Rabu, 11 Desember 2019

EFEK BAHAGIA BAGI KESEHATAN


“Bersukacitalah senantiasa.” Demikianlah pernyataan Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika (1Tes 5: 16). Perlu disadari, Paulus terpanggil untuk mewartakan Injil Yesus Kristus, dan Injil itu dimaknai dengan kabar sukacita. Karena itulah, menerima Injil berarti menerima sukacita. Rasul Paulus tidak henti-hentinya selalu menyerukan kepada umat untuk bersuka cita. Kepada jemaat di Filipi, Paulus berkata, “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: bersukacitalah!” (Filipi 4: 4).
Nada seruan Santo Paulus tadi sering terdengar dalam berbagai kesempatan dengan makna profan. Misalnya, ungkapan sastrawan kenamaan Omar Khayyam, “Be happy for this moment. This moment is your life.” Intinya adalah orang perlu merasa bersukacita atau senantiasa berbahagia. Namun, beragam masalah dalam hidup kerap membuat orang kehilangan kebahagiaannya. Tekanan hidup juga membuat orang rentan terkena stress atau depresi. Meskipun demikian, seseorang perlu tetap merasa bahagia karena segudang alasan.
Seseorang yang berbahagia akan memiliki hidup yang lebih sehat. Ada baiknya kebiasaan bersukacita ini diawali dari masa muda. Riset dari Northwestern University, Amerika Serikat, terhadap 10.000 remaja menunjukkan bahwa remaja yang bahagia lebih sedikit cenderung mempunyai masalah perilaku pada usia dewasa. Sebaliknya, remaja yang sering berbahagia cenderung mempunyai kesehatan fisik dan emosional yang baik.
Sebenarnya, saat merasa gembira, tubuh akan memproduksi hormon seperti serotin, relaksin dan dopamin. Saat masuk ke aliran darah, hormon-hormon ini akan merangsang sel-sel kekebalan tubuh. Sel-sel imun ini akan bekerja untuk memerangi penyakit dalam tubuh.

Riset di Inggris terhadap 3.000 lansia berumur di atas 60 tahun menunjukkan responden yang lebih bahagia cenderung dapat melakukan aktivitas fisik yang lebih baik pada usia tua. Sebaliknya, responden yang merasa tidak berbahagia mengalami penurunan fungsi fisik yang lebih cepat (www.livescience.com).
Sebaliknya, saat stress, seseorang menjadi lebih mudah terserang penyakit. Riset mengenai psikoneuroimunologi (PNI) menunjukkan bahwa gejala stress, gelisah, takut atau marah akan merangsang tubuh untuk memproduksi sejumlah hormon yang seperti epinefrin dan kortisol. Hormon yang membantu mengendalikan aktivitas tubuh ini dapat membuat tekanan darah naik. Bila hal ini berlangsung terus menerus, daya tahan tubuh menurun dan lebih mudah terserang penyakit.
Untuk itulah seseorang perlu merasa berbahagia. Pertama, merasa bersyukur. Mulailah mengucapkan rasa syukur dari hal-hal yang paling sederhana dalam hidup. Satu helaan napas adalah pertanda kehidupan. Kita perlu merasa bersyukur karenanya.
Kedua, lepaskanlah beban pikiran. Lepaskan emosi yang tertekan dengan mengutarakan isi hati seperti berbicara dengan orang lain atau menulis buku harian. Hindari menyimpan rasa dendam karena dendam merupakan salah satu penghalang utama dalam merasa bahagia. Gantilah dendam dengan sikap memaafkan. Lepaskanlah beban yang menghimpit hati dan pikiran. Buanglah pikiran negatif, kegelisahan dan ketakutan. Biarkan oksigen dari nafas masuk dan memenuhi paru-paru dan memberikan penghidupan.
Ketiga, lakukanlah hal-hal yang paling disukai. Pilihlah pekerjaan yang sesuai dengan diri dan bakat. Bila dijalankan dengan tekun, pemasukan akan datang dengan sendirinya. Hindari melakukan pekerjaan yang tidak disukai.
Keempat, habiskan waktu dengan orang-orang yang dikasihi. Orang tua, saudara, pasangan, anak dan teman akan membantu dalam menciptakan rasa bahagia. Namun, jangan lupa luangkan waktu untuk diri sendiri. Nikmatilah setiap momen dalam hidup karena satu momen tidak akan pernah terulang.
Kelima, isilah benak kita dengan pikiran positif. Isilah hari-hari dengan aktivitas yang bermanfaat. Ubahlah diri menjadi pendengar yang lebih baik, optimistis, bersikaplah lebih sabar, hindari berasumsi negatif, buanglah sikap iri hati dan cemburu dan bersikaplah tulus pada orang lain. Cara-cara ini mungkin tidak mudah jika kita belum terbiasa. Namun, bila dijalankan perlahan-lahan, akan terasa manfaatnya, tidak hanya untuk kesehatan raga, tetapi juga jiwa diri sendiri.
Pada intinya, seseorang akan merasa bahagia jika mencintai dirinya sendiri, dengan demikian, rasa dengki akan menghilang. Ketika mampu mengasihi diri sendiri, seseorang perlu memperlakukan orang lain layaknya mengasihi seperti diri sendiri. Bersikap tulus dan memberikan sesuatu tanpa pamrih akan membuat rasa bahagia memenuhi diri.
Diolah kembali dari tulisan 5 tahun lalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar