Kamis, 17 November 2022

ORANG KATOLIK JANGAN MALU BUAT TANDA SALIB

 

Tentu kita pernah melihat aksi para pesepak bola yang beragama katolik ketika memasuki lapangan. Mereka menyentuh rumput lapangan dengan ujung tangannya lalu membuat tanda salib. Hal yang sama dapat kita saksikan pada diri petinju kita Chris “Dragon” John. Sebelum memasuki ring dan setelah bertarung, ia selalu membuat tanda salib. Atau mungkin sebagian kita masih ingat aksi Susi Susanti, ketika memastikan emas di Olimpiade Barcelona untuk cabang olah raga Badminton. Susi membuat tanda salib.

Kebiasaan membuat tanda salib sangat populer dalam kehidupan orang-orang Flores. Dalam setiap aktivitas, orang selalu membuat tanda salib. Saat mau mandi, orang membasahi terlebih dahulu ujung jarinya lalu membuat tanda salib. Bahkan ada lelucon pencuri kelapa. Sebelum memanjat kelapa, ia membuat tanda salib dahulu.

Tanda salib merupakan ciri khas orang katolik. Ketika ada orang membuat tanda salib, pasti orang lain tahu bahwa pembuat tanda salib itu adalah katolik. Ada sebuah cerita. Seorang frater hendak liburan ke kampung. Ia naik bus lintas. Pada suatu perhentian ia turun makan. Setelah pesanan terhidang di atas meja, frater itu membuat tanda salib dan berdoa sejenak. Aksinya diperhatikan oleh seorang bapak keluarga di meja sebelah. Bapak ini, yang ternyata juga katolik, merasa kagum dengan tindakan frater itu mengingat tempat mereka makan merupakan daerah muslim. Akhir cerita, bapak itu membayar makanan frater itu.

Ada orang merasa malu dan takut membuat tanda salib. Mungkin mereka masih terbawa alam pikiran orang-orang Yahudi dan Yunani pada jaman dulu, karena salib merupakan suatu aib dan kebodohan. Orang-orang katolik jaman sekarang yang malu membuat tanda salib tak jauh beda dengan kebanyakan jemaat perdana. Karena itu, St. Sirilus dari Yerusalem (313 – 387) pernah berkata, “Jangan malu mengakui Sang Tersalib. Marilah dengan penuh keyakinan kita ‘memeterai’ dahi kita dengan jari-jari. Marilah membuat tanda salib pada setiap benda, pada roti yang kita makan dan pada cangkir tempat kita minum. Marilah membuat tanda salib ketika beranjak pergi dan pulang, sebelum tidur, ketika berbaring, ketika bangun, ketika menempuh perjalanan atau beristirahat.”

Jadi, ternyata nasehat untuk selalu membuat tanda salib dalam setiap aktivitas kita sudah disuarakan oleh orang kudus dari abad IV. Membuat tanda salib memiliki banyak makna. Yang utama adalah kita menempatkan diri kita dalam perlindungan Allah Tritunggal. Inilah yang diharapkan oleh para pemain sepak bola ketika memasuki lapangan, atau Chris John ketika memasuki ring tinju. Mereka menyerahkan diri mereka kepada perlindungan Allah Tritunggal: Bapa, Putra dan Roh Kudus.

Membuat tanda salib dapat juga dilihat sebagai ungkapan syukur. Inilah yang ditampilkan Susi Susanti setelah mengakhiri permainan dengan kemenangan. Susi mengangkat kedua tangannya ke atas dan kemudian ia membuat tanda salib. Salib bagi orang Kristen adalah tanda kemenangan, dan Susi memperoleh kemenangannya. Karena itu, ia mempersembahkan kemenangannya itu kepada Sang Pemberi Kemenangan, yaitu Yang Tersalib. Itulah ungkapan syukurnya.

Dengan membuat tanda salib, secara tidak langsung kita sudah membuat pewartaan. Pewartaan sederhana yang ditampilkan adalah bahwa kita orang katolik, pengikut Kristus. Tentu diharapkan bukan diri kita yang menjadi pusat pewartaannya, melainkan Kristus. Sangat diharapkan setelah orang lain tahu bahwa kita adalah katolik, kita menampilkan kekatolikan kita dalam hidup.  Misalnya seperti kasih. Dari sinilah orang akan dapat dihantar kepada Sang Kasih itu. Jadi, jika kita melakukan kasih tanpa tanda salib, orang tidak dapat mengenal Sang Kasih itu. Tapi, jika dengan tanda salib, orang dapat mengenal-Nya. Itulah perwartaan kita.

Oleh karena itu, marilah kita, dalam kehidupan sehari-hari, kita membuat tanda salib. Dengan membuat tanda salib di awal kegiatan, kita sudah melakukan pewartaan bahwa Yesus yang tersalib telah menyelamatkanku, dan kini Dia tetap melindungiku. Kita dapat membuat tanda salib sambil berdoa dalam hati, “Yesus, Kau andalanku!” atau “Yesus, jagalah aku!” Hendaklah kita juga tidak lupa membuat tanda salib setelah melakukan kegiatan. Tanda salib yang kita buat di akhir kegiatan merupakan bentuk syukur dan terima kasih kita.

diambil dari tulisan 7 tahun lalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar