Tahun 2007 Ridley Scott
memproduksi sebuah film aksi dengan judul American
Gangster. Film ini, yang ditulis oleh Steve Zaillian, berangkat dari kisah
nyata perjalanan karier gembong narkoba, Frank Lucas (diperankan oleh Denzel
Washington), dan kehidupan detektif Richie Roberts (dimainkan oleh Russell
Crowe).
Dikisahkan kerajaan bisnis
haram Frank Lucas sudah merasuk sendi-sendi kehidupan masyarakat. Untuk
memperkuat kerajaannya, Frank menyuap semua aparat penegak hukum. Menurut
pengakuan Frank, setelah ditangkap dan dimintai kerja samanya, tiga per empat
dari agen Pemberantas Obat Bius di New York terlibat dan separuh dari polisi
kota juga membekingi bisnis haram tersebut.
Namun, sekalipun begitu
banyak polisi korup, masih ada segelintir yang bersih. Dialah Richie Roberts
bersama timnya. Roberts adalah seorang detektif kepolisian yang bersih. Ia
konsisten dalam tugasnya dan tidak mudah disuap. Integritasnya terbukti ketika
ia dan rekan tugasnya (bukan timnya) menemukan uang dalam sebuah tas di dalam
bagasi mobil yang memang lagi mereka incar. Dalam tas itu terdapat lebih dari
satu juta dolar. Semua uang itu diserahkannya kepada atasannya tanpa mengambil
sesen pun.
Berkat kerja keras Roberts
dan timnya, bisnis narkoba Frank berhasil dibongkar. Usaha mereka bukan semata
menyasar ke kerajaan bisnis Frank Lucas saja, melainkan juga ke oknum-oknum
penegak hukum yang korup. Dan itulah yang terjadi. Richie Roberts membersihkan
institusi kepolisian dari kejahatan narkoba dan praktek korupsi.
Apakah Richie Roberts
seorang malaikat? Apakah Richie Roberts sama sekali tidak punya kelemahan atau
kekurangan? Sama sekali tidak! Richie Roberts bukanlah manusia yang sempurna.
Ia tetap memiliki kelemahan dan kekurangan, meski kekurangan itu tidak ada
kaitannya dengan jabatan dan tugasnya di kepolisian. Kelemahan Roberts terletak
pada usahanya membina rumah tangga. Di samping itu, Roberts juga punya
kebiasaan main serong. Dalam film terlihat bahwa Roberts berhubungan intim
dengan pengacara perceraiannya.
Kisah film American Gangster ini mengajak kita
melihat carut marut sengketa POLRI dan KPK. Banyak orang melihatnya sebagai
konflik KPK dan POLRI. Saya melihatnya sebagai konflik KPK dan KORUPTOR, karena
memang KPK ada untuk memberantas korupsi yang sudah marak di negeri ini.
Korupsi itu ada di lembaga mana saja, termasuk kepolisian.
Ketika KPK menjalankan
tugasnya, dan kebetulan kena kepada salah satu pimpinan POLRI, sontak KPK
diserang. Serangan demi serangan yang ditujukan kepada pimpinan KPK benar-benar
mengganggu akal sehat saya. Ada kesan bahwa para pelapor itu menghendaki para
pimpinan KPK itu tampil bak manusia
sempurna tanpa noda cela. Kesalahan-kesalahan yang ditampilkan terlihat sangat
jelas dicari-cari. Karena itu, teman saya berkomentar, “Jangan-jangan nanti ada
orang yang dibayar mengaku pernah melihat salah seorang pimpinan KPK tidak
pakai helm saat mengendarai motor.” Dan itu juga sebuah pelanggaran hukum.
Selain itu, berbagai argumen
yang dibangun untuk menyerang pimpinan KPK, bagi saya, terkesan aneh dan lucu.
Misalnya, laporan Hasto tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan Abraham
Samad. Dia mengatakan tidak sedang mengkriminalisasikan KPK. Dia juga
mengatakan anti korupsi. Tapi, kalau memang benar laporannya itu menyangkut
kode etik, kenapa tidak disampaikan ke dewan etik KPK? Kenapa musti ke DPR?
Bukankah ini seperti para maling bersekongkol melawan siapa saja yang
menghambat aksinya?
Tidak ada manusia yang
sempurna. Saya yakin, semua orang akan mengakui hal ini. Para pimpinan KPK pun
tak luput dari ini. Mereka juga tidak sempurna. Masing-masing mereka punya
kelemahan dan kekurangan. Namun, perlu kita sadari bahwa apakah kelamahan dan
kekurangan mereka itu berkaitan langsung dengan peran dan tugas mereka di KPK?
Mereka adalah pemberantas
korupsi. Jika mereka pernah melakukan tindak korupsi, penyuapan atau terima
suap atau pencucian uang, mereka tidak pantas berada di KPK. Bukan berarti saya
mau membenarkan kelemahan dan kekurangan mereka, seperti selingkuh atau
kesalahan lainnya. Kesalahan-kesalahan yang tidak ada kaitan dengan jabatan dan
tugas mereka tidak lantas membebaskan mereka dari hukuman. Minimal mereka akan
mendapat sanksi sosial.
Jika pelanggaran-pelanggaran
kecil yang tidak ada hubungannya dengan peran dan tugas mereka dibesar-besarkan,
seperti yang terjadi sekarang ini, tentulah akan menghambat proses
pemberantasan korupsi. Tentulah para koruptor akan bersorak gembira. Tepat apa
yang dikatakan teman saya, “KPK lawan POLRI, pemenangnya adalah koruptor.”
Abraham Samad, Bambang
Widjayanto, Adnan Pandu Pradja dan Zulkarnain bukanlah malaikat, bukan pula
manusia setengah dewa. Akan tetapi kita membutuhkan mereka untuk memberantas
korupsi.
Pangkalpinang, 11
Februari 2015
by: adrian
Baca
juga artikel lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar