Jumat, 11 Desember 2020

SERTIFIKASI HALAL DAN BERIMAN YANG KEKANAK-KANAKAN


Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama islam. Bahkan dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Karena predikat tersebut, tak heran kalau umat islam merasa memiliki hak istimewa dan berpengaruh di semua sektor kehidupan. Salah satunya terkait dengan produk makanan. Hampir semua produk makanan yang dijual ke publik harus mempunyai sertifikasi halal, yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai otoritas islam di Indonesia.
Sertifikasi halal MUI merupakan fatwa atau hukum tertulis Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan halalnya sebuah produk, baik itu makanan, minuman, obat-obatan maupun kosmetika, sesuai dengan syariat islam. Sertifikasi halal ini dikeluarkan oleh MUI setelah mendapat rekomedasi dari LPPOM MUI. Jadi, produser yang ingin mendapatkan sertifikasi halal harus mengajukan permohonan ke LPPOM MUI.
Karena mayoritas penduduknya islam sehingga benar-benar berpengaruh besar, maka masalah sertifikasi halal ini juga diakomodasi dalam undang-undang. Dalam UU no. 18 Tahun 2012 tentang pangan, pada pasal 57 dikatakan:
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan di dalam negeri untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada kemasan pangan.
(2) Setiap orang yang mengimpor pangan untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada kemasan pangan.

(3) Pencantuman label di dalam dan/atau pada kemasan pangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia paling sedikit memuat: nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor, halal bagi yang dipersyaratkan, tanggal dan kode produksi, tanggal bulan dan tahun kadaluarsa, nomor izin bagi bahan yang diolah dan asal usul bahan pangan tertentu.
Apa tujuan sertifikasi halal MUI ini? Patut diduga bahwa sertifikasi halal ini bertujuan untuk melindungi dan memberi kepastian hukum hak-hak kosumen muslim terhadap produk yang tidak halal atau mencegah konsumen muslin memakai produk haram. Dengan kata lain, sertifikasi halal memberi kepastian kepada umat islam bahwa produk yang mau dibeli dan akan dipakai adalah benar-benar halal sesuai dengan syariat islam.
Dapat dikatakan bahwa tujuan sertifikasi halal ini adalah jawaban atas wahyu Allah SWT, “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS al-Baqarah: 168). Dalam ayat ini jelas permintaan Allah kepada umat islam agar makan makanan yang halal. Jika dikaitkan dengan anak kalimat berikutnya, maka bisa dikatakan bahwa makanan yang tidak halal (alias haram) itu berasal dari setan atau masuk kategori makanan setan. Dan umat islam diminta untuk tidak mengikutinya. Alasannya adalah setan itu musuh bagi umat islam.
Menjadi pertanyaan, kenapa setia produk pangan harus memiliki sertifikasi halal? Memang pertanyaan ini akan dijawab MUI bahwa “adalah tugas kami melindungi umat islam agar tidak memakai produk pangan yang tidak dikehendaki Allah SWT.” Tapi, kenapa? Kenapa harus dilindungi atau melindungi? Bukankah sudah cukup dengan mencantumkan label pada kemasan produk bahan-bahan yang digunakan untuk produk tersebut. Umat islam, sebelum membeli wajib membaca terlebih dahulu label tersebut, sama halnya juga dengan membaca tanggal kadaluarsanya. Dan jika ditemui terdapat bahan yang diharamkan, maka sudah menjadi kewajibannya untuk tidak membeli, apalagi memakainya.
Mungkin ada yang mengatakan bahwa bisa saja produser menyembunyikan salah satu unsur bahan yang digunakan. Terus terang, itu alasan yang dicari-cari. Negara Indonesia sudah mempunyai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan juga Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Lembaga ini bertugas untuk melindungi konsumen. Mereka akan memeriksa setiap produk pangan. Jika ditemukan adanya ketimpangan, maka pelakunya bisa dikenakan sanksi berdasarkan pasal 99 UU no. 18 Tahun 2012 tentang pangan. Jadi, sama sekali tidak ada alasan kuat untuk mengadakan sertifikasi halal.
Lumrah diketahui bahwa di balik sertifikasi halal ada uang. Mereka yang ingin produknya mendapatkan sertifikasi halal harus menyerahkan sejumlah uang ke MUI. Bukan tidak mungkin pemasukan terbesar MUI berasal dari sektor ini. Mungkin karena itulah, MUI tetap ngotot agar sertifikasi halal tidak dihilangkan atau harus tetap diadakan. MUI menggunakan dasar negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, yang mempunyai keistimewaan. Selain itu, sering diungkapkan bahwa sertifikasi halal membawa dampak positif bagi produser.
Akan tetapi, semua dasar tersebut sama sekali tidak terlalu kuat. Justru sertifikasi halal ini menunjukkan cara beriman yang kekanak-kanakan. Sertifikasi halal memperlihatkan bahwa umat islam belum dewasa dalam beriman. Salah satu ciri kedewasaan adalah kemampuan untuk membuat penilaian dan keputusan sendiri. Orang dewasa dapat bertanggung jawab sendiri atas apa yang dilakukannya. Jika umat islam memang benar-benar dewasa, mereka mampu untuk menilai apakah suatu produk pangan yang mau dipakai sudah sesuai dengan syariat islam atau tidak. Mereka sendiri sebenarnya sudah bisa mengetahui tuntutan hukum islam terkait dengan produk pangan sehingga dianggap mampu membuat penilaian dan keputusan sendiri. Apabila mereka sendiri melanggar, maka mereka sendirilah yang akan bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya. Tentu saja pertanggung-jawaban itu akan mereka sampaikan saat pengadilan terakhir nanti. Pelanggaran yang mereka lakukan tidak akan dikenakan kepada orang atau pihak lain.
Namun sayangnya, terlihat jelas kalau umat islam belumlah dewasa. Sertifikasi halal membuat kesan bahwa umat islam belum dapat melakukan penilaian itu. Mereka masih seperti anak-anak, yang harus dituntun dan diarahkan. Mereka belum bisa mandiri dalam membuat penilaian dan keputusan. Karena itulah dibutuhkan peran MUI untuk mengadakan sertifikasi halal sehingga dengan demikian umat islam terlindungi.
Jadi, bisa dikatakan bahwa sertifikasi halal MUI memperlihatkan betapa cara beriman umat islam masih kekanak-kanakan.
 Dabo Singkep, 16 Juli 2020
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar