Salah satu topik berita terhangat dalam dua minggu ini adalah
keberadaan mobil murah. Di saat Pemprov DKI berjuang mengurai kemacetan di ibukota,
pemerintah pusat malah menambah simpul keruwetan dengan menurunkan kebijakan
mobil murah. Ada begitu banyak pro kontra mengenai hal itu.
Tulisan ini ditujukan kepada Pak Beye, yang adalah Presiden
Indonesia. Pak Beye di sini bukan sebagai pribadi, melainkan sebagai kepala
negara. Dan karena beliau sebagai kepala negara, maka beliau juga adalah wakil
pemerintah, khususnya pemerintah pusat, yang mengeluarkan kebijakan mobil
murah. Kebijakan mobil murah adalah juga tanggung jawab Pak Beye. Dengan ini
saya menghimbau supaya SBY meluangkan waktu untuk membaca Kompas, Minggu, 29 September 2013.
Mungkin selama ini Bapak Presiden hanya senang mendengar
masukan-masukan dari para pembisiknya, yang umumnya berprinsip ABS (Asal Bapak
Senang), sehingga tak ada kesempatan untuk membaca. Mungkin juga Bapak SBY sibuk
mengurus konvensi partai atau masalah partainya, atau asyik menulis lagu baru
sehingga tidak punya waktu untuk membaca. Karena itulah, saya menganjurkan Pak
Beye untuk sedikit membaca.
Membaca adalah aktivitas manusia. Hanya manusia yang dapat
membaca. Dengan membaca ia dapat mengerti sehingga darinya bisa lahir kebijakan
atau keputusan. Semua ini mengandaikan adanya otak yang mengolah apa yang
dibaca sehingga dimengerti, dan adanya hati (nurani) yang menggerakkan untuk
beraksi.
Ada banyak media bacaan. Salah satunya adalah Kompas. Koran Kompas terkenal dengan spirit mottonya: AMANAT HATI NURANI RAKYAT. Ini
mau menunjukkan bahwa Kompas selalu
berusaha menangkap apa yang ada dalam hati nurani rakyat. Pemimpin yang pro
rakyat adalah mereka yang selalu mendengarkan suara rakyat, harapan dan
persoalan hidup rakyat.
Berkaitan dengan topik “Mobil Murah” Kompas menangkap suara hati rakyat dalam bentuk karikatur.
Tolonglah Pak Beye mencermati karikatur itu, agar Bapak bisa menangkap apa yang
ada di dalam hati rakyat Indonesia.
Di suatu tempat dagangan, terjadi tawar menawar antara
Sukribo dan si mbok pedagang.
Sukribo : Kalau
sayur asem berapa, Bu?
Pedagang : Terserah.
Tapi paling dikit tiga ribu, ya.
Sukribo : Kalau
tahu bulat ini??
Pedagang : satu 500.
Sukribo : Getuk
ini?
Pedagang : Seribu.
Sukribo :
Lumpia?
Pedagang : Seribu.
Sukribo : Yang
lebih murah apa ya?
Pedagang : Kalau yang murah, mobil. Itu mas, ada
disediakan pemerintah. Kalau makan nggak ada.
Hakikat sebuah karikatur ada lucu, namun menyentil. Demikian pula
karikatur Sukribo di atas, yang diambil dari Kompas, 29 September, hlm. 30. Dan saya meminta Pak Beye untuk
membaca karikatur ini.
Dalam karikatur ini terdapat kritik terhadap pemerintah dan
sekaligus apa yang ada di dalam hati rakyat. Kompas sudah menangkapnya dengan baik. Bagaimana dengan Bapak
Presiden???
Tentulah tak pantas saya mengajari Bapak Presiden untuk
menjelaskan arti karikatur itu. Bapak adalah seorang Doktor. Tentulah bukan
berarti Bapak tidak dapat mengerti makna tersembunyi karikatur ini. Saya yakin Bapak
Presiden pasti paham. Ibu-ibu di pasar yang hanya lulusan SMP saja ngerti koq, masak Bapak Presiden tidak. Kan mustahil.
Hanya persoalannya adalah: sejauh mana pesan karikatur ini
menggerakkan hati nurani Bapak. Tentulah pertama-tama hal ini harus
mengandaikan Bapak memiliki hati nurani. Saya tidak tahu apakah Bapak Presiden
mempunyai hati nurani atau tidak. Akan tetapi semua itu dapat dilihat dalam
kebijakan-kebijakan yang Bapak lahirkan.
Pangkalpinang, 29 September
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar