Jumat, 02 Desember 2022

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AL-ARAF AYAT 206

 


Sesungguhnya orang-orang yang ada di sisi Tuhanmu tidak merasa enggan untuk menyembah Allah dan mereka menyucikan-Nya dan hanya kepada-Nya mereka bersujud. (QS 7: 206)

Umat islam yakin bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah yang disampaikan langsung kepada nabi Muhammad SAW (570 – 632 M). Apa yang tertulis dalam kitab itu, mulai dari surah al-Fatihah hingga surah an-Nas, diyakini sebagai perkataan Allah sendiri. Keyakinan ini didasarkan pada firman Allah sendiri yang banyak terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Karena itu, umat islam akan marah jika ada yang melecehkan Al-Qur’an. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama artinya pelecehan terhadap Allah, dan umat islam wajib bangkit untuk melawan. Allah sudah memberi perintah agar umat islam membela Allahnya yang mahakuat dan maha perkasa. Dan terhadap pelaku pelecehan, Allah sudah menentukan hukumannya. Dalam QS al-Maidah: 33 ditegaskan bahwa hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang.

Dari pemahaman di atas dapatlah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan wahyu Allah. Apa yang tertulis di atas adalah kata-kata Allah sendiri. Umat islam sangat yakin bahwa hanya Muhammad satu-satunya penerima wahyu Allah. Dengan demikian, konteks Al-Qur’an adalah Allah berbicara dan Muhammad mendengar; atau Muhammad adalah lawan bicara Allah. Kutipan kalimat di atas disampaikan Allah kepada Muhammad. Dengan kata lain, kutipan kalimat tersebut didengar oleh Muhammad, yang kemudian dituliskan oleh pengikutnya. Jadi, kutipan ayat di atas dilihat sebagai wahyu Allah, yang disampaikan Allah kepada Muhammad.

Memang Allah sudah mengatakan bahwa wahyu-Nya jelas dan mudah. Sengaja Allah membuat mudah dan jelas wahyu-Nya mengingat para pengikut Muhammad umumnya dari kalangan orang bodoh. Dengan membuat jelas dan mudah, maka umat dapat dengan mudah memahami pesan yang hendak disampaikan Allah lewat wahyu-Nya. Demikian pula wahyu Allah dalam kutipan di atas: mudah dan jelas. Akan tetapi, jika ditelaah dengan kritis, dengan alat bantu ilmu bahasa, maka akan ditemukan persoalan.

Pertama-tama harus disadari dan dipahami kembali kalau kutipan ayat di atas diucapkan oleh Allah. Jadi, waktu itu Allah berkata kepada Muhammad dengan menyebut “Tuhanmu”. Kata ‘Tuhan’ bisa dimaknai sebagai Allah. Nah, secara logika, kata “Tuhanmu” sebagai Allah sama sekali tidak merujuk pada Allah yang sedang berbicara. Demikian pula ketika Allah menyebut “menyembah Allah” atau “menyucikan-Nya”, atau “hanya kepada-Nya mereka bersujud”. Semua itu ditafsirkan sebagai Allah, namun bukan Allah yang sedang berbicara. Karena jika yang dimaksud itu adalah adalah yang berbicara, maka seharusnya redaksi wahyu Allah adalah “Sesungguhnya orang-orang yang ada di sisi-Ku tidak merasa enggan untuk menyembah-Ku dan mereka menyucikan-Ku dan hanya kepada-Ku mereka bersujud.” Dengan demikian, dapatlah dikatakan jika kutipan kalimat di atas merupakan wahyu Allah, maka haruslah dikatakan ada DUA Allah, yaitu Allah yang berbicara dan Allah lain yang disembah-sujud dan disucikan oleh orang-orang yang ada di sisi-Nya.

Dengan perkataan lain kalau kutipan tersebut ditempatkan pada konteksnya, yaitu Allah berbicara kepada Muhammad, maka anggapan sebagai wahyu Allah menjadi tidak logis. Terlihat jelas Allah ada dua. Tentulah hal ini bertentangan dengan konsep tauhid islam. Haruslah berani dikatakan bahwa kutipan kalimat di atas bukanlah wahyu Allah; atau bukan merupakan kata-kata Allah kepada Muhammad. Kutipan di atas hanyalah merupakan kata-kata Muhammad. Itu adalah perkataan Muhammad yang diletakkan di mulut Allah sehingga seolah-olah itu menjadi wahyu Allah. Kebetulan pengikut Muhammad rada bodoh sehingga tidak paham apa yang dikatakan oleh Muhammad. Mereka hanya terbuai dengan keindahan suara yang dihasilkan dari pengucapan “wahyu Allah” tersebut.

Jadi, bisa dikatakan kutipan kalimat di atas merupakan kata-kata Muhammad, yang “dijual”nya sebagai wahyu Allah. Dengan demikian konteks Allah berbicara dengan Muhammad sebenarnya tidak ada sama sekali. Itu hanya karangan Muhammad, atau bisa juga dikatakan sebagai kebohongan Muhammad. Bisa direka bahwa saat itu Muhammad hendak menyampaikan kepada para pengikutnya bahwa para pengikut Muhammad tidak merasa enggan untuk menyembah Allah dan mereka menyucikan-Nya dan hanya kepada-Nya mereka bersujud.

DEMIKIANLAH kajian logis atas surah al-Araf ayat 206. Dari kajian ini dapat disimpulkan 2 hal. Pertama, jika ayat 206 ini dipercaya sebagai wahyu Allah, artinya yang tertulis ini adalah kata-kata Allah, maka haruslah dikatakan ada dua Allah. Hal ini jelas-jelas bertentangan dengan konsep tauhid islam. Kedua, bertentangan dengan kesimpulan pertama, haruslah dikatakan ayat 206 bukanlah asli perkataan Allah. Jika bukan wahyu Allah, maka haruslah dikatakan bahwa ayat 206 ini merupakan kata-kata Muhammad. Apa yang tertulis dalam ayat 206 ini merupakan kata-kata Muhammad kepada para pengikutnya. Hal ini seakan membuktikan pernyataan-pernyataan orang kafir di Mekkah dahulu bahwa Al-Qur’an tak lebih dari rekayasa atau kebohongan Muhammad.

Dengan dua kesimpulan tersebut, masihkah Al-Qur’an dinilai sebagai wahyu Allah? Dan masihkan Al-Qur’an dipercaya sebagai kitab suci?

Lingga, 15 Agustus 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar