Rabu, 18 Februari 2015

Memang KPK Mau Dihancurkan

SKENARIO MENGHANCURKAN KPK
Berawal dari penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi menghadapi badai tak kunjung reda. Pertama serangan terhadap ketua KPK, Abraham Samad, kemudian menyusul komisioner lainnya, dari Bambang Widjojanto, Adnan Pandu dan akhirnya Zulkarnain. Dosa kesalahan masa lalu mereka pun dicari lalu dibuka. Badai yang melanda para pimpinan KPK ini bisa dikatakan sebagai wujud menghancurkan KPK.

Kenapa disebut penghancuran KPK? Masyarakat menilai bahwa KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad cs sudah bekerja optimal. Mereka adalah orang-orang kuat. Ada banyak pejabat yang diringkus karena kasus korupsi. Tentulah kehadiran Abraham Samad cs menjadi momok bagi pelaku koruptor, atau calon koruptor. Berbagai usaha untuk melemahkan KPK, misalnya lewat RUU, selalu menghadapi kegagalan; malah dihujat oleh masyarakat. Karena itu, tindakan mudahnya adalah menyingkirkan para pimpinannya dan menggantikannya dengan orang-orang yang lemah.

Maka dibuatlah rencana untuk menghancurkan aktor di balik KPK ini. Saya menduga, semoga dugaan ini keliru, PDIP berada di balik rancangan ini. Semua ini tak lepas dari naiknya popularitas Jokowi dalam setiap polling calon presiden. Ketika peluang menang ada, dibuatlah rancangan calon pendamping Jokowi, sebagai presiden.

Perlu diketahui bahwa bukan Abraham Samad yang melamar diri menjadi calon pendamping Jokowi dalam pilpres 2014, tetapi dirinya dilamar oleh PDIP. Saya melihat ini merupakan sebuah trik. Maklum, politik itu busuk. Segala cara dilakukan untuk mencapai tujuan. Abraham Samad “diangkat lalu ditendang”; ditimang-timang kemudian dibuang. Maka terjadilah beberapa pertemuan antara Abraham Samad dengan beberapa pengurus PDIP yang mengurus hal ini.

PDIP sebenarnya tahu bahwa pertemuan ini merupakan senjata untuk menyerang Abraham Samad. Sementara Abraham Samad terbuai oleh jabatan wakil presiden, yang konon dikatakan kepadanya sangat strategis untuk mewujudkan mimpinya. Maka disetting drama penolakan Budi Gunawan atas pencalonan Abraham Samad, sehingga memancing emosi Abraham Samad. Dan semua adegan ini direkam dengan sangat baik. Karena itu, ketika Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, muncullah masalah pertemuan tersebut.

Apa kepentingan PDIP dan Budi Gunawan di balik kehancuran KPK ini? Keduanya terkait dengan kasus korupsi. PDIP dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia; dan Budi Gunawan dengan kasus rekening gendut. Kasus BLBI selalu menyeret nama Megawati, dan sebagaimana yang sudah diketahui umum, Megawati adalah PDIP. Dengan menghancurkan KPK, bisa dikatakan kasus BLBI dan kasus rekening gendut di kepolisian, termasuk yang menyeret Budi Gunawan, akan terhambat proses penyidikannya, bahkan semakin sulit dibongkar. Karena itu, PDIP akan “menembak” Abraham Samad dengan amunisi pertemuan politik tadi, sedangkan Budi Gunawan “menembak” pimpinan KPK lainnya.

Jika semua pimpinan KPK tertembak dengan kasus, terbuka peluang “takhta” KPK kosong. Hal ini tentu akan menuntut presiden akan mencari lagi orang. Dan jika presidennya dari PDIP, bukan tidak mungkin jabatan-jabatan pimpinan KPK akan diisi oleh orang-orang yang mudah diatur. Bukankah kewenangan menentukan nama pengurus KPK ada di tangan presiden? Dan untuk semakin memuluskan niat ini, dijalinlah kerja sama dengan anggota dewan agar ketika proses fit and proper test calon yang diajukan presiden tidak menemui hambatan.

Karena itu wajar saja bila Hasto kemudian melaporkan masalah pelanggaran etik Abraham Samad terkait pertemuannya dengan pengurus PDIP kepada DPR. Bukankah di KPK ada Dewan Etik? Kenapa Hasto tidak melaporkannya ke sana? Mudah ditebak. Semua punya kepentingan yang sama: agar kasus-kasus korupsi masa lalu tidak terbongkar dan ke depan peluang korupsi terbuka lebar.

Tidak puas dengan kasus pertemuan politik, Abraham Samad dijerat lagi dengan kasus paspor palsu Feriyani Lim. Kasus ini terjadi sekitar tahun 2007, saat Abraham Samad belum menjadi ketua KPK. Jika ditilik kasusnya, ada begitu banyak kasus seperti itu. Lihat saja Kartu Keluarga setiap warga Indonesia. Apakah benar-benar sesuai dan tidak ada pemalsuan seperti yang terjadi dengan Feryani Lim? Tapi kenapa hanya Abraham Samad saja yang dijerat? Dan kenapa baru sekarang? Perlu juga diselidiki siapa Feryani Lim, yang konon katanya sering diantar jemput dengan mobil pejabat.

Kalau diperhatikan dengan baik-baik, kasus-kasus yang menimpa para pimpinan KPK ini bisa dibilang remeh, dan tak ada kaitannya dengan jabatan mereka sekarang. Semua kasus tersebut terkesan dicari-cari. Seolah-olah pimpinan KPK itu harus sempurna seperti malaikat. Orang berpikir bahwa karena KPK itu merupakan lembaga superbody, maka pimpinannya haruslah manusia setengah dewa, tanpa cela kesalahan. Maka, jika ada sedikit kesalahan mereka tidak layak.

Dan itulah yang terjadi. Orang mulai mencari-cari kesalahan para pimpinan KPK ini. Pencarian itu sampai ke masa lalu. Andai di saat menjadi pengacara, mereka tidak menemukan kesalahan atau pelanggaran hukum, maka pencarian akan ditarik hingga masa kuliah atau sekolah. Mungkin waktu kuliah ada yang melihat pimpinan KPK tidak menggunakan helm saat mengendarai motor, atau saat ujian menyontek atau pelanggaran lainnya. Pokoknya, harus ketemu kesalahan. Karena kesalahan itulah yang dijadikan alas an untuk menyerang dan menjatuhkan mereka.

Jadi, semakin benderanglah sudah bahwa ada grand design penghancuran KPK. Bambang Widjojanto sudah berstatus tersangka, lalu menyusul Abraham Samad. Bukan tidak mungkin ke depan Adnan Pandu dan Zulkarnain akan menyusul jadi tersangka dengan kasus yang dicari-cari. Dan bila keempatnya sudah berstatus tersangka, lengkaplah sudah. Terjadi kekosongan di tubuh KPK, yang menuntut pemilihan pimpinan baru. PDIP tinggal menyetir Jokowi untuk memilih orang-orang tertentu, yang diprediksikan dapat mengamankan kasusnya.

Di samping itu, berbagai cara untuk menciptakan opini publik pun dilakukan. Misalnya, Abu Rizal Bakrie, dengan mesin medianya TV One, terus menerus menyerang pimpinan KPK ini. Banyak orang mulai membuat opini publik, entah lewat media sosial maupun lewat aksi demo. Mereka tentu akan mengatakan bahwa tindakannya untuk menyelamatkan KPK. Padahal dibalik semuanya itu terdapat tujuan lain, yaitu supaya masyarakat menjadi antipati dengan pimpinan KPK dan siap menerima pimpinan baru. Semuanya sama-sama punya kepentingan yang sama: menyelamatkan kasus.

Bisa diprediksikan apa jadinya Indonesia ke depan. Bukan tidak mustahil kasus korupsi akan semakin merajalela. Tingkat indeks korupsi negara kita, yang sebelumnya sudah turun, akan kembali naik. Dan para koruptor akan tertawa.
Pangkalpinang, 17 Februari 2014
by: adrian
Baca juga artikel lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar