Jumat, 25 Desember 2020

ISLAMFOBIA VS FOBIAISLAM: SIAPA SEBENARNYA YANG FOBIA


Dalam situs hello sehat, fobia dimaknai sebagai ketakutan yang terus menerus, berlebihan, tidak realistis terhadap suatu objek, orang, hewan, aktivitas atau situasi. Tidak seperti ketakutan pada umumnya yang bersifat sementara, fobia adalah kondisi permanen, yang menyebabkan reaksi fisik dan stres psikologis. Sedangkan dalam situs alo dokter, fobia dipahami sebagai rasa takut berlebihan terhadap sesuatu yang biasanya tidak membahayakan. Penderita fobia biasanya akan berusaha untuk menghindari situasi dan objek yang dapat memicu ketakutan, atau berusaha menghadapinya sambil menahan rasa takut dan cemas. Sementara dalam situs psikologi hore, fobia itu adalah rasa takut berlebihan terhadap sesuatu. Pada penderita fobia, ketakutan jauh lebih besar dibandingkan bahaya yang mungkin muncul. Pemilik fobia tidak hanya mengalami takut, namun bereaksi berlebihan.
Ada satu kesamaan dari tiga pengertian fobia  di atas, yaitu ketakutan yang berlebihan. Apa yang dimaksud dengan diksi kata “berlebihan” dalam pengertian itu? Hello sehat memahaminya dengan “tidak realistis”, sedangkan 2 situs lainnya sama-sama memahaminya tingkat bahaya lebih kecil dibandingkan dengan ketakutannya. Sekalipun berbeda dalam uraiannya, namun maknanya sama. Orang yang menderita fobia mengalami ketakutan, yang sebenarnya tidak perlu ditakuti. Dengan kata lain, secara normal tidak ada dasar untuk merasa takut, namun bagi orang yang fobia situasinya menjadi tidak normal.
Terkait dengan islam, kita mengenal ada 2 istilah fobia, yaitu islamfobia dan fobiaislam. Akan tetapi, istilah fobiaislam sepertinya kurang populer sehingga jarang sekali kedengaran. Istilah ini tertutup oleh istilah islamfobia. Istilah islamfobia dikenakan kepada orang non-muslim yang mempunyai ketakutan terhadap islam. Ada satu hal yang ditakutkan tentang islam ini, yaitu teror. Tak sedikit orang non-muslim mengaitkan islam dengan terorisme. Teror ini bisa berbentuk kekerasan umat islam, ancaman, bom hingga pembunuhan. Semuanya menimbulkan ketakutan. Orang yang takut inilah kemudian dicap sebagai islamfobia.
Bagaimana dengan fobiaislam? Jika islamfobia dikhususkan untuk orang non-muslim, istilah fobiaislam dikenakan untuk orang islam sendiri. Di sini yang mengalami ketakutan adalah umat islam, dan yang ditakutkan bukan bersumber dari islam melainkan dari luar islam. Yang ditakutkan itu adalah ancaman terhadap islam; bahwa islam dimusuhi dan hendak dibinasakan. Orang yang mengalami ketakutan ini kemudian dicap sebagai fobiaislam. Namun sayang, mereka-mereka ini tenggelam oleh arus kampanye islamfobia.

Baik islamfobia maupun fobiaislam sama-sama ada dalam kehidupan ini. Orang non-muslim yang mempunyai ketakutan terhadap islam itu ada, namun orang islam yang punya ketakutan akan ancaman terhadap islam juga ada. Seperti yang sudah dikatakan di atas, islamfobia itu dapat ditemui pada orang-orang yang trauma karena mengalami, melihat atau bahkan mendengar kekejaman umat islam dalam aksi terorisme. Namun sayangnya, mereka ini oleh segelintir umat islam, yang mengaku sebagai islam moderat, mencap mereka sebagai islamfobia. Sepertinya terorisme selalu dikaitkan dengan islamfobia. Para islam moderat ini selalu mengatakan bahwa islam itu agama damai, rahmatan lil alamin.
Jika diperhatikan dan dicermati baik-baik, ketakutan orang-orang yang dicap islamfobia sebenarnya punya dasar. Bagi mereka omongan para islam moderat itu hanyalah bualan semata, karena tidak sejalan dengan ajaran islam. Artinya, mereka yang dicap islamfobia sebenarnya bukanlah orang bodoh. Mereka bukan saja melihat, mendengar dan bahkan mengalami, tetapi mereka juga sudah membaca sumber utama islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis. Di sana mereka menemukan ajaran teror, sehingga tak salah jika dalam benak mereka islam itu adalah agama teror. Salahkah jika mereka akhirnya takut? Kenapa orang sudah menjadi korban kebiadaban para teroris islam, masih juga dicap islamfobia? Bisakah islam moderat menghidupkan kembali sanak keluarga mereka yang mati karena kekejaman islam?
Jadi, ketakutan yang dialami oleh orang yang dicap sebagai islamfobia tidak berlebihan atau cukup realistis. Mereka takut pada umat islam, karena mereka meyakini bahwa setiap umat beragama terpanggil untuk melaksanakan perintah Allahnya, atau menjalankan ajaran agamanya. Demikian pula halnya dengan umat islam. Pastilah setiap umat islam dipanggil untuk melakukan perintah Allahnya. Nah, dalam Al-Qur’an ada perintah Allah untuk membuat orang-orang non-muslim ketakutan. Karena itu, ketakutan pada islamfobia adalah realistis.
Bagaimana dengan ketakutan pada fobiaislam? Seperti yang sudah dijelaskan di atas, fobiaislam ini diderita oleh umat islam. Mereka mengalami ketakutan karena ada ancaman terhadap islam. Misalnya, dalam sebuah ceramah keagamaan, seorang ustad mengatakan bahwa ada usaha-usaha untuk menghancurkan islam. Usaha itu sudah dimulai sejak anak-anak. Ustad ini kemudian memberi contoh lagu “Balonku Ada 5”. Meletusnya balon hijau dimaknai sebagai penghancuran islam.
Ustad lain lagi, dalam ceramah keagamaannya, menjelaskan tentang adanya kristenisasi terhadap anak-anak islam. Dia mengatakan bahwa sejak kecil anak-anak islam sudah diajarkan lagu “Naik-naik ke puncak gunung”. Bagi sang ustad, syair lagu tersebut (# naik, naik .... kiri, kanan #) merupakan simbol salib, yang berarti juga ada unsur kristenisasi. Unsur kristensisasi juga tampak pada frase “pohon cemara”. Tentang pohon cemara ini sudah lazim diketahui adanya nasehat orangtua terhadap anaknya untuk tidak mendekati pohon cemara yang ada di mall-mall menjelang natal.
Contoh lain dapat kita temui pada ketakutan terhadap tanda yang mengarah ke bentuk salib. Karena itu, di beberapa negara islam dan rumah-rumah sakit islam, ambulans tidak lagi memakai tanda palang merah (simbol umum), di beberapa tempat di Riau, umat kristen boleh mendirikan gereja tapi tak boleh pasang salib, pernah pengusaha Arab yang membeli salah satu klub sepakbola di Eropa, ingin menggantikan logo klub lantaran ada tanda seperti salib. Masih banyak contoh lainnya. Intinya adalah adanya ketakutan terhadap simbol kristen ini, seolah-olah simbol itu akan menghancurkan islam.
Pertanyaan kita adalah apakah ketakutan mereka yang dicap fobiaislam itu mempunyai dasar? Dapat dipastikan bahwa ketakutan pada fobiaislam adalam berlebihan dan tidak realistis. Apa yang mereka takutkan sebenarnya tidaklah menakutkan. Ketakutan terhadap lagu “Balonku Ada 5” sebagai suatu ancaman terhadap islam, atau lagu “Naik-naik ke puncak gunung” sebagai bentuk kristenisasi, atau ketakutan terhadap tanda yang mirip seperti salib adalah ketakutan yang mengada-ngada. Dengan kata lain sebenarnya tidak perlu ditakuti. Apa hubungan pecahnya balon hijau dengan pembinasaan islam, dan apakah lagu itu dibuat untuk menghancurkan islam? Apakah peristiwa naik dan melihat kiri dan kanan benar-benar dimaksudkan untuk membuat tanda salib? Apakah benar salib itu akan menghancurkan islam? Sangat jelas semuanya tidak terbukti.
Karena itu, antara islamfobia dan fobiaislam, yang mana sebenarnya menderita fobia? Silahkan Anda jawab sendiri.
Dabo Singkep, 20 Juli 2020
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar