Jumat, 19 Agustus 2022

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AL ANAM AYAT 102

 


Itulah Allah, Tuhan kamu; tidak ada tuhan selain Dia; pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; Dialah pemelihara segala sesuatu (QS 6: 102)

Al-Qur’an diyakini oleh umat islam merupakan wahyu Allah yang secara langsung disampaikan kepada Muhammad SAW. Hal ini bisa dipahami sebagai berikut: Allah berbicara kepada Muhammad, dan Muhammad mendengarnya. Apa yang didengar Muhammad itulah yang kemudian ditulis dan akhirnya menjadi sebuah kitab yang diberi nama Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, umat islam percaya dan meyakini bahwa apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah kata-kata Allah SWT sendiri. Karena itu, umat islam menaruh hormat yang tinggi kepada Al-Qur’an. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama artinya pelecehan kepada Allah SWT. Dan orang yang melakukan hal itu, berdasarkan perintah Allah dalam Al-Qur’an, wajib dibunuh (QS al-Maidah: 33).

Umat islam menganggap dan menilai Al-Quran sebagai keterangan dan pelajaran yang jelas, karena memang demikianlah yang dikatakan Allah sendiri. Allah telah memudahkan wahyu-Nya sehingga umat bisa dengan mudah pula memahaminya. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Umumnya para ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan kata lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari pemahaman ini, maka apa yang tertulis dalam surah al-Anam ayat 102 di atas merupakan perkataan langsung dan asli dari Allah SWT. Allah berbicara dan Muhammad mendengarnya. Apa yang tertulis di sana seperti itu juga yang didengar oleh Muhammad SAW. Dan apa yang disampaikan Allah ini sudah jelas maknanya. Dalam kutipan wahyu Allah di atas terdapat 3 kata ganti “Dia”. Secara ilmu bahasa, kata ganti itu dengan jelas merujuk pada kata “Allah” di awal kalimat. Sementara kata ganti “kamu” dengan jelas merujuk pada Muhammad sebagai lawan bicara Allah.

Apabila wahyu Allah ini dibaca tanpa memperhatikan konteksnya, maka dengan sangat gamblang orang akan menemui pesannya, yaitu pengajaran tentang tauhid. Dengan perkataan lain, kutipan wahyu Allah di atas hendak menegaskan konsep tauhid, yang menjadi ciri khas islam. Ini hendak menegaskan bahwa wahyu Allah itu memang mudah dan jelas. Umat dapat dengan mudah menemukan pesan dari wahyu Allah itu. Secara sederhana kata “tauhid” dimaknai sebagai kepercayaan pada SATU Allah; percaya Allah itu hanya ada SATU.

Akan tetapi, jika memperhatikan konteksnya, maka akan ditemukan makna lain dari wahyu Allah di atas. Bahkan makna tersebut tidak sejalan dengan makna tanpa konteks. Terlebih dahulu harus disadari konteksnya adalah Allah berbicara kepada Muhammad. Apa yang dikatakan Allah, itulah yang tertulis di atas. Dengan kata lain, waktu itu Allah bertemu Muhammad lalu berfirman, “Itulah Allah, Tuhan kamu; tidak ada tuhan selain Dia; pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; Dialah pemelihara segala sesuatu.” Jika menggunakan akal sehat, kita langsung menemukan bahwa Allah yang disebut dalam wahyu itu bukanlah Allah yang sedang berbicara. Dia berbeda. Dengan demikian, berdasarkan konteksnya terlihat jelas ada DUA Allah, yakni Allah yang berbicara dan Allah pencipta dan pemelihara. Keduanya berbeda. Jika Allah yang berbicara itu adalah juga Allah yang disebut tadi, secara linguistik, Allah seharusnya berkata, “Itulah Aku, Tuhan kamu; tidak ada tuhan selain Aku; pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Aku; Akulah pemelihara segala sesuatu.”

DEMIKIANLAH telaah logis atas surah al-Anam ayat 102. Dari kajian ini kita dapat beberapa poin kesimpulan.

1.    Jika QS an-Anam: 102 ini sungguh wahyu Allah, maka haruslah dikatakan bahwa islam mempunyai DUA Allah.

2.    Dapat dikatakan bahwa maksud hati hendak menegaskan ajaran tauhid, yang terjadi justri bertentangan dengan ajaran tersebut.

3.    Melihat kekacauan ini, patutlah diragukan Al-Qur’an itu, atau setidak-tidaknya QS al-Anam: 102, sebagai wahyu Allah.

4.    Secara linguistik bisa dikatakan bahwa kutipan ayat di atas merupakan kata-kata Muhammad. Dengan kata lain, saat itu Muhammad sedang memberi pelajaran tauhid kepada pengikutnya.

5.    Akan tetapi, bila dimaknai Muhammad sedang memberi pelajaran tauhid kepada pengikutnya, maka Allah yang disembah itu bukan Allah Muhammad, karena jika sama seharusnya dipakai kata ganti “kita” bukan “kamu”.

6.    Patut dicurigai, kutipan ayat di atas merupakan kata-kata Muhammad yang diletakkan pada mulut Allah. Dengan perkataan lain, Muhammad yang mengatakannya, lalu menyampaikan ke pengikutnya sebagai perkataan Allah. Berhubung pengikut Muhammad bodoh, mereka menerima saja perkataan itu. Di balik pernyataan ini secara implisit hendak dikatakan bahwa Muhammad itulah Allahnya.

Lingga, 31 Mei 2022

1 komentar: