Ketika terjadi aksi kekerasan dan intoleransi yang
melibatkan umat islam, biasanya umat islam lainnya akan mengatakan bahwa “islam
adalah agama kasih” sambil mengecam aksi kekerasan tersebut. Umumnya mereka
membela diri dengan berkata “Agama islam adalah agama yang menghargai perbedaan”
atau dengan melontarkan istilah asing yang terdengar indah, “Islam adalah rahmatan lil alamin.”. Orang yang punya
akal sehat, pastilah hanya bisa tersenyum mendengar rasionalisasi atau
pembenaran itu. Mereka hanya bisa diam, karena takut kena amuk massa islam bila
mengatakan “Islam itu agama penuh dengan kekerasan dan intoleransi.”
Benarkah islam itu agama kasih? Pertanyaan ini sering
dilontarkan oleh umat non muslim, yang tentunya hanya sebatas dalam hati. Ada 2
pendapat yang berbeda tentang agama islam. Umat islam berpendapat islam adalah
agama kasih, sementara umat lain mengaitkan intoleransi dengan agama islam.
Jika harus menghormati pendapat umat islam yang mengatakan agamanya adalah
agama kasih, maka umat islam juga harus menghormati pendapat yang berbeda
dengannya. Yang penting, setiap pendapat harus mempunyai data atau dasar, bukan
hanya sekedar berpendapat.
Untuk mengupas pernyataan “islam adalah agama kasih”
atau “islam adalah agama intoleran”, pertama-tama kita harus merujuk langsung
ke sumber ajaran agama itu, yang salah satunya adalah Al-Qur’an. Sejauh mana
ajaran kasih itu terlihat jelas dalam Al-Qur’an, dan sejauh mana ayat yang
bertentangan dengannya ada di sana? Salah satu bentuk kekerasan yang paling
brutal dan biadab adalah membunuh. Bisa juga dikatakan bahwa membunuh merupakan
wujud intoleransi yang paling ekstrem.
Berangkat dari Al-Qur’an inilah, kita mencoba menelusuri “ayat cinta”´dan “ayat membunuh” yang ada dalam Al-Qur’an. “Ayat cinta” di sini hanya difokuskan pada 2 kata kunci, yaitu kata “cinta” dan kata “kasih”, sedangkan untuk “ayat membunuh” pada kata dasar “bunuh”. Memang, pencarian tidak hanya terbatas pada 2 kata dasar itu saja, melainkan juga kata turunannya seperti mencintai, pengasih, pembunuhan, membunuh, dll. Tabel di bawah ini menampilkan perbandingan kedua ayat tersebut.
Jenis Ayat |
Jumlah Surah |
Jumlah Ayat |
Tampilan kata |
Ayat
Cinta |
49
surah |
120
ayat |
131 kali |
Ayat
Membunuh |
23
surah |
78
ayat |
113 kali |
Tabel
– 1: Perbandingan ayat cinta dan ayat membunuh
Dari tabel-1 terlihat jelas bahwa “ayat cinta” begitu mendominasi dalam
Al-Qur’an. Ia unggul dalam semua aspek (jumlah surah, jumlah ayat dan juga
kemunculannya). Akan tetapi, perlu disadari bahwa keunggulan tersebut
disebabkan karena “ayat cinta” mengandung 2 kata kunci, yaitu kata “cinta” dan
“kasih”, sementara “ayat membunuh” hanya berdasarkan 1 kata saja. Jika kata
kunci pada “ayat cinta” dipisahkan lalu dibandingkan dengan “ayat membunuh”,
maka akan terlihat perbedaan perbandingannya. “Ayat membunuh” unggul dalam
jumlah ayat dan tampilan dari “ayat cinta” dengan kata kunci “cinta”, kalah
jumlah ayat dengan kata kunci “kasih”, namun jauh lebih unggul dalam tampilan. Tabel
berikut ini menampilkan perbandingan dalam “ayat cinta” terkait dengan 2 kata
yang menjadi dasarnya.
.Kata Kunci |
Jumlah ayat |
Jumlah Tampilan |
Kata “cinta” |
31 ayat |
37 kali |
Kata “kasih” |
89 ayat |
94 kali |
Tabel – 2:
Perbandingan kata kunci ayat cinta
Dari segi waktu, baik “ayat cinta” maupun “ayat membunuh” mempunyai 2
jenis waktu, yaitu waktu lampau dan waktu kini. Yang dimaksud dengan waktu
lampau adalah wahyu Allah yang menampilkan “ayat cinta” atau “ayat membunuh”
pada masa sebelum nabi Muhammad. Misalnya, tentang cinta atau kasih yang
terjadi pada masa nabi Yusuf, Adam dan nabi-nabi lainnya, atau tentang membunuh
yang terjadi pada masa Daud, Musa atau lainnya. Sementara waktu kini adalah
wahyu Allah yang menampilkan “ayat cinta” atau “ayat membunuh” pada masa nabi
Muhammad.
Tabel berikut memperlihatkan perbedaan atau perbandingan antara “ayat
cinta” dan “ayat membunuh” dalam konteks waktu.
Konteks Waktu |
Ayat Cinta |
Ayat Membunuh |
Lampau |
19 ayat |
36 ayat |
Kini |
101 ayat |
42 ayat |
Tabel – 3: Konteks
waktu ayat cinta dan ayat membunuh
Dari perbandingan di atas terlihat jelas jumlah “ayat membunuh” pada
konteks waktu kini kalah jauh dibandingkan dengan “ayat cinta”. Ini artinya
“ayat cinta” lebih banyak dikumandangkan pada masa nabi Muhammad. Akan tetapi,
tampilan jumlah ayat ini belum dapat dijadikan dasar untuk penilaian apakah
islam itu agama kasih atau agama intoleran. Karena tidak semua ayat yang
menyebut soal cinta dan membunuh ini merupakan perintah, yang dapat dijadikan
ajaran. Wahyu Allah dengan nada perintah atau ajakan dapat dilihat sebagai
ajaran dalam islam yang wajib dilaksanakan oleh umat islam. Satu contoh
misalnya tampak dalam QS al-Hajj: 78. Di sini Allah berkata, “Maka laksanakanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan berpegang-teguhlah kepada Allah.” Ayat ini merupakan perintah
kepada umat islam untuk menjalankan shalat dan zakat. Dan ini menjadi salah
satu ajaran islam. Umat islam yang menjalankan ajarannya, pastilah dia akan
shalat dan melakukan zakat.
Bagaimana perintah yang ada dalam “ayat cinta” dan “ayat membunuh”? Dari
penelusuran atas kata kunci yang masuk kategori “ayat cinta” dan “ayat membunuh”
dengan nada perintah, kita menemukan fakta yang cukup mencengangkan. Tabel di
bawah ini memberikan gambaran perbandingan antara “ayat cinta” dan “ayat membunuh”.
Perbandingan Wahyu Perintah |
|
Ayat Cinta |
5 ayat |
Ayat Membunuh |
17 ayat |
Tabel – 4: Wahyu
nada perintah
Ada 17 ayat yang berisi perintah terkait dengan membunuh. Artinya, dalam
ayat tersebut, Allah memerintahkan atau mengajak umat islam untuk membunuh. Bila
ditelusuri ketujuhbelas ayat tersebut, maka akan ditemui ada 6 ayat dengan
konteks lampau. Sementara 11 ayat sisanya terbagi lagi ke dalam 6 ayat perintah
negatif, yaitu berupa larangan, dan 5 ayat perintah positif. Berikut ini akan
ditampilkan kutipan “ayat membunuh” dengan nada perintah, baik yang positif
maupun negatif.
Ayat |
Sumber |
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan
atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. |
QS 2: 178 |
Apabila mereka berpaling, maka tawanlah
mereka dan bunuhlah mereka dimana pun mereka kamu temukan |
QS 4: 89 |
Janganlah kamu membunuuh
orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. |
QS 6: 151 |
Dan sekalipun telah Kami perintahkan kepada
mereka, “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampung halamanmu,”
ternyata mereka tidak akan melakukannya |
QS 4: 66 |
janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. |
QS 17: 31 |
Tabel – 5: Kutipan
ayat membunuh nada perintah
Sementara “ayat cinta” dengan nada perintah hanya terdapat 5 ayat. Tujuhbelas
berbanding lima. Lima ayat perintah kasih dalam “ayat cinta” tidaklah terlalu
jelas dan tegas. Dari 5 ayat itu, 3 ayat perintah dengan nada
negatif, yaitu larangan,
sedangkan 2 lainnya merupakan ajakan untuk mencintai orangtua dan harapan agar
Allah menumbuhkan cinta kasih itu dalam diri kaum muslim. Berikut ini akan
ditampilkan kutipan “ayat cinta” dengan nada perintah.
Ayat |
Sumber |
Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya
dengan penuh kasih sayang. |
QS 17: 24 |
Janganlah rasa belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah. |
QS 24: 2 |
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang di antara kamu dengan
orang-orang yang pernah kamu musuhi di antara mereka. |
QS 60: 7 |
Janganlah kamu terlalu cenderung (kepada
yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. |
QS 4: 129 |
Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan
musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka
karena rasa kasih sayang. |
QS 60: 1 |
Tabel – 6: Kutipan
ayat cinta nada perintah
Demikianlah 5 perbandingan kutipan “ayat membunuh” dan “ayat cinta”
dengan nada perintah. Dari perbandingan antara tabel-5 dan tabel-6, kelima
“ayat membunuh” di atas sangat jelas dan tegas perintahnya, tidak seperti
perintah pada “ayat cinta”. Jika mencermati “ayat membunuh” dengan nada
perintah, khususnya pada konteks waktu kini, maka terlihat jelas bahwa perintah
membunuh yang diwahyukan Allah ditujukan kepada manusia dan juga hewan. Manusia
yang dibunuh ini adalah orang musyrik atau orang kafir, diri sendiri (bunuh
diri?) dan juga anak-anak.
“Ayat-ayat membunuh” dengan nada perintah inilah yang kemudian menjadi
gambaran kekerasan dan intoleransi pada agama islam. Artinya, memang islam
identik dengan kekerasan dan intoleransi. Karena itu, jika ada umat islam
mewujudkan ajaran ini, misalnya dengan membunuh umat non muslim, maka haruslah
dikatakan bahwa ia telah melaksanakan ajaran agamanya. Hal ini mirip ketika
umat islam tidak membunuh hewan ketika mereka sedang ihram
(haji atau umrah). Ini berarti
mereka menjalankan perintah Allah, “Wahai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu membunuh hewan
buruan
ketika kamu sedang ihram (haji atau umrah).” (QS al-Maidah: 95).
Dari uraian di atas, setelah melihat perbandingan antara “ayat cinta”
dan “ayat membunuh”, memang terlihat “ayat cinta” mengungguli “ayat membunuh”
dalam beberapa aspek, seperti jumlah surah, ayat dan tampilan serta konteks
waktu. “Ayat cinta” kalah dari “ayat membunuh” dalam nada perintah. Perlu
diketahui juga bahwa keunggulan “ayat cinta” disebabkan karena ia mempunyai 2
kata kunci, sementara “ayat membunuh” hanya satu. Keunggulan “ayat membunuh”
tidak hanya dalam hal nada perintah, tetapi juga pesan yang terkandung di
dalamnya jauh lebih tegas dan jelas daripada “ayat cinta”.
Berangkat dari kesimpulan di atas, bisa dikatakan bahwa ajaran kasih
dalam islam, yang ditujukan kepada sesama, khususnya non muslim, sangatlah
lemah, atau malah nyaris tidak ada. Justru ajaran membunuh jauh lebih kuat
daripada ajaran kasih. Perintah Allah yang terkait dengan membunuh sangatlah
jelas dan tegas, sejelas dan setegas perintah-Nya untuk shalat dan menjalankan
zakat. Karena itu, argumentasi bahwa “islam adalah agama kasih” sama sekali
tidak mempunyai dasarnya. Bisa dikatakan itu hanya sebatas risalah yang dibuat
manusia, bukan risalah Allah, karena Allah sama sekali tidak menunjukkan itu
dalam kitab-Nya. Adalah pantas bila mengaitkan kekerasan dan intoleransi dengan
islam, karena itulah yang disampaikan Allah; dan salah satu bentuk kekerasan
dan inrtoleransi yang paling ekstrem dan biadab adalah membunuh.
Mungkin ada umat islam menolak agamanya dikaitkan dengan kekerasan dan
intoleransi dengan mengatakan nilai kasih dalam agamanya tidak hanya dibatasi
pada kata “cinta” dan “kasih” saja. Masih banyak kata lain dalam wahyu Allah yang
hendak menggambarkan islam sebagai agama kasih. Argumentasi ini sangat lemah,
karena dengan cara pikir demikian kita juga dapat mengajukan kata-kata lain
yang mempunyai makna yang sama seperti “membunuh”, yang juga ada dalam wahyu
Allah.
Perlu disadari juga bahwa dari 120 “ayat cinta” ada sekitar 66 ayat
menunjukkan sifat Allah, yaitu pengasih dan kasih sayang, dan ada 20 “ayat
cinta” buat manusia namun bukan untuk sesama, melainkan cinta pada hal-hal
duniawi, cinta pada kebenaran, iman, Allah, diri sendiri dan juga soal hawa
nafsu. Ada 10 ayat yang menggambarkan cinta Allah, yaitu Allah sebagai
pelakunya dan manusia adalah sasarannya. Jadi, kebanyakan “ayat cinta” tidaklah
menggambarkan ajaran kasih untuk umat islam. “Ayat cinta” lebih banyak menggambarkan
kepentingan Allah, sehingga seolah-olah Allah itu narsis. Kenapa Allah tidak
memberikan perintah kasih yang jelas dan tegas serta banyak dalam wahyu-Nya
kepada umat islam? Kenapa Allah justru lebih banyak memberikan perintah
membunuh dalam wahyu-Nya, dan perintah itu sungguh jelas dan tegas?
Selain itu, berhadapan dengan tudingan bahwa agamanya adalah agama intoleran,
umat islam membela dengan mengungkapkan pembenaran atau rasionalisasi. Mereka
mengatakan membunuh yang ada dalam “ayat membunuh” harus dipahami dalam
konteksnya. Konteks di sini biasa dimengerti sebagai konteks waktu dan ruang. Benarkah
rasionalisasi ini? Pertama-tama harus disadari bahwa pembenaran tidak sama
dengan kebenaran. Pembenaran adalah usaha membuat seolah-olah benar atas apa
yang sebenarnya tidak benar.
Rasionalisasi di atas biasanya mengatakan bahwa membunuh itu adalah membunuh
yang terjadi pada masa Muhammad, tidak bisa diterapkan pada masa sekarang.
Lantas bagaimana dengan perintah Allah yang terdapat dalam QS al-Muzzammil: 20,
“Bacalah
apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah
pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.” Jika wahyu Allah ini harus dipahami dalam konteksnya
seperti wahyu membunuh, maka shalat dan zakat yang dimaksud adalah shalat dan
zakat pada masa nabi, dan tidak bisa diterapkan pada masa sekarang. Umat islam
tidak perlu lagi memberi pinjaman yang baik kepada Allah. Tentulah tidak
demikian. Jika umat islam menjalankan shalat dan zakat berdasarkan perintah
Allah ini, maka mereka juga harus melaksanakan membunuh sesuai perintah Allah.
Jadi, bisa dikatakan rasionalisasi umat islam ini bertentangan dengan
kehendak Allah. Dengan perkataan lain, rasionalisasi itu merupakan risalah
manusia, bukanlah risalah Allah.
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar