Jumat, 27 Desember 2019

TEORI GEOSENTRIS DALAM KITAB SUCI


Bagi orang yang suka akan ilmu alam tentu sudah tak asing lagi dengan teori geosentris dan teori heliosentris. Sekarang ini dunia mengakui kebenaran teori heliosentris. Teori ini telah menggantikan teori sebelumnya, yaitu teori geosentris. Namun, selama ini dunia hanya tahu bahwa permasalahan teori heliosentris hanya melibatkan Gereja Katolik saja. Seolah-olah konflik seputar teori ini hanya terjadi antara Gereja Katolik dan dunia Ilmu Pengetahuan yang diwakili oleh Galileo Galilei.
Memang sejarah mengungkapkan ada pertentangan antara Gereja Katolik dan Galileo Galilei. Akar persoalannya adalah pernyataan Galileo yang mendukung pendapat Nicolas Copernikus tentang matahari sebagai pusat tata surya (dikenal dengan teori heliosentris). Pendapat Copernikus ini bertentangan dengan pendapat umum yang sudah bertahan puluhan abad bahwa yang menjadi pusatnya adalah bumi. Pendapat umum ini dikenal dengan teori geosentris.
Gereja Katolik berada di balik pendapat umum tersebut. Ia mendukung teori geosentris. Dasar dukungannya ada pada Kitab Suci, yaitu Kitab Pengkhotbah 1: 5 yang berbunyi “Matahari terbit, matahari terbenam, lalu  terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali.” Atau dari kitab Mazmur yang berbunyi, "Engkau yang telah membuat bulan menjadi penentu waktu, matahari yang tahu akan saat terbenamnya." (104: 19). Membaca teks ini sangat jelas ada proses pergerakan matahari. Yang tetap adalah bumi, sedangkan matahari bergerak.
Teori Geosentris: Al-Quran vs Alkitab
Sebenarnya bukan cuma kitab suci orang Yahudi dan Kristen saja yang mendukung pendapat teori geosentris. Al-Quran juga ternyata memuat teori ini. Jika kitab suci orang Yahudi dan Kristen hanya sekali saja memuat konsep geosentris (Kitab Pengkhotbah 1: 5), konsep ini tersebar di beberapa surah dalam Al-Quran. Malah ada surah begitu jelas mengatakan bahwa matahari bergerak pada orbitnya. Berikut ini petikan-petikan surah yang menerangkan teori geosentris (kami menggunakan Al-Quran terbitan Departemen Agama RI tahun 2006).
Surah Ibrahim: 33, “Dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya)... “
Surah Al-Anbiya: 33, “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.”
Surah Yasin: 38, “dan matahari berjalan di tempat peredarannya...”
Surah Yasin: 40, “Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.”
Surah Ar-Rahman: 5, “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.”
Kelima surah di atas memakai kata dasar kata “edar”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online, kata “edar” memiliki arti (1) berjalan berkeliling (hingga sampai ke tempat permulaan); (2) berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat lain; berputar. Jadi, jika matahari dikatakan beredar, maka matahari itu berputar; bukan berputar di tempat melainkan berkeliling (berpindah-pindah). Jadi, sangat jelas bahwa Al-Quran mendukung teori geosentris, meski tidak tegas dikatakan bahwa bumi tetap pada tempatnya.
Akan tetapi, kenapa seakan Alkitab saja yang disalahkan? Padahal kesalahan ini mengandung konsekuensi yang cukup berat. Jika Alkitab dikatakan salah, sedikit masuk akal. Alkitab, dalam keyakinan orang Kristen adalah tulisan manusia yang diinspirasikan oleh Roh Kudus. Manusia yang menulis kitab tersebut tak bisa dilepaskan dari latar belakang budaya, situasi dan perasaan pribadi. Karena itu, kitab-kitab dalam Alkitab terbagi dari beberapa jenis, yaitu Taurat, sejarah, sastra dan nubuat. Kitab Pengkhotbah masuk dalam jenis karya sastra, sama seperti Kitab Amsal, Kidung Agung, Kitab Kebijaksanaan, Kitab Ayub, dll.
Oleh karena itu, teks Pengkhotbah 1: 5 harus dilihat sebagai sebuah karya sastra (puisi), ekspresi penulis terhadap apa yang dilihatnya. Tak jauh berbeda dengan kitab Mazmur, yang dapat dikategorikan sebagai ucapan doa bernada puisi. Kedua kitab ini ditulis sekitar abad ketiga sebelum masehi, jauh sebelum Nicolas Copernikus (1473 – 1543) dilahirkan. Apa yang dilihat penulis tentang matahari (matahari terbit kemudian terbenam, lalu kembali terbit lagi di tempat yang sama) diungkapkannya dalam tulisan. Dan jika memperhatikan teks tersebut sangat jelas bahasa puisi terkandung di dalamnya.
Bagaimana dengan Al-Quran? Umat islam meyakini bahwa Al-Quran adalah firman Allah secara langsung. Berbeda dengan Alkitab, tulisan-tulisan yang ada di dalam Al-Quran adalah langsung kata-kata Allah. Malah ada yang meyakini Al-Quran sebagai kitab langsung diturunkan kepada Muhammad secara utuh. Jadi, kata-kata bahwa matahari beredar pada edarannya (atau pada orbitnya) adalah kata-kata Allah sendiri.
Di perkirakan Nabi Muhammad menerima Al-Quran ini sekitar abad ketujuh sesudah masehi. Jadi, sekitar 9 abad setelah Kitab Pengkhotbah ditulis dan sekitar 7 abad sebelum Copernikus mencetuskan teorinya. Sangat jelas bahwa 5 surah menggambarkan adanya teori geosentris, seakan meneruskan tradisi Kitab Pengkhotbah. Akan tetapi, 7 abad kemudian, sama seperti Kitab Pengkhotbah, gambaran geosentris dipatahkan oleh teori heliosentris. Menjadi persoalan, apakah Allah, yang telah berfirman dalam Al-Quran salah atau keliru?
Sebuah Dampak Iman
Sekarang ini umat manusia menganut teori heliosentris. Teori ini seakan sudah tak terbantahkan kebenarannya. Matahari menjadi pusat, sedangkan bumi bersama dengan planet lainnya berputar pada garis putarannya. Matahari tetap, tidak bergerak, dan bumi beredar pada orbitnya. Teori ini tentulah bertentangan dengan apa yang tertulis dalam kitab suci tiga agama samawi, yaitu Yahudi, Kristen dan Islam. Ketiga agama ini sama-sama mengakui bahwa kitab suci adalah buku iman. Bagaimana efek kemunculan teori heliosentris bagi iman?
Bagi umat Yahudi dan Kristen kebenaran teori heliosentris tidak serta-merta menghapus kebenaran iman dalam Kitab Pengkhotbah (Pengkhotbah 1: 5), yang oleh para ahli dilihat sebagai dasar atau memuat teori geosentris. Kitab Pengkhotbah, sebagai sebuah kitab adalah karya manusia. Apa yang dilihat, didengar dan dirasakan kemudian direfleksikan dengan terang Roh Kudus. Semuanya itu akhirnya ditulis dalam sebuah kitab. Karena itu, umat Yahudi dan Kristen sama sekali tidak terganggu dengan pertentangan antara teori heliosentris dengan teks Pengkhotbah 1: 5. Umat Yahudi dan Kristen tetap mengakui kebenaran teks tersebut. Mereka tetap melihat bahwa matahari terbit di Timur dan tenggelam di Barat dan kemudian muncul lagi di Timur. Kebenaran Pengkhotbah 1: 5 ini seakan tak terbantahkan. Sampai kapan pun matahari akan terbit di Timur dan terbenam di Barat lalu muncul lagi di Timur. Bukankah semua manusia, bahkan ahli pendukung teori heliosentris sekalipun, mengakui kebenaran ini?
Akan berbeda efeknya bagi umat islam. Semua umat islam yakin bahwa Al-Quran adalah firman Allah secara langsung. Lima surah geosentris di atas juga merupakan kata-kata Allah. Malah sangat jelas dikatakan bahwa matahari beredar pada orbit atau garis edarnya. Jika ayat kelima surah ini dipertentangkan dengan teori heliosentris, tentulah bisa dikatakan bahwa surah-surah tersebut salah. Kebenaran konsep matahari beredar pada garis orbitnya terpatahkan dengan adanya teori heliosentris. Jadi, kelima surah tersebut salah. Jika teks-teks dari kelima surah tersebut dibaca kembali secara hurufiah, sebagaimana orang membaca teks Pengkhotbah 1: 5, pastilah pembaca akan menyatakan teks ini keliru.
Namun, apakah lantas bisa dikatakan bahwa Allah SWT salah/keliru atau Allah SWT berbohong? Sudah bisa dipastikan bahwa Allah salah atau setidaknya menyampaikan suatu kebohongan. Allah keliru/salah ketika mengatakan bahwa matahari beredar pada garis edarnya. Allah berbohong ketika berkata bahwa matahari beredar pada garis edarnya. Kenapa Allah orang islam bisa salah? Mengapa Allah umat islam berbohong? Bukankah Allah itu Mahabenar dan Maha Mengetahui? Dalam Al-Quran tertulis "Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS Al-Mujadilah: 7). Kenapa soal matahari ini Allah seakan-akan tidak tahu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar