Jumat, 03 September 2021

TELAAH ATAS SURAH AN-NUR AYAT 46

 


Sungguh, Kami telah menurunkan ayat-ayat yang memberi penjelasan. Dan Allah memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. [QS 24: 46]

Al-Quran merupakan pusat spiritualitas umat islam. Di sana mereka tidak hanya mengenal Allah yang diimani dan disembah, tetapi juga mendapatkan pedoman dan tuntunan hidup yang akan menghantar mereka ke surga. Al-Quran biasa dijadikan rujukan umat islam untuk bersikap dan bertindak dalam hidup keseharian, selain hadis. Umat islam menyakini Al-Quran langsung berasal dari Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW. Keyakinan ini didasarkan pada pernyataan Allah sendiri, yang dapat dibaca dalam beberapa surah Al-Quran. Jadi, Allah sendiri telah menyatakan bahwa Al-Quran merupakan perkataan-Nya, sehingga ia dikenal juga sebagai kalam Allah. Karena itu, Al-Quran dihormati sebagai sesuatu yang suci, karena Allah sendiri adalah mahasuci. Pelecehan terhadap Al-Quran sama saja dengan pelecehan kepada Allah atau penyerangan terhadap keluhuran Allah. Orang yang melakukan hal itu harus dihukum berat dengan cara dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang (bdk. QS al-Maidah: 33).

Selain itu juga umat islam melihat Al-Quran sebagai keterangan dan pelajaran yang jelas. Ini juga didasarkan pada perkataan Allah sendiri. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Tak sedikit ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan perkataan lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari dua premis di atas, maka bisalah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Quran di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Pada waktu itu Allah berkata kepada Muhammad, “Sungguh, Kami telah menurunkan …….” Tampak jelas kutipan wahyu Allah ini terdiri dari dua kalimat. Dilihat dari nama surahnya, dapatlah dikatakan bahwa kutipan wahyu ini turun di Madinah. Artinya, Allah menyampaikan wahyu ini setelah kejadian hijrah. Dibutuhkan studi khusus untuk mengetahui konteks historis, sosial dan peristiwa yang melatar-belakangi turunnya wahyu Allah ini. Jika melihat atau membaca ayat-ayat sebelumnya bisa dikatakan bahwa saat itu Allah sedang memberikan “pelajaran” tentang pengetahuan alam (ayat 40 – 45).

Sekilas tidak ada yang aneh dengan kutipan ayat di atas. Kalimat pertama dari wahyu Allah ini sudah jelas. Kata “Kami” di sini merujuk pada Allah yang berbicara. Kata “sungguh” hendak memberi tekanan dan ketegasan bahwa yang menyampaikan kata-kata “menurunkan ayat-ayat” ini adalah Allah, bukan orang lain. Dan Allah yang dimaksud adalah Allah yang saat itu sedang berbicara. Frase “ayat-ayat yang memberi penjelasan” pertama-tama harus dilihat sebagai ayat-ayat sebelum ayat 46 ini. Di sini wahyu Allah memberikan penjelasan tentang fenomena yang biasa terjadi di alam, seperti kegelapan di dasar laut, awan yang bergerak, hujan turun dari awan, tentang kilat dan juga tentang hewan di air dan darat. Akan tetapi, frase ini bisa juga dimaknai sebagai ayat-ayat Al-Qur’an; dan ini berarti juga sebagai Al-Qur’an itu sendiri.

Sedikit persoalan baru muncul dengan kalimat kedua: “Dan Allah memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.” Tetap harus dipahami bahwa kalimat ini diucapkan oleh Allah sendiri. Jadi, bisa dikatakan bahwa pada waktu itu Allah berkata kepada Muhammad, “Dan Allah memberi petunjuk.” Dimana letak permasalahan wahyu Allah ini? Setidaknya ada dua problematik yang muncul pada kalimat kedua wahyu Allah ini.

Masalah pertama datang dari kata “Allah”. Pada kalimat kedua ini Allah yang berfirman menyebut kata “Allah”, padahal pada kalimat pertama Allah menggunakan kata “Kami”. Pertanyaan sederhana adalah siapa yang dimaksud dengan kata “Allah” itu? Sangatlah tidak mungkin bila mengatakan bahwa “Allah” itu adalah Allah yang sedang berkata-kata, karena jika demikian maka Allah di sini tidak konsisten dan suka berubah-ubah. Kenapa pada kalimat pertama Allah memakai kata “Kami”, sedangkan pada kalimat kedua kata “Allah”? Ketidak-konsistenan ini agaknya mencemarkan sifat kekal Allah.

Karena tidak mungkin jika mengatakan bahwa “Allah” di sini adalah Allah yang sedang bersabda, maka haruslah dikatakan bahwa kata “Allah” itu merujuk pada sosok Allah yang lain. Inilah masalah yang kedua: Allah tidak hanya satu dan esa, tapi ada Allah yang lain lagi. Allah yang lain inilah yang memberikan petunjuk. Dengan demikian, yang memberi petunjuk itu bukan Allah yang sedang berfirman, tetapi Allah yang lain. Konsekuensi logisnya adalah ada dua Allah.

Adanya dua Allah ini semakin ditegaskan dan diperjelas dalam kalimat yang mengikutinya, “yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.” Pada kalimat pendek ini terdapat kata ganti “dia” dengan penulisan “D” kapital. Tentulah kata “Dia” di sini dimaknai sebagai Allah (ini ditandai dengan penulisan huruf “d” kapital), dan Allah ini tidak sama dengan Allah yang berbicara. Dari segi ilmu bahasa, kata “dia” merupakan kata ganti orang ketiga tunggal, yang merujuk pada orang lain di luar diri orang yang sedang berbicara. Sebagai Allah, kata “Dia” ini mengacu atau merujuk pada Allah yang memberi petunjuk, bukan pada Allah yang sedang berbicara. Dengan kata lain, sebagai kata ganti, kata ”Dia” ini menggantikan kata “Allah” yang muncul pada awal kalimat kedua. Sekali lagi, konsekuensi logisnya adalah ada dua Allah: yang satu Allah yang berbicara, dan yang lainnya Allah yang memberi petunjuk berdasarkan kehendak-Nya.

Berangkat dari pemasalahan kedua ini, kita bisa kembali mempertanyakan kata “Kami” pada kalimat pertama? Secara hukum bahasa, kata “kami” merupakan kata ganti orang ketiga jamak (lebih dari satu). Pada kata “kami” terkandung juga saya atau aku yang sedang berbicara dan dia atau mereka yang ada bersama saya. Memang kata “kami” dalam kalimat pertama merujuk pada Allah, tapi bukan hanya pada Allah yang berbicara melainkan juga Allah yang lain. Tentulah umat islam membela dengan mengatakan bahwa kata “kami” dipakai sebagai ganti kata “saya” atau “aku”, yang memberi nada sopan atau halus. Memang dalam bahasa Indonesia juga kata “kami” biasa dipakai untuk memperhalus kata “saya” atau “aku” yang terkesan angkuh. Menjadi pertanyaan, jika benar kata itu dipakai untuk memperhalus, kenapa kalimat kedua tidak menggunakan kata “kami” juga?

Demikianlah telaah singkat atas wahyu Allah dalam QS an-Nur: 46. Dari telaah tersebut ditemui adanya ketidak-konsistenan dalam penulisan untuk identitas Allah, dan juga bahwa Allah islam itu ada lebih dari satu. Keberadaan Allah yang lain ini, atau pengakuan akan adanya Allah yang lain ini jelas-jelas bertentangan dengan konsep tauhid islam. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa Allah umat islam itu tidaklah esa, sebagaimana yang biasa didengung-dengungkan. Jika umat islam tetap percaya pada keesaan Allah, bahwa Allah yang diimani itu hanya ada satu, maka haruslah dikatakan bahwa kalimat kedua dalam kutipan ayat di atas berasal dari manusia, bukan dari Allah. Namun tentulah hal ini bertentangan dengan keyakinan iman umat islam bahwa Al-Qur’an itu sepenuhnya adalah wahyu Allah.

Dari uraian dan penjelasan di atas, satu pertanyaan mendasar muncul, yakni benarkah surah an-Nur ayat 46 ini sungguh merupakan wahyu Allah? Adanya kekacauan, ketidak-jelasan dan ketidak-konsistenan dalam ayat tersebut, jika dikonfrontasikan dengan sifat Allah yang maha sempurna, maha mengetahui dan maha kekal, maka dapatlah dikatakan kalau QS an-Nur: 46  bukan wahyu Allah. Kutipan ayat di atas adalah karangan manusia, yang ditempatkan pada mulut Allah. Atau dengan perkataan lain, manusia yang menciptakan dua kalimat itu lalu mengatakan kepada orang lain itu adalah wahyu Allah. Kelemahan intelektualnya membuat adanya kekacauan bahasa yang berdampak pada pemaknaan dan pemahaman yang berbeda dengan pemahaman awal.

Lingga, 02 Juli 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar