “Persatuan kolegial nampak juga dalam hubungan timbal-balik antara masing-masing Uskup dan Gereja-Gereja khusus serta Gereja semesta. Imam Agung di Roma, sebagai pengganti Petrus, menjadi azas dan dasar yang kekal dan kelihatan bagi kesatuan para Uskup maupun segenap kaum beriman. Sedangkan masing-masing Uskup menjadi azas dan dasar kelihatan bagi kesatuan dalam Gereja khususnya, yang terbentuk menurut citra Gereja semesta.

Gereja katolik yang satu dan tunggal berada dalam Gereja-Gereja khusus dan terhimpun daripadanya. Maka dari itu masing-masing Uskup mewakili Gerejanya sendiri, sedangkan semua Uskup bersama Paus mewakili seluruh Gereja dalam ikatan damai, cinta kasih dan kesatuan. Masing-masing, yang mengetuai Gereja khusus, menjalankan kepemimpinan pastoralnya terhadap bagian Umat Allah yang dipercayakan kepadanya, bukan terhadap Gereja-Gereja lain atau Gereja semesta. Tetapi sebagai anggota Dewan para Uskup dan pengganti para Rasul yang sah mereka masing-masing – atas penetapan dan perintah Kristus – wajib menaruh perhatian terhadap seluruh Gereja.

Meskipun perhatian itu tidak diwujudkan melalui tindakan menurut wewenang hukumnya, namun sangat bermanfaat bagi seluruh Gereja. Sebab semua Uskup wajib memajukan dan melindungi kesatuan iman dan tata-tertib yang berlaku umum bagi segenap Gereja, mendidik umat beriman untuk mencintai seluruh Tubuh Kristus yang mistik, terutama para anggotanya yang miskin serta bersedih hati, dan mereka yang menanggung penganiayaan demi kebenaran (lih. Mat 5:10); akhirnya memajukan segala kegiatan, yang umum bagi seluruh Gereja, terutama agar supaya iman berkembang dan cahaya kebenaran yang penuh terbit bagi semua orang.

Memang sudah pastilah bahwa, bila mereka membimbing dengan baik Gereja mereka sendiri sebagai bagian Gereja semesta, mereka memberi sumbangan yang nyata bagi kesejahteraan seluruh Tubuh mistik, yang merupakan badan Gereja-Gereja itu. Penyelenggaraan pewartaan Injil di seluruh dunia merupakan kewajiban badan para Gembala, yang kesemuanya bersama-sama menerima perintah Kristus, dan dengan demikian juga mendapat tugas bersama, seperti telah ditegaskan oleh Paus Coelestinus kepada para bapa Konsili di Efesus.

Maka masing-masing Uskup, sejauh pelaksanaan tugas mereka sendiri mengizinkannya, wajib ikut serta dalam kerja sama antara mereka sendiri dan dengan pengganti Petrus, yang secara istimewa diserahi tugas menyiarkan iman kristiani. Maka untuk daerah-daerah misi mereka wajib sedapat mungkin menyediakan pekerja-pekerja panenan, maupun bantuan-bantuan rohani dan jasmani, bukan hanya langsung dari mereka sendiri, melainkan juga dengan membangkitkan semangat kerjasama yang berkobar diantara umat beriman. Akhirnya hendaklah para Uskup, dalam persekutuan semesta cinta kasih, dengan sukarela memberi bantuan persaudaraan kepada Gereja-Gereja lain, terutama yang lebih dekat dan miskin, menurut teladan mulia Gereja kuno”. Berkat penyelenggaraan ilahi terjadilah, bahwa pelbagai Gereja, yang didirikan di pelbagai tempat oleh para Rasul serta para pengganti mereka, sesudah waktu tertentu bergabung menjadi berbagai kelompok yang tersusun secara organis.

Dengan tetap mempertahankan kesatuan iman serta susunan satu-satunya yang berasal dari Allah bagi seluruh Gereja, kelompok-kelompok itu mempunyai tata-tertib mereka sendiri, tata-cara liturgi mereka sendiri, dan warisan teologis serta rohani mereka sendiri. Diantaranya ada beberapa, khususnya Gereja-Gereja patriarkal kuno, yang ibarat ibu dalam iman, melahirkan Gereja-Gereja lain sebagai anak-anaknya. Gereja-Gereja kuno itu sampai sekarang tetap berhubungan dengan Gereja-Gereja cabang mereka karena ikatan cinta kasih yang lebih erat dalam hidup sakramental dan dengan saling menghormati hak-hak serta kewajiban mereka.

Keanekaragaman Gereja-Gereja setempat yang menuju kesatuan itu dengan cemerlang memperlihatkan sifat katolik Gereja yang tak terbagi. Begitu pula konferensi-konferensi Uskup sekarang ini dapat memberi sumbangan bermacam-macam yang berfaedah, supaya semangat kolegial mencapai penerapannya yang kongkret.” (Lumen Gentium 23) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar