Senin, 28 Januari 2019

INI DASAR GEREJA KATOLIK MENOLAK KONTRASEPSI


Salah satu tujuan orang menikah adalah mendapatkan keturunan. Ketika menciptakan manusia pertama, Allah memberkati mereka dan bersabda, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; …” (Kej 1: 28). Ini mau memperlihatkan kehendak Allah, yaitu keluarga yang diberkati dan kehadiran anak dalam keluarga. Dengan kata lain, kelahiran atau kehadiran anak dalam hidup rumah tangga adalah kehendak Allah.
Perkawinan merupakan ikatan perjanjian antara dua pribadi manusia, yaitu pria dan wanita. Perjanjian nikah mencerminkan kuasa kasih yang luar biasa yang memberi kehidupan dalam perjanjian dengan cara yang khas. Semua perjanjian yang lain menunjukkan kasih Allah dan meneruskan kasih Allah, tetapi hanya dalam perjanjian nikah, kasih itu begitu nyata dan penuh kuasa karena ia menyampaikan suatu bentuk kehidupan. Kehidupan itu, yang diawali dari pertemuan sel telur dan sperma, bernama anak. Jadi, anak merupakan perwujudan dan keutuhan perjanjian itu.
Secara sederhana bisa dikatakan demikian. Setelah menciptakan manusia – Adam dan Hawa – Allah memberkati mereka. Lalu Allah membuat perjanjian di antara mereka agar manusia itu melanjutkan karya penciptaan Allah dengan beranakcucu dan bertambah banyak. Dengan menikah, orang membaharui perjanjian yang pernah Allah sampaikan kepada manusia pertama. Dengan menikah Allah menggunakannya untuk memberi sesuatu kehidupan baru.
Alat kontrasepsi, dari fungsi asalinya saja sudah bertujuan menghalangi tumbuhnya kehidupan baru. Dengan perkataan lain, alat kontrasepsi bertentangan dengan kehendak Allah, yang menghendaki kehidupan baru melalui ikatan perjanjian nikah. John Kippley, dalam bukunya Sex dan Perjanjian Nikah, mengatakan membaharui perjanjian nikah dan menggunakan alat kontrasepsi untuk menghancurkan kemungkinan tumbuhnya suatu kehidupan baru adalah sebanding dengan menerima komuni dalam Perayaan Ekaristi dan kemudian meludahkannya ke tanah.
Oleh karena itu, suami isteri kristiani hendaknya melaksanakan kehendak Allah ini dalam hidup keluarga mereka. Para suami isteri harus menerima setiap kehamilan dan kelahiran sebagai sebuah pembaharuan janji nikah dan berkat dari Allah. Agar tidak terbebani secara ekonomi karena banyaknya anak, maka Gereja Katolik menawarkan solusi Keluarga Berencana Alamiah. Solusi ini sama sekali tidak seperti alat kontrasepsi. Ia menuntut kerja sama dan sikap saling menghormati antar suami isteri dalam rencana menghadirkan kehidupan baru. Dengan kata lain, mereka menjadi tuan atas diri dan keadaan.
Diolah dari Scott & Kimberly Hahn, Roma Rumahku, hlm 45 - 48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar