Selasa, 09 Juni 2020

MEMAHAMI KASIH DALAM MADAH KASIH PAULUS

Kekristenan selalu diidentikkan dengan agama kasih. Hal ini dilantarankan Yesus Kristus, yang menjadi ikon agama kristen (katolik, protestan dan ortodoks), memberikan perintah baru, yaitu kasih. Ada dua dimensi dari kasih, yaitu kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Kedua dimensi ini ibarat 2 sisi uang logam, tak terpisahkan. Dalam perintah kasih ini tercakup semua hukum Taurat dan hukum para nabi (bdk. Mat 22: 40).
Yesus sendiri merupakan ungkapan dan perwujudan kasih Allah. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3: 16). Semasa hidup-Nya, Yesus senantiasa memancarkan kasih, baik lewat sikap, perkataan maupun perbuatan. Wujud kasih Yesus yang terbesar adalah korban-Nya di kayu salib. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15: 13). Karena itu, bisa dikatakan Yesus adalah wajah kasih Allah. Yang melihat Yesus, pastilah melihat Allah. “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14: 9).
Rasul Paulus adalah Rasul Kristus. Hidup dan karyanya mencerminkan apa yang telah diajarkan dan diperintahkan oleh Yesus Kristus. Paulus dengan sangat indah menjabarkan hukum kasih ke dalam madah kasih (1Kor 13: 4 – 7). Madah kasih Paulus ini merupakan ungkapan kasih yang selalu ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Inilah madah kasih Paulus:

Kasih itu sabar,
Kasih itu murah hati;
ia tidak cemburu.
Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Ia tidak bersukacita karena ketidak-adilan, tetapi karena kebenaran.
Ia menutupi segala sesuatu,
percaya segala sesuatu,
mengharapkan segala sesuatu,
sabar menanggung segala sesuatu.
Paus Fransiskus, dalam Seruan Apostilik Amoris Laetitia, (no. 90 – 119) mencoba mengulas madah kasih ini, yang dialamatkan kepada keluarga. Berangkat dari seruan tersebut, kami mengolahnya kembali untuk kepentingan umum.
Kasih itu sabar
Kata ‘sabar’ di sini harus dikaitkan dengan salah satu sifat Allah, yang diungkap dalam Perjanjian Lama, yaitu panjang sabar (Kel 34: 6; Bil 14: 18). Selain itu juga, kata ini perlu dibaca dalam terang Kitab Kebijaksanaan (bdk. 11: 23; 12: 2; 15 – 18), dimana kesabaran Allah selalu memberikan ruang bagi pertobatan. Kesabaran Allah merupakan tindakan belas kasih-Nya kepada pendosa, dan mengungkapkan kuasa-Nya yang sejati.
Menjadi sabar bukan berarti membiarkan orang-orang menganiaya diri kita terus menerus, atau mengizinkan orang memperlakukan kita sebagai obyek. Jadi, ketika orang berlaku curang atau tidak adil terhadap kita, bukan lantas kita sabar dan diam saja. Sebagaimana Allah yang panjang sabar memberikan ruang pertobatan sehingga orang menjadi lebih baik, demikian pula halnya dengan kita. Kita tak harus melawan, apalagi dengan kekerasan. Dalam kesabaran itu kita berusaha agar orang yang berlaku curang atau tidak adil itu menemukan jalan yang benar.
Sering orang mengatakan bahwa kesabaran itu ada batasnya. Dengan kata lain, membuat orang menjadi tidak sabar. Mengapa bisa jadi demikian? Hal ini muncul ketika kita selalu memikirkan yang ideal dan mengharapkan agar kehendak kita terpenuhi serta menuntut orang lain harus sempurna. Hal-hal tersebut membuat kita jadi tidak sabar. Kita menjadi mudah marah, agresif dan menjadi sulit hidup bersama.
Kesabaran diperkuat ketika kita mengakui bahwa orang lain juga mempunyai hak hidup di dunia ini bersama kita sebagaimana adanya mereka. Kasih selalu mencakup belas kasih mendalam, yang membimbing untuk menerima orang lain sebagai bagian dari dunia ini, meskipun ia bertindak dengan cara berbeda sebagaimana yang kita inginkan.
Kasih itu murah hati
Sebenarnya kata asli yang digunakan merujuk pada orang baik yang menunjukkan kebaikannya dalam tindakan-tindakannya. Kata ‘murah hati’ ini berkaitan erat dengan kata sebelumnya, yakni ‘sabar’. Paulus ingin memperjelas bahwa kesabaran, yang disebut pada tempat pertama, bukanlah suatu sikap pasif, melainkan sikap yang disertai kegiatan, reaksi dinamis dan kreatif dalam menghadapi sesama. Kata ‘murah hati’ menunjukkan bahwa kasih itu melakukan kebaikan bagi sesama dan memperkembangkannya.
Paulus ingin menekankan bahwa kasih lebih dari sekedar perasaan, tetapi mestinya dipahami sesuai dengan kata kerja Ibrani “mengasihi”; yaitu melakukan perbuatan baik. Dengan demikian, kasih memperlihatkan kesuburannya dan memungkinkan kita mengalami kebahagiaan untuk memberi, keagungan dan kemegahan untuk mencurahkan diri kita sepenuhnya dengan murah hati tanpa meminta balasan, hanya demi keinginan untuk memberi dan melayani.
Kasih itu tidak cemburu
Cemburu atau iri hati merupakan sikap yang berlawanan dengan kasih. Iri hati adalah suatu bentuk kesedihan yang muncul karena keberuntungan orang lain. Ada perasaan tidak peduli atas kebahagiaan orang lain; yang diutamakan adalah diri sendiri. Dalam kasih tidak ada ruang bagi rasa cemburu atas keberuntungan orang lain. Kasih membuat kita keluar dari diri kita, sedangkan cemburu membuat kita terkungkung pada diri sendiri. Kasih sejati menghargai keberhasilan orang lain, tidak merasakan keberhasilan itu sebagai suatu ancaman. Kasih sejati menerima kenyatakan bahwa setiap orang mempunyai karunia berbeda-beda dan jalan yang bermacam-macam dalam kehidupan. Orang yang mempunyai kasih akan berusaha mencari jalan kebahagiaannya sendiri serta membiarkan orang lain menemukan jalan mereka juga.
Dikaitkan dengan 10 Perintah Allah, kasih telah menunaikan dua perintah terakhir: “Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apa pun yang dipunyai sesamamu.” (Kel 20: 17). Kasih mengantar kita menuju penghargaan sejati kepada setiap manusia dan pengakuan atas hak mereka untuk bahagia. Kasih yang tidak cemburu membimbing kita untuk menolak ketidak-adilan dimana sejumlah orang memiliki terlalu banyak dan yang lain terlalu sedikit, atau untuk menggerakkan kita menemukan cara membantu masyarakat tersingkir agar dapat merasakan sedikit sukacita.
Kasih itu tidak memegahkan diri dan tidak sombong
Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa kasih itu tidak sombong atau besar kepala. Sombong bisa dimaknai dengan keinginan untuk menunjukkan diri lebih unggul sehingga orang lain terkesan. Orang sombong berpikir bahwa dirinya lebih hebat dari sesungguhnya. Orang yang mempunyai kasih akan berusaha menahan diri untuk berbicara banyak perihal diri sendiri dan tidak berusaha menjadi pusat perhatian.
Lawan kata sombong adalah rendah hati. Sikap rendah hati merupakan bagian dari kasih, karena untuk dapat memahami, memaafkan dan melayani orang lain haruslah menyembuhkan kesombongan dan memupuk kerendahan hati. Logika kasih kristiani bukanlah bagi mereka yang merasa lebih unggul daripada yang lain dan perlu menunjukkan kekuasaannya, melainkan “barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu” (Mat 20: 27).
Kasih itu tidak melakukan yang tidak sopan
Sikap santun terhadap orang lain merupakan suatu ungkapan kasih. Di sini kasih berarti juga bersikap ramah. Kasih yang ramah berarti tindakan, kata-kata dan gerak-gerik kita menyenangkan dan tidak keras atau kaku. Hal itu menunjukkan bahwa kasih tidak berlaku kasar, tidak bertindak tidak sopan, tidak bertindak kejam. Sopan santun merupakan sekolah kepekaan dan yang menuntut seseorang memupuk pikiran dan perasaannya untuk mendengarkan, berbicara, dan pada saat-saat tertentu bersikap diam.
Bersikap ramah bukanlah cara yang bisa dipilih atau ditolak; ini merupakan bagian tuntutan hakiki dari kasih. Ungkapan kasih yang ramah mengajak orang untuk tidak pesimistis, menonjolkan kekurangan dan kesalahan orang lain untuk menutupi kekurangan dan kesalahan sendiri. Kasih yang ramah membantu kita tidak banyak memikirkan keterbatasan orang lain, dan membuat kita menjadi sabar serta dapat bekerja sama dengan orang lain. Orang yang mengasihi mampu mengucapkan kata-kata penyemangat yang menghibur, menguatkan, menjadi pelipur dan menyemangati.
Kasih tidak mencari keuntungan diri sendiri
Untuk bisa mengasihi orang lain, pertama-tama kita harus mengasihi diri sendiri. Hal ini sejalan dengan hukum kasih yang kedua, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Mrk 12: 31). Madah kasih Paulus tentang kasih menyatakan bahwa kasih tidak mencari keuntungan diri sendiri dan juga tidak mencari keinginannya sendiri. Pernyataan kasih ini diungkapkan dengan nada lain oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi: “Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (2: 4). Di sini mau ditegaskan bahwa melayani orang lain dengan murah hati jauh lebih mulia daripada mengasihi diri sendiri.
Kasih dapat melampaui dan melebihi tuntutan keadilan dengan tidak mengharapkan balasan. Dengan kata lain, kasih itu harus tanpa pamrih. Tingkat kasih terbesar adalah memberikan nyawa bagi orang lain (bdk. Yoh 15: 13). Bagi Paulus, ada dasar kenapa kasih itu harus tanpa pamrih. Mengutip kata-kata Yesus, “Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma” (Mat 10: 8).
Kasih itu tidak pemarah
Pada madah kasih yang pertama, Paulus mengajak kita bersabar demi menghindari reaksi kasar terhadap kelemahan dan kesalahan orang lain. Kata ‘marah’ di sini tidaklah dalam arti yang biasanya, melainkan dalam arti batiniah; kemarahan batiniah. Ini merupakan kemarahan tersembunyi yang menempatkan kita pada posisi defensif terhadap orang lain, seolah-olah mereka adalah musuh yang harus dihindari. Kemarahan seperti ini tidak baik dipelihara karena mengakibatkan rasa sakit dan akhirnya mengasingkan kita. Kemarahan adalah sehat ketika kita bereaksi atas ketidak-adilan yang luar biasa, tetapi menjadi berbahaya ketika hal itu merasuki sikap kita terhadap sesama.
Memang dalam kehidupan seringkali kita berhadapan dengan orang-orang yang menjengkelkan, yang dapat memancing kita untuk marah. Akan tetapi, Paulus mengajak kita untuk tidak sampai marah yang bersifat batiniah. Madah kasih ini terkait erat dengan madah kasih pertama: sabar. Reaksi batin terhadap kejengkelan yang disebabkan orang lain seharusnya adalah memberkati dengan tulus, mengharapkan hal yang baik bagi orang lain, meminta Allah untuk membebaskan dan menyembuhkan orang itu.
Kasih tidak menyimpan kesalahan orang lain
Jika kita membiarkan perasaan buruk merasuki hati kita, kita memberi ruang kepada rasa benci yang bersarang di dalamnya, dan akhirnya menjadi dendam. Kata asli yang dipakai Paulus berarti kasih yang tidak memperhitungkan kejahatan atau tidak menyimpan kebencian. Karena itu, dalam kasih ada pengampunan, yang berlandaskan pada sikap positif yang berupaya memahami kelemahan orang lain dan memaafkan mereka.
Untuk dapat mengampuni kita perlu memiliki pengalaman yang membebaskan dalam memahami dan mengampuni diri sendiri. Sering kesalahan kita atau kritik dari orang lain mengakibatkan hilangnya penghargaan terhadap diri sendiri, sehingga kita bersikap waspada terhadap orang lain, menghindari afeksi dan akhirnya menjadi takut berelasi.
Kasih itu tidak bersukacita karena ketidak-adilan tetapi karena kebenaran
Di dunia ini selalu saja ada orang yang senang melihat ketidak-adilan terjadi atas diri orang lain, apalagi orang tersebut musuh atau yang dibenci. Sikap seperti ini jelas bertentangan dengan semangat kasih yang dimaksud Paulus. Kita harus berbahagia di dalam kebenaran, tak peduli kebenaran itu datang dari siapa. Kita bersukacita atas kebaikan orang lain ketika kita mengakui martabat mereka dan menghargai kemampuan dan perbuatan baik mereka.
Ketika seorang yang mengasihi dapat berbuat baik bagi orang lain, atau melihat orang lain berbahagia, mereka sendiri hidup dengan sukacita dan dengan demikian ia memuliakan Allah. Tuhan kita secara khusus menghargai mereka yang bersukacita atas kebahagiaan orang lain. Bila kita tidak memupuk kemampuan untuk menikmati kebaikan orang lain, dan terutama hanya memperhatikan kebutuhan kita sendiri, kita menghukum diri kita sendiri untuk hidup dengan sedikit sukacita.
Kasih itu menutupi segala sesuatu
Ungkapan “menutupi segala sesuatu” berbeda dengan “tidak memperhitungkan kejahatan”. Ungkapan ini berkaitan dengan penggunaan lidah. Hal ini terlihat dalam sikap diam terhadap keburukan yang mungkin ada pada diri orang lain. Artinya, kita membatasi sikap menghakimi, menahan dorongan untuk mengeluarkan suatu perkataan yang kasar dan memfitnah. Berhenti merusak citra orang lain adalah cara untuk memperkuat citra kita sendiri. Orang yang memiliki kasih menyadari bahwa dalam diri setiap orang selalu ada sisi negatif dan positif, sehingga kita tidak hanya fokus pada kelemahannya saja.
Bukan lantas berarti kasih yang demikian membuat kita abai terhadap kelemahan dan kekurangan orang lain. Kita tetap terpanggil untuk dapat memperbaiki kelemahan dan kekurangan tersebut, dengan memperhatikan nasehat Kristus, “Keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” (Mat 7: 5). Yang dimaksud Paulus di sini adalah agar ketika kita melihat kelemahan dan kekurangan orang lain, kita lebih memilih berdiam daripada mengumbarnya kepada orang lain. Ada tujuan tersembunyi dari mengumbar itu, yaitu agar orang tersebut merasa malu.
Kasih itu percaya segala sesuatu
Percaya di sini dapat dilihat sebagai sikap tidak mencurigai orang lain berbohong atau menipu. Kepercayaan ini memampukan suatu relasi menjadi bebas. Kita tak harus mengontrol orang lain. Kasih itu mempercayai dan membebaskan. Kebebasan ini akan memberi ruang kemandirian. Ketika seseorang mengetahui bahwa dirinya dipecaya dan dihargai, maka ia menjadi terbuka dan tidak menyembunyikan sesuatu.
Kasih itu mengharapkan segala sesuatu
Ungkapan yang dipakai Paulus di sini bermakna tidak putus asa terhadap masa depan. Ungkapan ini menyatakan harapan seseorang yang mengetahui bahwa orang lain dapat berubah, menjadi dewasa dan memancarkan keindahan yang tidak terbayangkan serta berseminya potensi dirinya yang tersembunyi. Orang yang memiliki kasih akan menerima berbagai hal tertentu yang tidak selalu terjadi seperti yang diharapkan, namun yakin Allah akan meluruskan garis bengkok dalam hidupnya, dan kita dapat mengambil beberapa kebaikan dari keburukan yang tidak berhasil diatasi.
Kasih itu sabar menanggung segala sesuatu
Ungkapan ini berarti menanggung setiap pencobaan dengan sikap positif; suatu daya tahan dinamis dan terus menerus yang mampu menghadapi tantangan apa pun. Kasih membuat kita berdiri teguh di tengah lingkungan yang bermusuhan; tidak mudah menyerah, bahkan di saat-saat yang paling gelap. Orang yang memiliki kasih tidak akan mudah atau suka mengeluh atas situasi atau penderitaan yang dihadapi, tetapi berusaha menghadapinya dengan sikap positif. Kasih tidak membiarkan diri dikuasai rasa benci atau penghinaan kepada orang lain, atau hasrat untuk membalas dendam.
Dabo Singkep, 15 April 2020
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar