Ketika mengajar orang-orang Yahudi Yesus menyatakan bahwa Dia adalah Roti hidup. Yesus bersabda,
"Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau
seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan
roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk
hidup dunia." (Yoh 6: 51). Kemudian Dia berkata, "Sebab daging-Ku
adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar
minuman." (ay. 55).
Pada perjamuan malam terakhir bersama para rasul-Nya Yesus mengambil roti lalu
mengucap berkat dan kemudian memecah-mecahkan roti itu dan membaginya kepada
mereka. Saat itu Dia berkata bahwa roti yang dibagikan itu adalah tubuh-Nya,
dan Dia meminta para murid-Nya untuk memakannya karena memang
itu makanan (bdk. Mat 26: 26; 1 Kor 11: 24). Yesus meminta
para murid untuk senantiasa melakukan hal itu sebagai peringatan/kenangan akan
diri-Nya.
Sangat menarik kalau dicermati pernyataan di atas, secara khusus kata-kata
yang ditebalkan. Sentralnya adalah Yesus. Lalu ada roti, tubuh atau daging dan
makan serta makanan. Roti diidentikkan dengan daging atau tubuh dan itu adalah
makanan. Karena ia merupakan makanan, maka mau tidak mau harus dimakan. Dan
itulah yang terjadi dalam perayaan ekaristi. Umat diundang untuk menyambut
tubuh Kristus, yang dikenal dengan hosti.
Namun masih banyak manusia yang menyangsikan bahwa hosti itu adalah
benar-benar daging. Kalau dikatakan hosti itu benar-benar makanan: sudah pasti.
Tapi kalau dikatakan benar-benar daging: sabar dulu dech apalagi
Tubuh Yesus. Demikian pemikiran banyak orang.
Berikut ini akan dikisahkan beberapa kisah mukjizat ekaristi. Kami tidak tahu apakah ini dapat menghapus keraguan banyak orang. Bukan maksud kami untuk membuat Anda percaya. Karena soal percaya atau tidak adalah hak Anda. Kami hanya mau berbagi cerita. Berkaitan dengan percaya atau tidak, kami mengikuti apa yang pernah dikatakan Yesus, "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." (Yoh 20: 29)
ALATRI, tahun 1228
Seorang pemudi, yang tertarik pada seorang pemuda, diminta untuk membawa
sekeping Hosti yang telah dikonsekrir agar dapat dibuatkan ramuan cinta. Sang
pemudi menerima Komuni dan berjalan pulang ke rumah, tetapi karena merasa
bersalah ia menyembunyikan Kristus di suatu pojok rumah.
Beberapa hari kemudian, ia datang dan mendapati bahwa Hosti telah berubah
warna seperti daging. Imam paroki segera diberitahu dan ia membawa Hosti kepada
Uskup. Bapa Uskup menulis surat kepada Paus Gregorius IX yang isinya:
“Kita patut menyampaikan puji syukur sedalam-dalamnya kepada Dia yang,
sementara senantiasa menyelenggarakan segala karya-Nya dengan cara-cara yang
mengagumkan, pada kesempatan-kesempatan tertentu juga mengadakan
mukjizat-mukjizat dan melakukan hal-hal menakjubkan agar para pendosa menyesali
dosa-dosa mereka, mempertobatkan yang jahat, dan mematahkan kuasa bidaah sesat
dengan memperteguh iman Gereja Katolik, menopang pengharapan-pengharapannya
serta mendorong amal kasihnya.
Oleh sebab itu, saudaraku terkasih, dengan surat Apostolik ini, kami
menyarankan agar engkau memberikan penitensi yang lebih ringan kepada gadis
tersebut, yang menurut pendapat kami, dalam melakukan dosa yang teramat serius
itu, lebih terdorong oleh kelemahan daripada kejahatan, terutama dengan
mempertimbangkan kenyataan bahwa ia sungguh menyesal setulus hati ketika
mengakukan dosanya. Namun demikian, terhadap wanita yang menghasutnya, yang dengan
kejahatannya mendorong si gadis untuk melakukan dosa sakrilegi, perlu dikenakan
hukuman disipliner yang menurutmu lebih pantas; juga memerintahkannya untuk
mengunjungi semua Uskup di wilayah terdekat, guna mengakukan dosa-dosanya
kepada mereka dan mohon pengampunan dengan ketaatan yang tulus …”
Mukjizat Hosti dipertontonkan dua kali setahun, yaitu pada hari Minggu
pertama sesudah Paskah dan hari Minggu pertama sesudah Pentakosta. Pada
tahun 1960, Uskup Facchini dari Alatri membuka segel tempat Hosti
disimpan dan mengeluarkannya. Uskup menyatakan bahwa Hosti tetap dalam keadaan
sama seperti saat pertama diketemukan, yaitu, sekerat daging yang tampak
sedikit kecoklatan.
Pada tahun 1978, perayaan-perayaan istimewa diselenggarakan untuk
memperingati 750 tahun terjadinya mukjizat.
“Akulah roti hidup. Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan
mereka telah mati. Inilah roti yang turun dari sorga: Barangsiapa makan dari
padanya, ia tidak akan mati.” (Yoh 6:48-50)
DAROCA, tahun 1239
Kota di Spanyol ini bukanlah tempat terjadinya mukjizat, melainkan tempat
ditahtakannya mukjizat Ekaristi yang terjadi dalam masa perang antara Spanyol
dan Saracens pada abad ketigabelas.
Seperti kebiasaan, sebelum maju berperang, keenam komandan Spanyol pergi menghadiri
Misa dan menerima Sakramen Tobat. Di pinggiran kota, mereka diserang secara
tiba-tiba oleh pasukan Saracens. Imam membungkus keenam Hosti yang telah
dikonsekrasikan dengan korporal, lalu menyembunyikannya sementara pasukan
Spanyol membalas serangan Saracens. Setelah pertempuran yang dimenangkan oleh
Spanyol itu usai, imam pergi ke tempat ia menyembunyikan Hosti dan mendapati
bahwa Hosti telah lenyap meninggalkan enam noda darah di korporal. Rahasia
kemenangan mereka dinyatakan oleh Kristus melalui mukjizat Ekaristi ini.
Masing-masing komandan menghendaki agar korporal disimpan di kota asalnya.
Dari tiga pilihan, akhirnya dipilihlah kota Daroca. Dua orang komandan tidak
setuju akan keputusan tersebut, maka diusulkanlah suatu jalan keluar. Korporal
akan dimuatkan ke atas punggung seekor keledai Saracen yang dibiarkan pergi
sekehendak hatinya dan tempat di mana keledai itu berhenti akan menjadi tempat
korporal ditahtakan. Sang keledai berhenti di kota Daroca. Darah di korporal
telah dianalisa para ahli dan dinyatakan sebagai darah manusia.
Ya Kristus, berilah kami pengertian lebih dalam akan wafat-Mu di salib dan
kemenangan-Mu atas setan seperti kemenangan Spanyol atas Saracens.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar