Jalan sempit
Sekali peristiwa,
Tuhan memperingatkan rakyat mengenai datangnya gemba bumi, yang akan
menghabiskan seluruh air yang ada di negeri ini.
Air yang
kemudian datang mengganti akan membuat setiap orang menjadi gila.
Hanya nabi
yang menanggapi Tuhan dengan serius. Ia mengusung air banyak-banyak ke dalam
guanya di gunung sehingga cukup kiranya sampai hari kematiannya.
Ternyata benar.
Gempa bumi sungguh terjadi. Air menghilang dan air yang baru mengisi parit,
sungai, danau dan kolam. Beberapa bulan kemudian sang nabi turun ke lembah
untuk melihat apa yang telah terjadi. Memang, semua orang telah menjadi gila. Mereka
menyerang dan tidak memperdulikannya. Mereka semua yakin justru dirinyalah yang sudah menjadi gila.
Maka nabi
pulang ke guanya di gunung. Ia senang bahwa ia masih menyimpan banyak air. Tetapi
lama-kelamaan ia merasakan kesepian yang tak tertahankan lagi. Ia ingin sekali
bergaul dengan sesama manusia. maka ia turun ke bawah lagi. Sekali lagi ia
diusir oleh penduduk karena ia begitu berbeda dari mereka semua.
Nabi akhirnya
mengambil keputusan. Ia membuang seluruh air yang disimpannya, minum air baru
dan bergabung dengan orang-orang lainnya sehingga sama-sama menjadi gila.
Jika engkau
mencari kebenaran, engkau berjalan sendirian. Jalan ini terlalu sempit untuk
kawan seperjalanan. Siapakah yang dapat tahan dalam kesendirian itu?
by: Anthony de Mello, Burung Berkicau
Baca juga refleksi
lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar