Jumat, 04 November 2022

TINJAUAN ATAS KATA GANTI ALLAH DALAM SURAH AL-ANAM

 


Dewasa ini, jika dikatakan Al-Qur’an tentulah orang langsung memahaminya sebagai kitab suci umat islam yang bertuliskan bahasa Arab, yang terdiri dari 114 surah. Al-Qur’an merupakan pusat spiritualitas umat islam. Ia dipercaya sebagai wahyu Allah yang disampaikan langsung kepada nabi Muhammad SAW (570 – 632 M). Jadi, konteks keseluruhan ayat Al-Qur’an adalah Allah berbicara dan Muhammad mendengar. Apa yang didengar Muhammad inilah yang kemudian ditulis, dan akhirnya menjadi Al-Qur’an. Karena itu, apa yang tertulis di dalamnya dipercaya sebagai kata-kata Allah. Kepercayaan ini didasarkan pada perkataan Allah sendiri yang banyak tersebar dalam Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, umat islam percaya bahwa kitab sucinya merupakan wahyu Allah karena Allah sudah mengatakan demikian dalam kitabnya. Hal inilah yang membuat umat islam menaruh hormat yang tinggi pada Al-Qur’an. Penodaan terhadap Al-Qur’an dilihat sebagai penodaan terhadap Allah sendiri, dan orang yang melakukan itu harus dibunuh. Ini merupakan perintah Allah, yang tertuang dalam Al-Qur’an sendiri (QS al-Maidah: 33).

Surah al-Anam merupakan surah keenam dalam kitab Al-Qur’an. Surah ini masuk dalam kelompok surah makkiyyah, artinya wahyu Allah yang turun saat Muhammad berada di Mekkah. Surah al-Anam terdiri dari 165 ayat. Dapat dipastikan ke-165 ayat ini tidaklah turun sekaligus. Artinya, Allah tidak langsung menyampaikan kepada Muhammad ke-165 wahyu-Nya ini. Bisa saja Allah menyampaikannya 2 kali, bisa juga lebih. Tidak ada yang tahu pasti.

Seperti surah-surah lainnya, dalam surah al-Anam ini Allah memakai beberapa kata ganti, yang dimaknai sebagai Allah. Selain kata “Allah” sendiri, digunakan juga kata ganti “Kami”, “Dia” dan “Aku”. Jika ditelusuri, kata “Allah” terdapat dalam 18 ayat, kata “Kami” ada 48 ayat, kata “Dia” ada 37 ayat, dan kata “Aku” dalam bentuk kepunyaan ada 2 ayat. Penggunaan kata-kata ganti ini bervariasi. Misalnya, pada ayat 1 dipakai kata “Allah”, lalu dua ayat berikutnya pakai “Dia” untuk menunjukkan pengganti kata “Allah” di depannya. Ayat 4 kembali pakai kata “Tuhan” sebagai kata lain dari “Allah”. Dan pada ayat 6 – 9 digunakan kata “Kami”. Terlihat pemakaian 3 kata ganti ini selalu berselang-seling. Gambaran seperti ini terulang berkali-kali sepanjang surah al-Anam. Sebagai contoh, ayat 126 memakai kata “Kami”, ayat 127-128 pakai kata “Dia”, dan ayat 129 kembali pakai kata “Kami”, tapi ayat 130 menggunakan kata ganti “Aku” dalam bentuk kepunyaan (ayat-ayat-Ku).

Ada 2 hal menarik terkait penggunaan kata ganti Allah dalam surah al-Anam ini. Pertama, adanya 3 frasa dengan kata ganti yang berbeda-beda, yaitu “ayat-ayat Allah”, “ayat-ayat Kami” dan “ayat-ayat-Ku”. Karena diyakini sebagai wahyu Allah, semua frasa ini berasal dari mulut Allah. Jadi, Allah-lah yang mengucapkan “ayat-ayat Allah”, “ayat-ayat Kami” dan “ayat-ayat-Ku”. Lucu kan? Kedua, ada 2 ayat dengan 2 kata ganti berbeda. Dalam ayat 152 kata ganti untuk Allah digunakan kata “Kami” dan kata “Dia”, sedangkan dalam ayat 153 kata ganti untuk Allah digunakan kata “Aku” (dalam bentuk kepunyaan: jalan-Ku) dan kata “Dia” (termasuk dalam bentuk kepunyaan: jalan-Nya). Haruslah dipahami bahwa ini semua diucapkan oleh Allah; dan Allah itu hanya ada satu. Koq bisa?

Apa yang bisa disimpulkan dari pemaparan ini? Melihat variasi penggunaan kata ganti untuk Allah dalam surah al-Anam ini bisa dikatakan betapa kacau balaunya bahasa Allah. Padahal Allah itu diyakini maha sempurna. Di sini sudah terlihat jelas 3 hal, yaitu betapa Allah islam tidak konsisten, Allah islam tidak jelas dan/atau Allah islam lebih dari satu, karena “aku”, “kami” dan “dia” adalah 3 entitas yang berbeda. Bagaimana mungkin Allah yang satu (dan otomatis sama), ketika berbicara lain waktu menggunakan kata “Kami”, lain waktu pakai kata “Dia”, dan waktu lain pakai kata ganti yang lain pula.

Jika ayat-ayat dengan kata ganti itu ditempatkan pada konteksnya, yaitu Allah berbicara dan Muhammad mendengar, maka akan terlihat jelas bahwa Allah islam lebih dari satu. Ayat yang menggunakan kata ganti “Aku” sekalipun dalam bentuk kepunyaan menunjukkan bahwa Allah yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Allah yang berbicara. Ayat yang menggunakan kata ganti “Dia” menunjukkan bahwa Allah yang berbicara sedang menyebut Allah yang lain. Artinya, Allah yang disebut atau yang terkandung dalam kata ganti “Dia” tidak sama dengan Allah yang sedang berbicara. Ayat yang menggunakan kata ganti “Kami” menunjukkan bahwa Allah yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Allah yang berbicara dan juga Allah lain yang disebutkan dalam ayat sebelumnya. Dengan demikian Allah ada DUA.

Menghadapi kekacauan ini, tak sedikit ulama islam berasionalisasi bahwa beberapa ayat dalam surah al-Anam tidak sepenuhnya langsung perkataan Allah, melainkan dari Jibril, yang diyakini sebagai utusan Allah. Artinya, wahyu Allah dalam surah al-Anam tidak hanya didengar Muhammad dari Allah saja, tetapi juga dari Jibril. Dengan demikian haruslah dikatakan bahwa surah al-Anam tidak sepenuhnya merupakan wahyu yang langsung dari Allah, karena ternyata Allah menyampaikan wahyu-Nya melalui perantara. Jadi, umat islam percaya sumber wahyu itu satu, yakni dari Allah. Hanya wahyu itu ada yang disampaikan Allah, dan ada juga yang disampaikan Jibril. Pertanyaannya adalah ayat mana saja yang langsung dari Allah, dan ayat mana saja yang berasal dari Jibril? Mungkin ayat yang menggunakan kata “Dia” dipercaya merupakan perkataan Jibril, dan kata “Aku” dalam bentuk kepunyaan merupakan perkataan Allah. Dengan ini bisa dipahami bahwa kata “Kami” merujuk pada Allah dan Jibril. Jika memang demikian, bukankah ini berarti sudah mempersekutukan Jibril dengan Allah?

Dan apakah benar wahyu yang disampaikan Jibril itu asli perkataan Allah? Ingat, status Jibril adalah utusan. Dia hanya menyampaikan kata-kata Allah yang mengutusnya. Secara logika dan juga linguistik perkataan Jibril yang dalam ayat memakai kata ganti “Dia” bukanlah asli kata-kata Allah yang disampaikan Jibril, melainkan kata-kata Jibril sendiri. Jika yang diucapkan Jibril itu sungguh kata-kata Allah, maka semestinya Jibril berkata, “Allah berfirman: ….” Dan ini harus sudah terlihat di awal sebelum penggunaan kata ganti “Kami”. Selain itu, kata ganti untuk Allah yang digunakan Jibril adalah “Aku”, bukan “Dia”.

Dengan demikian rasionalisasi ulama islam sama sekali tidak mendasar. Pemunculan sosok Jibril sama sekali tidak memecahkan kekacauan, tetapi justru tetap membuat kacau. Karena itu, haruslah dikatakan surah al-Anam tidak sepenuhnya merupakan wahyu Allah, tetapi rekayasa Muhammad. Muhammad-lah yang menciptakan wahyu Allah. Kata-kata Muhammad diletakkan di mulut Allah, sehingga seolah-olah itu adalah perkataan Allah. Ini seakan menegaskan kembali apa yang pernah dikatakan orang kafir di Mekkah pada masa Muhammad, bahwa Al-Qur’an merupakan rekayasa Muhammad (QS al-Anbiya: 5).

Lingga, 5 Agustus 2022

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar