Jumat, 20 Agustus 2021

PERBANDINGAN AYAT CINTA DAN AYAT MEMBUNUH DALAM AL-QUR'AN

 


Ketika terjadi aksi kekerasan dan intoleransi yang melibatkan umat islam, biasanya umat islam lainnya akan mengatakan bahwa “islam adalah agama kasih” sambil mengecam aksi kekerasan tersebut. Umumnya mereka membela diri dengan berkata “Agama islam adalah agama yang menghargai perbedaan” atau dengan melontarkan istilah asing yang terdengar indah, “Islam adalah rahmatan lil alamin.”. Orang yang punya akal sehat, pastilah hanya bisa tersenyum mendengar rasionalisasi atau pembenaran itu. Mereka hanya bisa diam, karena takut kena amuk massa islam bila mengatakan “Islam itu agama penuh dengan kekerasan dan intoleransi.”

Benarkah islam itu agama kasih? Pertanyaan ini sering dilontarkan oleh umat non muslim, yang tentunya hanya sebatas dalam hati. Ada 2 pendapat yang berbeda tentang agama islam. Umat islam berpendapat islam adalah agama kasih, sementara umat lain mengaitkan intoleransi dengan agama islam. Jika harus menghormati pendapat umat islam yang mengatakan agamanya adalah agama kasih, maka umat islam juga harus menghormati pendapat yang berbeda dengannya. Yang penting, setiap pendapat harus mempunyai data atau dasar, bukan hanya sekedar berpendapat.

Untuk mengupas pernyataan “islam adalah agama kasih” atau “islam adalah agama intoleran”, pertama-tama kita harus merujuk langsung ke sumber ajaran agama itu, yang salah satunya adalah Al-Qur’an. Sejauh mana ajaran kasih itu terlihat jelas dalam Al-Qur’an, dan sejauh mana ayat yang bertentangan dengannya ada di sana? Salah satu bentuk kekerasan yang paling brutal dan biadab adalah membunuh. Bisa juga dikatakan bahwa membunuh merupakan wujud intoleransi yang paling ekstrem.

Berangkat dari Al-Qur’an inilah, kita mencoba menelusuri “ayat cinta”´dan “ayat membunuh” yang ada dalam Al-Qur’an. “Ayat cinta” di sini hanya difokuskan pada 2 kata kunci, yaitu kata “cinta” dan kata “kasih”, sedangkan untuk “ayat membunuh” pada kata dasar “bunuh”. Memang, pencarian tidak hanya terbatas pada 2 kata dasar itu saja, melainkan juga kata turunannya seperti mencintai, pengasih, pembunuhan, membunuh, dll. Tabel di bawah ini menampilkan perbandingan kedua ayat tersebut.

Jenis Ayat

Jumlah Surah

Jumlah Ayat

Tampilan kata

Ayat Cinta

49 surah

120 ayat

131 kali

Ayat Membunuh

23 surah

78 ayat

113 kali

Tabel – 1: Perbandingan ayat cinta dan ayat membunuh

Dari tabel-1 terlihat jelas bahwa “ayat cinta” begitu mendominasi dalam Al-Qur’an. Ia unggul dalam semua aspek (jumlah surah, jumlah ayat dan juga kemunculannya). Akan tetapi, perlu disadari bahwa keunggulan tersebut disebabkan karena “ayat cinta” mengandung 2 kata kunci, yaitu kata “cinta” dan “kasih”, sementara “ayat membunuh” hanya berdasarkan 1 kata saja. Jika kata kunci pada “ayat cinta” dipisahkan lalu dibandingkan dengan “ayat membunuh”, maka akan terlihat perbedaan perbandingannya. “Ayat membunuh” unggul dalam jumlah ayat dan tampilan dari “ayat cinta” dengan kata kunci “cinta”, kalah jumlah ayat dengan kata kunci “kasih”, namun jauh lebih unggul dalam tampilan. Tabel berikut ini menampilkan perbandingan dalam “ayat cinta” terkait dengan 2 kata yang menjadi dasarnya.

.Kata Kunci

Jumlah ayat

Jumlah Tampilan

Kata “cinta”

31 ayat

37 kali

Kata “kasih”

89 ayat

94 kali

Tabel – 2: Perbandingan kata kunci ayat cinta

Dari segi waktu, baik “ayat cinta” maupun “ayat membunuh” mempunyai 2 jenis waktu, yaitu waktu lampau dan waktu kini. Yang dimaksud dengan waktu lampau adalah wahyu Allah yang menampilkan “ayat cinta” atau “ayat membunuh” pada masa sebelum nabi Muhammad. Misalnya, tentang cinta atau kasih yang terjadi pada masa nabi Yusuf, Adam dan nabi-nabi lainnya, atau tentang membunuh yang terjadi pada masa Daud, Musa atau lainnya. Sementara waktu kini adalah wahyu Allah yang menampilkan “ayat cinta” atau “ayat membunuh” pada masa nabi Muhammad.

Tabel berikut memperlihatkan perbedaan atau perbandingan antara “ayat cinta” dan “ayat membunuh” dalam konteks waktu.

Konteks Waktu

Ayat Cinta

Ayat Membunuh

Lampau

19 ayat

36 ayat

Kini

101 ayat

42 ayat

Tabel – 3: Konteks waktu ayat cinta dan ayat membunuh

Dari perbandingan di atas terlihat jelas jumlah “ayat membunuh” pada konteks waktu kini kalah jauh dibandingkan dengan “ayat cinta”. Ini artinya “ayat cinta” lebih banyak dikumandangkan pada masa nabi Muhammad. Akan tetapi, tampilan jumlah ayat ini belum dapat dijadikan dasar untuk penilaian apakah islam itu agama kasih atau agama intoleran. Karena tidak semua ayat yang menyebut soal cinta dan membunuh ini merupakan perintah, yang dapat dijadikan ajaran. Wahyu Allah dengan nada perintah atau ajakan dapat dilihat sebagai ajaran dalam islam yang wajib dilaksanakan oleh umat islam. Satu contoh misalnya tampak dalam QS al-Hajj: 78. Di sini Allah berkata, “Maka laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpegang-teguhlah kepada Allah.” Ayat ini merupakan perintah kepada umat islam untuk menjalankan shalat dan zakat. Dan ini menjadi salah satu ajaran islam. Umat islam yang menjalankan ajarannya, pastilah dia akan shalat dan melakukan zakat.

Bagaimana perintah yang ada dalam “ayat cinta” dan “ayat membunuh”? Dari penelusuran atas kata kunci yang masuk kategori “ayat cinta” dan “ayat membunuh” dengan nada perintah, kita menemukan fakta yang cukup mencengangkan. Tabel di bawah ini memberikan gambaran perbandingan antara “ayat cinta” dan “ayat membunuh”.

Perbandingan Wahyu Perintah

Ayat Cinta

5 ayat

Ayat Membunuh

17 ayat

Tabel – 4: Wahyu nada perintah

Ada 17 ayat yang berisi perintah terkait dengan membunuh. Artinya, dalam ayat tersebut, Allah memerintahkan atau mengajak umat islam untuk membunuh. Bila ditelusuri ketujuhbelas ayat tersebut, maka akan ditemui ada 6 ayat dengan konteks lampau. Sementara 11 ayat sisanya terbagi lagi ke dalam 6 ayat perintah negatif, yaitu berupa larangan, dan 5 ayat perintah positif. Berikut ini akan ditampilkan kutipan “ayat membunuh” dengan nada perintah, baik yang positif maupun negatif.

Ayat

Sumber

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh.

QS 2: 178

Apabila mereka berpaling, maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dimana pun mereka kamu temukan

QS 4: 89

Janganlah kamu membunuuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.

QS 6: 151

Dan sekalipun telah Kami perintahkan kepada mereka, “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampung halamanmu,” ternyata mereka tidak akan melakukannya

QS 4: 66

janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin.

QS 17: 31

Tabel – 5: Kutipan ayat membunuh nada perintah

Sementara “ayat cinta” dengan nada perintah hanya terdapat 5 ayat. Tujuhbelas berbanding lima. Lima ayat perintah kasih dalam “ayat cinta” tidaklah terlalu jelas dan tegas. Dari 5 ayat itu, 3 ayat perintah dengan nada negatif, yaitu larangan, sedangkan 2 lainnya merupakan ajakan untuk mencintai orangtua dan harapan agar Allah menumbuhkan cinta kasih itu dalam diri kaum muslim. Berikut ini akan ditampilkan kutipan “ayat cinta” dengan nada perintah.

Ayat

Sumber

Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang.

QS 17: 24

Janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah.

QS 24: 2

Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang di antara kamu dengan orang-orang yang pernah kamu musuhi di antara mereka.

QS 60: 7

Janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.

QS 4: 129

Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka karena rasa kasih sayang.

QS 60: 1

Tabel – 6: Kutipan ayat cinta nada perintah

Demikianlah 5 perbandingan kutipan “ayat membunuh” dan “ayat cinta” dengan nada perintah. Dari perbandingan antara tabel-5 dan tabel-6, kelima “ayat membunuh” di atas sangat jelas dan tegas perintahnya, tidak seperti perintah pada “ayat cinta”. Jika mencermati “ayat membunuh” dengan nada perintah, khususnya pada konteks waktu kini, maka terlihat jelas bahwa perintah membunuh yang diwahyukan Allah ditujukan kepada manusia dan juga hewan. Manusia yang dibunuh ini adalah orang musyrik atau orang kafir, diri sendiri (bunuh diri?) dan juga anak-anak.

“Ayat-ayat membunuh” dengan nada perintah inilah yang kemudian menjadi gambaran kekerasan dan intoleransi pada agama islam. Artinya, memang islam identik dengan kekerasan dan intoleransi. Karena itu, jika ada umat islam mewujudkan ajaran ini, misalnya dengan membunuh umat non muslim, maka haruslah dikatakan bahwa ia telah melaksanakan ajaran agamanya. Hal ini mirip ketika umat islam tidak membunuh hewan ketika mereka sedang ihram (haji atau umrah). Ini berarti mereka menjalankan perintah Allah, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu membunuh hewan buruan ketika kamu sedang ihram (haji atau umrah).” (QS al-Maidah: 95).

Dari uraian di atas, setelah melihat perbandingan antara “ayat cinta” dan “ayat membunuh”, memang terlihat “ayat cinta” mengungguli “ayat membunuh” dalam beberapa aspek, seperti jumlah surah, ayat dan tampilan serta konteks waktu. “Ayat cinta” kalah dari “ayat membunuh” dalam nada perintah. Perlu diketahui juga bahwa keunggulan “ayat cinta” disebabkan karena ia mempunyai 2 kata kunci, sementara “ayat membunuh” hanya satu. Keunggulan “ayat membunuh” tidak hanya dalam hal nada perintah, tetapi juga pesan yang terkandung di dalamnya jauh lebih tegas dan jelas daripada “ayat cinta”.

Berangkat dari kesimpulan di atas, bisa dikatakan bahwa ajaran kasih dalam islam, yang ditujukan kepada sesama, khususnya non muslim, sangatlah lemah, atau malah nyaris tidak ada. Justru ajaran membunuh jauh lebih kuat daripada ajaran kasih. Perintah Allah yang terkait dengan membunuh sangatlah jelas dan tegas, sejelas dan setegas perintah-Nya untuk shalat dan menjalankan zakat. Karena itu, argumentasi bahwa “islam adalah agama kasih” sama sekali tidak mempunyai dasarnya. Bisa dikatakan itu hanya sebatas risalah yang dibuat manusia, bukan risalah Allah, karena Allah sama sekali tidak menunjukkan itu dalam kitab-Nya. Adalah pantas bila mengaitkan kekerasan dan intoleransi dengan islam, karena itulah yang disampaikan Allah; dan salah satu bentuk kekerasan dan inrtoleransi yang paling ekstrem dan biadab adalah membunuh.

Mungkin ada umat islam menolak agamanya dikaitkan dengan kekerasan dan intoleransi dengan mengatakan nilai kasih dalam agamanya tidak hanya dibatasi pada kata “cinta” dan “kasih” saja. Masih banyak kata lain dalam wahyu Allah yang hendak menggambarkan islam sebagai agama kasih. Argumentasi ini sangat lemah, karena dengan cara pikir demikian kita juga dapat mengajukan kata-kata lain yang mempunyai makna yang sama seperti “membunuh”, yang juga ada dalam wahyu Allah.

Perlu disadari juga bahwa dari 120 “ayat cinta” ada sekitar 66 ayat menunjukkan sifat Allah, yaitu pengasih dan kasih sayang, dan ada 20 “ayat cinta” buat manusia namun bukan untuk sesama, melainkan cinta pada hal-hal duniawi, cinta pada kebenaran, iman, Allah, diri sendiri dan juga soal hawa nafsu. Ada 10 ayat yang menggambarkan cinta Allah, yaitu Allah sebagai pelakunya dan manusia adalah sasarannya. Jadi, kebanyakan “ayat cinta” tidaklah menggambarkan ajaran kasih untuk umat islam. “Ayat cinta” lebih banyak menggambarkan kepentingan Allah, sehingga seolah-olah Allah itu narsis. Kenapa Allah tidak memberikan perintah kasih yang jelas dan tegas serta banyak dalam wahyu-Nya kepada umat islam? Kenapa Allah justru lebih banyak memberikan perintah membunuh dalam wahyu-Nya, dan perintah itu sungguh jelas dan tegas?

Selain itu, berhadapan dengan tudingan bahwa agamanya adalah agama intoleran, umat islam membela dengan mengungkapkan pembenaran atau rasionalisasi. Mereka mengatakan membunuh yang ada dalam “ayat membunuh” harus dipahami dalam konteksnya. Konteks di sini biasa dimengerti sebagai konteks waktu dan ruang. Benarkah rasionalisasi ini? Pertama-tama harus disadari bahwa pembenaran tidak sama dengan kebenaran. Pembenaran adalah usaha membuat seolah-olah benar atas apa yang sebenarnya tidak benar.

Rasionalisasi di atas biasanya mengatakan bahwa membunuh itu adalah membunuh yang terjadi pada masa Muhammad, tidak bisa diterapkan pada masa sekarang. Lantas bagaimana dengan perintah Allah yang terdapat dalam QS al-Muzzammil: 20, “Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.” Jika wahyu Allah ini harus dipahami dalam konteksnya seperti wahyu membunuh, maka shalat dan zakat yang dimaksud adalah shalat dan zakat pada masa nabi, dan tidak bisa diterapkan pada masa sekarang. Umat islam tidak perlu lagi memberi pinjaman yang baik kepada Allah. Tentulah tidak demikian. Jika umat islam menjalankan shalat dan zakat berdasarkan perintah Allah ini, maka mereka juga harus melaksanakan membunuh sesuai perintah Allah.

Jadi, bisa dikatakan rasionalisasi umat islam ini bertentangan dengan kehendak Allah. Dengan perkataan lain, rasionalisasi itu merupakan risalah manusia, bukanlah risalah Allah.

Lingga, 21 Mei 2021

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar