Senin, 03 Juli 2023

MUHAMMAD DAN YESUS DI MATA UMAT ISLAM DAN KRISTEN

Bagi orang islam, orang kristen adalah kafir. Dapat dipastikan banyak umat islam tak paham kenapa orang kristiani disebut demikian. Yang mereka tahu adalah Allah sudah mengatakan demikian. Karena sudah tertulis begitu di Al Quran, maka orang islam pun menyebut para murid Kristus itu sebagai kafir, tak peduli bahwa kata “kafir” merupakan bentuk penghinaan yang luar biasa kasar. Umat islam juga tidak mau bertanya kenapa pada bagian awal Al Quran, orang kristen disebut sebagai ahli kitab, sedangkan bagian lain berubah menjadi kafir.

Ada banyak hal yang tidak bisa dipahami oleh orang islam terhadap orang kristen. Salah satunya adalah sosok Yesus Kristus, yang bagi umat kristiani diyakini sebagai Tuhan Allah tapi tidak bagi umat muslim. Karena tidak bisa memahami, pada akhirnya mereka “menyerang” atau menyalahkan orang kristen. Umat islam tidak bisa memahami kenapa orang kristen menganggap Yesus itu Allah/Tuhan. Karena masalah inilah orang kristen disebut kafir. (Baca: Memahami Kata Kafir menurut Islam)

Umat islam menolak keallahan Yesus karena didasari pada argumen bahwa Yesus sendiri tak pernah menyebut diri-Nya Allah/Tuhan. Sumber yang dipakai adalah Kitab Suci Perjanjian Baru, khususnya keempat Injil. Malah umat islam sering menggunakan teks Kitab Suci yang seakan “melawan” keallahan Yesus. Misalnya, Markus 12: 29, yang merupakan pengulangan dari Kitab Ulangan 6: 4. Karena itu, umat islam tidak mengerti kenapa orang kristen mengimani Dia sebagai Allah? (Baca: Telaah Kritis atas Pernyataan DR Zakir Naik)

Orang kristen dapat memaklumi kenapa umat islam tak bisa memahami mereka. Dasar utamanya adalah beda cara pandang. Umat islam memakai cara pandangnya, sedangkan orang kristen punya cara pandang tersendiri. Terkait dengan persoalan keallahan Yesus, umat islam bukan cuma mendasarkan diri pada firman Allah dalam Al Quran, tetapi juga berdasarkan pada cara pandang mereka. Seperti yang sudah diungkapkan di atas, umat islam menolak klaim keallahan Yesus karena Yesus sendiri tidak pernah menyebut diri-Nya demikian. Orang islam baru dapat menerima klaim itu jika ada pengakuan dari yang bersangkutan. Oleh karena itu, dengan pola pikir seperti ini, umat islam merasa aneh dengan klaim keallahan Yesus oleh orang kristen.

Pola pikir inilah yang sering dipakai oleh orang islam. Kebenaran didasarkan pada pengakuan pribadi, bukan berdasarkan kriteria tertentu. Karena itu, umat islam akan percaya bahwa Hj Irene Handono adalah pakar kristologi karena Irene sendiri menyatakan demikian. Atau, umat islam percaya pada seorang ustadz mualaf, ketika memberi ceramah, yang mengaku sebagai mantan pastor, karena yang bersangkutan memperkenalkan demikian. Masih ada banyak contoh lain lagi. Prinsipnya, umat islam percaya pada kebenaran karena memang sudah dinyatakan demikian.

Berbeda dengan orang kristen. Mereka mendasarkan pada refleksi atas Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Refleksi ini melahirkan kriteria. Dari kriteria inilah akhirnya muncul pengakuan iman bahwa Yesus itu Allah/Tuhan. Pola pikir seperti ini diterapkan juga dalam kehidupan. Karena itu, umat kristen akan langsung tidak percaya dengan klaim Hj Irene sebagai pakar kristologi, atau ustadz mualaf yang mengaku sebagai mantan pastor. Umat kristen akan mengenakan kriteria standar kepada Hj Irene atau ustadz mualaf yang mengaku mantan pastor. Jika memenuhi kriteria tersebut, baru akan diakui kebenarannya.

Dengan kata lain, orang kristen tidak hanya sekedar mendasarkan diri pada pengakuan, karena pengakuan bisa saja dilakukan oleh siapa saja. Orang kristen mendasarkan diri pada kriteria. Jadi, sekalipun tidak ada klaim namun jika sesuai dengan kriteria, maka orang kristen akan percaya.

Sekedar perbandingan. Seorang imam diminta membantu melayani Natal di Dabo, sebuah tempat di Kepulauan Lingga. Kepadanya dikatakan bahwa nanti ada yang menjemputnya di pelabuhan. Namanya Markus. Antara imam itu dan Markus sama sekali tidak saling kenal. Keduanya belum pernah bertemu dan berkomunikasi. Markus hanya bermodalkan nama imam itu dan latar belakang sukunya. Pada hari H, setelah kapal sandar di pelabuhan, imam itu turun bersama lebih dari 100 penumpang. Sementara itu, di pelabuhan ada sekitar 50-an calon penumpang. Di pelabuhan, ada beberapa orang yang sukunya mirip dengan imam itu. Di tengah keramaian itu, Markus mendekati imam itu dan mengambil tasnya. “Tas romo cuma ini?” Imam itu berpaling dan mengiyakan. Tidak ada perkenalan, namun keduanya yakin: Markus yakin yang disapanya adalah imam, dan sang imam pun yakin bahwa yang menyapanya adalah Markus.

Untunglah Markus itu seorang kristiani. Jika dia seorang muslim, dapat dipastikan dia akan menemui kesulitan untuk berjumpa dengan imam itu sebelum imam itu menyatakan dirinya sebagai imam. Artinya, imam itu harus membuat pengakuan dirinya sebagai imam, misalnya dengan berteriak-teriak atau menulis di selembar kertas atau pergi ke ruang informasi agar diumumkan petugas.

Jadi, terlihat jelas bahwa cara pandang umat islam membuat mereka sulit menerima apa yang diyakini, bahkan diimani, oleh orang kristen bahwa Yesus adalah Tuhan Allah. Untuk bisa memahaminya, umat islam harus menanggalkan pola pikirnya dan mencoba memakai cara pikir umat kristen.

Sebenarnya beda cara pandang yang membuat sulit memahami ini juga terjadi pada orang kristen. Hal ini harus dipahami dan disadari oleh umat islam (maklum, umat islam tidak bisa menyadari hal ini karena kebiasaan memaksakan kehendak). Ketika umat kristiani (termasuk juga umat Yahudi) memakai cara pandangnya, maka mereka sulit memahami kenapa umat islam menganggap Muhammad sebagai nabi. Bagi umat islam, dengan cara pandangnya, jelas bahwa Muhammad itu nabi, karena ada klaim seperti itu; bahkan Al Quran menyebutnya sebagai nabi terakhir (karena itu, banyak umat islam menolak klaim Mirza Gulam Ahmad, pendiri Ahmadyah, yang menyatakan dirinya sebagai nabi).

Umat kristen, dan juga Yahudi, sudah punya kriteria seseorang sebagai nabi. Dan jika kriteria ini dikenakan pada pribadi Muhammad, maka ini sama seperti “jauh panggang dari api”. Karena itulah kenabian Muhammad ditolak. Umat kristen, dan juga Yahudi, tidak bisa menerima seorang nabi punya nafsu seksual yang luar biasa: punya istri lebih dari 10 orang, bahkan anak kecil usia 9 tahun (Siti Aisyah) dan istri anak angkatnya (Siti Zaenab) pun diembat. Umat kristen tidak bisa menerima seorang nabi punya naluri membunuh yang luar biasa (sadis dan biadab), perampok dan penyebar teror.

Terlihat jelas kesulitan umat kristen menerima Muhammad sebagai nabi. Hal ini disebabkan karena mereka memakai cara pandang mereka. Akan berbeda seandainya umat kristiani menggunakan cara pandang umat islam. Pastilah mereka akan mengakui kenabian Muhammad.

Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa perbedaan cara pandang membuat orang kristen dan orang islam saling tidak memahami. Namun patut disayangkan bahwa ketidak-saling-memahami ini membuat kedua pihak ini saling berseteru dan saling menghina. (Baca: Beda Cara Pandang) Alangkah baik sikap umat islam dan kristen menyadari perbedaan cara pandang ini untuk bisa saling menghormati dan menghargai perbedaan itu. Dengan saling mengakui cara pandang yang berbeda sehingga bisa saling menghormati dan menghargai perbedaan itu, maka akan terciptalah persaudaraan sejati.

diolah dari tulisan 6 tahun lalu 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar