Kamis, 24 Desember 2020

INI CARA SEDERHANA MEMEHAMI INKARNASI


Bagi orang kristiani, entah itu katolik maupun protestan, Yesus diimani sebagai Allah yang menjadi manusia. Natal diyakini sebagai titik awal peristiwa Allah menjadi manusia, atau yang biasa dikenal dengan istilah inkarnasi.

Tak sedikit orang, umumnya berasal dari kalangan islam, mempertanyakan keyakinan iman ini. Bagaimana mungkin Allah bisa dan mau menjadi manusia? Bagi umat islam hal ini tidak hanya sekedar tidak masuk akal, tetapi juga merupakan dosa berat.

Bagaimana menjelaskan soal inkarnasi ini? Ilustrasi berikut ini kiranya bisa menjadi jawaban buat kita yang sering meragukan kehadiran Yesus Kristus. Semoga ilustrasi ini bermanfaat.

Pada suatu ketika, hiduplah satu keluarga petani di sebuah desa kecil. Sang suami tidak percaya kisah tentang Yesus, Allah yang menjadi manusia. Baginya tidak mungkin Allah menjadi manusia. Hal itu akan melecehkan Allah sendiri.

“Kalau saya adalah Allah, saya tidak akan mau menjadi merendahkan diri menjadi manusia,” begitu pikirnya.

Karena keyakinannya itu, dia tidak mau ikut istri dan anak-anaknya ke gereja merayakan misa malam natal. Saat itu musim dingin. Pada malam menjelang hari Natal, istri dan anak-anaknya telah pergi ke gereja untuk menghadiri misa. Dia sendirian di rumah, duduk menonton televisi sambil membaca-baca koran. Sementara di luar salju yang turun semakin deras.

Tiba-tiba dia mendengar suatu suara benturan keras dari arah ruang tamu. Dan kembali ada suara benturan beberapa kali. Dengan bergegas dia ke ruang depan. Ia mencari-cari sesuatu yang berkaitan dengan suara tadi, tapi tidak ketemu. Kemudian dia keluar dan melihat beberapa burung yang kedinginan dan linglung setelah menabrak kaca jendela. Rupanya mereka tersesat di tengah hujan salju deras dan berusaha masuk ke rumah melalui jendela.

“Burung-burung ini tidak akan selamat di tengah badai salju seperti ini,” demikian pikirnya, “Tetapi ada sesuatu yang bisa aku lakukan.”

Petani itu mempunyai gudang/lumbung di samping rumahnya. Dia berpikir seandainya burung-burung tersebut bermalam di sana, mereka bisa tetap hangat dan selamat dari badai salju.

Setelah memakai jaket musim dingin, dia keluar rumah, membuka pintu gudang dan menyalakan lampunya. Dia berharap burung-burung itu datang ke lumbung. Tetapi ternyata burung-burung tersebut tidak masuk ke dalam lumbung yang hangat seperti harapannya.

Lalu muncul ide lainnya. Dia mencoba menarik perhatian burung-burung tersebut dengan menaburkan biji-bijian sampai ke lumbung.

“Mungkin dengan umpan makanan, burung-burung tersebut mau berjalan menuju ke lumbung dan tinggal di sana,” pikirnya.

Tetapi burung-burung tersebut tetap saja tidak tahu apa yang sedang diusahakannya. Lalu dia mencoba meniru kepak-kepak sayap burung dan meniru suara burung supaya mereka mau mengikutinya. Lagi-lagi usahanya tidak membuahkan hasil.

Di tengah rasa frustrasinya, dia bergumam, “Seandainya aku bisa menjadi burung, sebentar saja, pasti aku bisa memimpin dan meyakinkan mereka masuk ke dalam lumbung, dan mereka akan SELAMAT dari badai ini dan tetap HIDUP.”

Tiba-tiba terdengar suara pujian gereja di kejauhan. Sang petani pun terperangah dan dia lalu berlutut. Dia teringat pada cerita Natal dan sekarang cerita tentang Allah yang menjadi manusia menjadi lebih masuk akal baginya.

Jelas cara terbaik untuk membawa manusia pada keselamatan yg dijanjikan Allah adalah dengan Allah merendahkan diri-Nya menjadi manusia betapapun mustahil ini bagi banyak orang. Dengan demikian pesan-pesan Allah menjadi lebih jelas dan lebih baik dan manusia lebih dapat memahaminya.

Allah telah berfirman, “Sesungguhnya, Aku-lah TUHAN, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku?” (Yer. 32: 27). Kepada Bunda Maria, Malaikat Gabriel berkata, “Bagi Allah tidak ada yang mustahil.” (Lukas 1: 37). Dan Yesus bersabda, “Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah.” (Lukas 18: 27).

diolah kembali dari tulisan 8 tahun lalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar