Jumat, 22 Juli 2022

KAJIAN ATAS SURAH AL-BAQARAH AYAT 216

 


Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS 2: 216)

Al-Qur’an diyakini oleh umat islam merupakan wahyu Allah yang secara langsung disampaikan kepada nabi Muhammad SAW. Hal ini bisa dipahami sebagai berikut: Allah berbicara kepada Muhammad, dan Muhammad mendengarnya. Apa yang didengar Muhammad itulah yang kemudian ditulis dan akhirnya menjadi sebuah kitab yang diberi nama Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, umat islam percaya dan meyakini bahwa apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah merupakan kata-kata Allah SWT sendiri. Hal inilah yang membuat umat islam memandang kitab tersebut sungguh suci, sehingga umat islam menaruh hormat yang tinggi kepadanya. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama artinya pelecehan kepada Allah SWT. Dan orang yang melakukan hal itu, berdasarkan perintah Allah dalam Al-Qur’an, wajib dibunuh (QS al-Maidah: 33).

Umat islam menganggap dan menilai Al-Quran sebagai keterangan dan pelajaran yang jelas, karena memang demikianlah yang dikatakan Allah sendiri. Secara sederhana hal ini dimaknai bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang jelas. Allah telah memudahkan wahyu-Nya sehingga umat bisa dengan mudah pula memahaminya. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Umumnya para ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan kata lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu banyak ditafsirkan lagi. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari pemahaman ini, maka apa yang tertulis dalam surah al-Baqarah ayat 216 di atas merupakan perkataan langsung dan asli dari Allah SWT. Allah berbicara dan Muhammad mendengarnya. Apa yang tertulis di sana seperti itu juga yang didengar oleh nabi Muhammad SAW. Dan apa yang disampaikan Allah ini sudah jelas maknanya. Dengan mudah umat akan memahami bahwa perang merupakan kewajiban bagi umat islam.

Kutipan wahyu Allah di atas terdiri dari 3 kalimat. Kalimat pertama berisi pesan atau peringatan bagi umat islam bahwa mereka wajib berperang sekalipun itu tidak menyenangkan. Dalam kalimat kedua Allah membuat semacam perbandingan sederhana, yang barangkali biasa dialami oleh umat. Perbandingan ini untuk menjelaskan masalah perang yang tidak menyenangkan, meski menjadi keharusan (kewajiban). Pada intinya Allah hendak mengatakan bahwa dalam hidup ada sesuatu yang tidak disenangi meski itu baik, dan ada yang disukai meski itu tidak baik. Sebagai contoh, samiloto atau brotoali itu tidak disenangi karena pahit meski ia baik untuk melawan malaria, sementara es krim atau coklat itu disenangi karena enak meski tidak baik bagi kesehatan. Kalimat ketiga lebih merupakan penegasan akan kalimat kedua. Di sini Allah hendak menegaskan soal perbandingan itu, karena manusia lebih cenderung memilih kesenangan daripada kebaikan.

Karena itulah, kutipan ayat di atas dengan sederhana dimaknai bahwa umat islam diwajibkan untuk berperang sekalipun itu tidak menyenangkan. Apa yang tidak menyenangkan itu akan mendatangkan kebaikan. Kebaikan seperti apa yang datang ketika umat islam melaksanakan kewajiban berperangnya? Jika menelusuri ayat-ayat perang dalam Al-Qur’an, akan ditemukan 2 kategori kebaikan, yaitu kebaikan jangka pendek dan kebaikan jangka panjang. Untuk jangka pendek, kebaikan dari perang itu adalah rampasan perang, seperti barang-barang material dan juga para wanita, yang bisa dijadikan budak dan juga pemenuhan hasrat seksual (bdk. QS an-Nisa: 24). Sedangkan untuk jangka panjang, kebaikan perang adalah pahala masuk surga. Dan di surga Allah telah menyediakan bidadari yang cantik dan juga gadis-gadis montok sebaya. Sudah jadi rahasia umum jika kehadiran bidadari dan gadis montok itu demi pemenuhan kebutuhan seksual.

Kiranya kutipan ayat di atas menjadi salah satu ideologi terorisme islam. Maka tidak heran bila ideologi terorisme islam berakar pada wahyu Allah yang ada dalam Al-Qur’an. Dengan demikian perang dan terror adalah kehendak Allah SWT, dan ini menjadi satu kewajiban bagi umat islam.

Membaca firman Allah ini, tak sedikit umat islam menolak pemaknaan kewajiban perang sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an. Mereka menolak tafsiran demikian dengan mendasarkan pada pandangan “Agama mengajarkan kebaikan”. Dengan pendasaran inilah mereka akhirnya mengatakan bahwa kaum teroris atau umat islam yang mencintai perang telah membajak ayat-ayat Al-Qur’an, atau telah salah menafsirkan wahyu Allah tersebut. Dengan kata lain, mereka mau mengatakan bahwa tafsiran merekalah yang benar. Tak sedikit juga umat islam akhirnya membuat semacam rasionalisasi atau pembenaran diri terhadap tudingan yang terkait dengan wahyu perang Allah ini. Mereka mengatakan bahwa kutipan ayat di atas harus dilihat dari konteks waktunya. Artinya, kewajiban perang itu hanya berlaku pada masa Muhammad saja, tidak lagi pada masa kini. Rasionalisasi lainnya adalah bahwa perang yang dimaksud Allah dalam kutipan di atas harus ditafsirkan sebagai perang melawan kejahatan, kemasiatan dan juga hawa nafsu.

Benarkah rasionalisasi demikian? Seratus persen SALAH. Rasionalisasi seperti itu jelas-jelas bertentangan dengan maksud dan kehendak Allah. Rasionalisasi berdasarkan konteks waktu membuat wahyu Allah di atas tidak lagi relevan untuk masa sekarang. Dengan kata lain, wahyu Allah tersebut jadi mati. Dengan demikian wahyu Allah kehilangan sifat kekalnya. Sedangkan rasionalisasi berdasarkan tafsir baru langsung kelihatan tidak sesuai dengan kehendak Allah. Dalam kutipan ayat di atas, kata “perang” harus dimaknai sebagai perang yang sesungguhnya, dimana akan terjadi bunuh membunuh. Hal ini sangat jelas diterangkan secara implisit dalam kalimat kedua wahyu Allah tersebut. Tentulah perang dengan makna yang sesungguhnya tidak menyenangkan (bagi sebagian orang), namun itu baik karena mendatangkan pahala. Sementara perang melawan kejahatan, kemaksiatan dan hawa nafsu harus menjadi tindakan yang menyenangkan (agak aneh bila dilihat sebagai sesuatu yang tak menyenangkan), dan itu tentu saja mendatangkan pahala.

Makna perang adalah perang berulang kali ditegaskan oleh Allah dalam beberapa kesempatan. Misalnya, dalam surah an-Nisa ayat 74, Allah berfirman, “Karena itu, hendaklah orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk (kehidupan) akhirat berperang di jalan Allah. Dan barangsiapa berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka akan Kami berikan pahala yang besar kepadanya.” Dan dalam surah at-Taubah ayat 111, Allah berkata, “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh …”

Dengan demikian, kutipan ayat di atas dengan terang benderang bermakna kewajiban bagi umat islam untuk berperang. Dan perang yang dimaksud adalah sungguh perang, dimana disana akan terjadi peristiwa bunuh dan dibunuh. Pemaknaan lain tentulah tidak sesuai dengan kehendak Allah. Pemaknaan seperti itu jelas-jelas hanya untuk menyelamatkan pandangan “Agama mengajarkan kebaikan”, bukannya melaksanakan perintah Allah. Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa kaum teroris sudah sesuai pada jalan Allah, karena mereka sungguh-sungguh melakukan kehendak Allah.

DEMIKIANLAH kajian atas wahyu Allah dalam surah al-Baqarah ayat 216. Dengan kajian ini, satu kesimpulan dasar yang bisa diambil adalah islam bukanlah agama kasih, tetapi agama perang.

Batam, 26 Mei 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar