Rabu, 18 Desember 2019

PAUS FRANSISKUS: UMAT KRISTEN MASIH MENDERITA DEMI KRISTUS HINGGA HARI INI

Materi penderitaan semakin menandai kehidupan Santo Paulus sebagaimana diceritakan dalam Kisah Para Rasul. Misionaris pemberani itu hukan hanya penginjil yang bersemangat di antara orang-orang sakit, tetapi juga menderita sebagai saksi tentang Yang Bangkit. Demikian renungan Paus Fransiskus dalam katekese Kisah Para Rasul dalam audensi umum di Aula Paulus VI, Rabu (11/12/2019). Dalam renungan itu Paus Fransiskus mengangkat sosok Rasul Paulus sebagai model bagi umat kristiani dengan mengatakan penderitaan, penganiayaan dan kemartiran adalah tanda bahwa mereka berjalan di jejak langkah Tuhan. Bahkan saat ini, lanjut Paus Fransiskus, “umat kristen masih dianiaya dan dipinggirkan.”
Setibanya di Yerusalem, Rasul Paulus menemui kebencian orang-orang yang mengatakan dirinya seorang penentang yang tidak bisa dipercaya. Karena itu, demi Yesus maka Yerusalem juga memusuhi Paulus. Dia diseret keluar dari Bait Allah untuk dihukum mati, tetapi diselamatkan oleh tentara Romawi. Paulus, yang dituduh menentang Hukum Taurat dan Bait Allah, ditangkap dan memulai perjalanannya sebagai tahanan ke berbagai otoritas di wilayah tersebut.
Paus Fransiskus memperhatikan kesamaan antara Rasul Paulus dan Yesus Kristus. Keduanya dibenci oleh musuh mereka, dituduh secara terbuka; keduanya ditemukan tidak bersalah oleh otoritas Romawi. Paulus dikaitkan dengan hasrat tuannya, dan hasratnya menjadi Injil yang hidup.
Paus Fransiskus mencatat, umat kristen terus menderita demi Kristus, bahkan hingga hari ini. Tepat sebelum audensi umum, ujar Paus Fransiskus, ada sekelompok peziarah dari Ukraina bertemu dengannya. Mereka tidak mau mengubah iman mereka meski menderita demi Injil. “Kini, di dunia, di Eropa,” kata Paus Fransiskus, “banyak umat kristiani dianiaya dan memberikan hidup mereka demi iman, atau dianiaya secara khusus yakni disisihkan, dipinggirkan.” Paus Fransiskus menegaskan, “kemartiran adalah suasana kehidupan seorang kristen, umat kristiani.” Menurut Paus Fransiskus, ”martir akan selalu ada di antara kita: inilah tanda bahwa kita berada di jalan Yesus, inilah berkat Tuhan, bahwa di antara umat Allah ada beberapa orang yang bersaksi dengan kemartiran.”
Ketika dipangil membela diri dari dakwaan di hadapan Raja Agrippa II, permintaan maaf Paulus ternyata menjadi kesaksian iman yang efektif, tegas Paus Fransiskus. Rasul Paulus menceritakan pertobatannya dan bagaimana Kristus yang Bangkit mempercayakan kepadanya misi di antara bangsa-bangsa. Dalam melaksanakan tugas itu, Paulus menunjukkan nubuat para nabi dan Musa bahwa Kristus akan menderita dan, “sebagai orang pertama yang bangkit dari kematian, Dia akan membawa terang kepada masyarakat maupun orang bukan Yahudi.” Kesaksian bersemangat dari Rasul, yang awalnya bernama Saulus, itu menyentuh hati raja, yang tidak mempunyai langkah tegas. Dia menjawab, “Apakah kauanggap bisa membujuk aku menjadi kristen dengan begitu mudah?”
Paulus dinyatakan tidak bersalah, tetapi tidak bisa dibebaskan karena ia telah mengajukan banding ke Kaisar Romawi. Jadi, jelas Paus Fransiskus, perjalanan Firman Tuhan yang tak terhentikan berlanjut ke Roma. Di sana Paulus dirantai. Maka papar Paus Fransiskus, Rasul Paulus digambarkan sebagai tahanan yang rantainya merupakan tanda kesetiaan kepada Injil dan kesaksiannya kepada Yang Bangkit. Bagi Paulus, seperti yang dicatat Paus Benediktus XVI, iman bukanlah teori atau pendapat tentang Tuhan dan dunia, tetapi dampak dari kasih Allah dalam hatinya dan cintanya kepada Yesus.
Paus Fransiskus mengakhiri katekese dengan mendorong umat kristiani untuk berdoa memohon rahmat untuk bertahan dalam iman di tengah cobaan dan melihat segala sesuatu dengan mata iman serta setia pada panggilan mereka sebagai murid-murid dan misionaris-misionaris Tuhan.
sumber: Pena Katolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar