Jumat, 16 Juli 2021

TELAAH ATAS SURAH QAF AYAT 38

 


Dan sungguh, Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak merasa letih sedikit pun (QS 50: 38)

Al-Qur’an diyakini oleh umat islam sebagai wahyu Allah yang secara langsung disampaikan kepada nabi Muhammad. Apa yang tertulis di dalamnya, termasuk titik komanya, adalah berasal dari Allah, tanpa campur tangan manusia. Karena itulah, umat islam memandang Al-Qur’an sebagai sesuatu yang suci, sebab ada Allah di dalamnya. Perlakuan terhadap Al-Qur’an pun jauh berbeda dengan kitab-kitab lainnya, yang memang buatan tangan manusia. Menjadi tak heran akan reaksi umat islam ketika menemukan lembaran-lembaran ayat Al-Qur’an tercecer di sebuah tempat sampah. Hal itu tidak hanya dilihat sebagai sebuah bentuk penistaan, tetapi juga pelecehan terhadap kesucian Allah. Masak Allah dibuang di tempat sampah?

Berangkat dari pemahaman tersebut, maka kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan perkataan Allah, yang disampaikan kepada Muhammad. Wahyu Allah ini disampaikan saat Muhammad masih berada di Mekkah. Karena itulah, ayat ini masuk dalam kelompok surah Makkiyyah.

Sebelum menelaah ayat tersebut, terlebih dahulu kita memahami maksud yang terkandung dalam kutipan tersebut. Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa Al-Qur’an merupakan kitab yang jelas, maka kejelasan itu terlihat juga pada kutipan ayat di atas. Dapatlah dipahami bahwa pada waktu itu Allah menjelaskan kepada Muhammad perihal waktu penciptaan langit dan bumi dan bagaimana keadaan Allah. Dari kutipan di atas setidaknya ada 3 hal yang hendak disampaikan Allah, yaitu bahwa Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi, bahwa Allah membutuhkan waktu 6 masa; dan untuk mengerjakan semua itu Allah sama sekali tidak letih. Apa yang bisa ditelaah dari sini?

Pertama-tama, kita sama sekali tidak menemukan kaitan langsung ayat 38 ini dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Tampak jelas kalau kutipan ayat ini berdiri sendiri. Tiba-tiba saja Allah berbicara kepada Muhammad soal penciptaan langit dan bumi dalam waktu 6 masa, dan kemudian Allah seolah-olah hendak menunjukkan kehebatan-Nya dengan mengatakan bahwa diri-Nya tidak merasa letih sama sekali. Dari mana gagasan ayat ini muncul?

Meski tidak pasti, namun mendekati kepastian bahwa gagasan ayat ini muncul sebagai tanggapan atas kisah penciptaan yang ada dalam kitab suci orang Yahudi dan Nasrani. Perlu diketahui bahwa orang Yahudi dan Nasrani mempunyai kisah penciptaan yang sama karena sama-sama berasal dari sumber yang sama. Dua bab pertama Kitab Kejadian diawali dengan kisah “penciptaan langit dan bumi” (1: 1 dan 2: 1). Inilah yang diikuti oleh Al-Qur’an. Akan tetapi, Al-Qur’an berhenti sampai pada kata-kata “langit dan bumi” sementara kitab suci orang Yahudi dan Nasrani melanjuti dengan penciptaan lainnya untuk menggenapinya. Kelanjutan itu juga yang membuat adanya ruang waktu, yaitu 6 hari, dan pada hari ketujuh Allah berhenti dan menguduskannya. Oleh orang Yahudi dan Nasrani, hari ketujuh sering dimaknai Allah beristirahat dengan maksud agar manusia juga beristirahat.

Membandingkan dengan kisah penciptaan yang ada dalam Kitab Kejadian, kita dapat mengajukan beberapa pertanyaan terkait kutipan ayat di atas. Jika Allah, yang diyakini sebagai sumber wahyu Al-Qur’an, kenapa Allah tidak lantas menyampaikan poin-poin ciptaan selama 6 masa itu? Misalnya, pada masa pertama Allah menciptakan apa dan masa kedua apa yang diciptakan, demikian seterusnya. Untuk menutupi kelemahan ini, Al-Qur’an hanya memakai kalimat “apa yang ada antara keduanya”. Kenapa Allah memakai kata “masa” dan bukannya hari seperti dalam Alkitab?

Sangat menarik tentang kisah penciptaan dalam Al-Qur’an ini. Ada perbedaan yang sangat mencolok antara surah Fussilat dan surah Qaf, meski keduanya sama-sama masuk dalam kelompok surah Makkiyyah. Dalam surah Qaf, penciptaan itu membutuhkan waktu 6 masa, sementara dalam surah Fussilat penciptaan membutuhkan waktu 8 masa. Dalam surah Fussilat ada rincian penciptaan itu, yakni 2 masa menciptakan bumi (ay. 9), 4 masa menciptakan gunung-gunung yang kokoh serta makanan untuk penghuninya (ay. 10) dan 2 masa untuk menciptakan langit yang berjumlah 7 buah (ay. 12). Jika memang benar Al-Qur’an berasal dari satu sumber, yaitu Allah, kenapa ada perbedaan informasi penciptaan?

Berangkat dari semua telaah ini, bisalah dikatakan bahwa kutipan ayat di atas merupakan karangan Muhammad, bukan berasal dari Allah. Muhammad waktu itu telah mendengar kisah penciptaan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang dikenal sebagai Ahli Kitab. Pertama, Muhammad sependapat dengan kisah tersebut, yakni bahwa Allah-lah sebagai penciptanya. Kalimat pertama dari wahyu Allah di atas mirip sekali dengan apa yang ada dalam kitab suci orang Yahudi dan Nasrani: “Allah menjadikan langit dan bumi dan segala isinya selama 6 hari lamanya” (Kel 20: 11). Dengan keterbatasan manusiawinya, Muhammad tidak bisa memberikan gambaran detail dengan hari-hari penciptaan itu, seperti penciptaan matahari dan bulan serta bintang, penciptaan ikan di laut dan burung di udara, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Muhammad takut keliru menyampaikannya, yang dapat berdampak pada tertawaan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena itulah, Muhammad hanya sampai pada “kisah penciptaan langit dan bumi” dan “apa yang ada antara keduanya”.

Patut diduga juga bahwa akal budi Muhammad tidak dapat menangkap kisah seluruh penciptaan hanya dalam waktu 6 hari sebagaimana yang dia dengar dari para Ahli Kitab. Mungkin pada waktu itu Muhammad memahami “hari” dengan pemahaman yang berlaku seperti saat ini, yaitu 24 jam. Bagi Muhammad rasanya tidak mungkin seluruh ciptaan dibuat dalam waktu itu. Karena itulah, Muhammad menggantinya dengan menggunakan kata “masa”. Kata ini cukup fleksibel dan cakupannya lebih luas, tidak dibatasi oleh 24 jam. Dengan memakai kata ini Muhammad seakan terbebas dari kerumitan yang akan muncul dan dia sendiri akan kewalahan jika ada orang yang bertanya.

Muhammad tentulah mendengar dari orang-orang Yahudi dan Nasrani soal hari ketujuh, dimana dikatakan Allah berhenti menyelesaikan pekerjaannya dan menguduskan hari tersebut. Akan tetapi, sepertinya Muhammad tidak mau mengakui keberadaan hari ketujuh ini. Hal ini terlihat pada 2 surah yang berbicara tentang penciptaan langit dan bumi. Dalam surah Qaf hanya disebut 6 masa, sedangkan dalam surah Fussilat ada 8 masa. Ada apa gerangan? Kenapa Muhammad tidak mengakui hari ketujuh itu?

Ada beberapa pendekatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, mungkin Muhammad mendengar cerita-cerita dari orang-orang Yahudi dan Nasrani bahwa hari ketujuh itu Allah beristirahat. Dalam kitab suci orang Yahudi dan Nasrani, hari ketujuh itu adalah hari Sabat Tuhan (bdk. Kel. 20: 10). Kata ‘sabat’ oleh kitab suci langsung dikaitkan dengan kata dasar yang berarti istirahat. Karena itu, hari sabat dimaksudkan sebagai hari istirahat. Allah “memerintahkan kepada Israel untuk memelihara setiap hari ketujuh sebagai hari istirahat, hari Sabat” (Paus Fransiskus, Laudato Si, no. 71). Paus Fransiskus mengatakan bahwa hari sabat “ditawarkan sebagai hari pemulihan hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia” (Laudato Si, no. 237) Sebenarnya pemahaman Allah beristirahat juga yang masih dipahami hingga saat ini. Pada sekolah-sekolah minggu, anak-anak selalu disampaikan bahwa pada hari ketujuh itu Allah beristirahat setelah 6 hari bekerja. Hal ini sebagai pesan buat manusia agar tidak menghabiskan hari selama seminggu hanya dengan bekerja melulu, tetapi perlu juga meluangkan waktu beristirahat sehingga bisa bercengkrama dengan keluarga.

Konsep Allah beristirahat ini sangat tidak diterima oleh Muhammad, karena terkesan Allah lelah. Karena kemampuan intelektualnya terbatas, Muhammad tidak paham kalau kitab suci orang Yahudi dan Nasrani itu ditulis dengan menggunakan gaya bahasa. Bagaimana mungkin Allah yang mahakuasa dan mahasempurna bisa merasa letih seperti manusia. Karena itulah, pada bagian akhir dari ayat 38 (pada kutipan ayat di atas) ditegaskan bahwa setelah menciptakan langit dan bumi dengan segala yang ada di antaranya, Allah “tidak merasa letih sedikit pun”. Di sini Muhammad hendak membela kemahakuasaan dan kesempurnaan Allah. Allah itu beda dari manusia. Padahal, jika Muhammad membaca Kitab Yesaya 40: 28, dimana ditegaskan bahwa Allah sama sekali tidak lelah dan lesu.

Kedua, mungkin Muhammad mendengar juga cerita-cerita dari orang-orang Yahudi dan Nasrani bahwa Allah memberkati dan menguduskan hari ketujuh itu. Hari ketujuh itu adalah hari Sabat Tuhan (bdk. Kel. 20: 10). Ini membuat hari ketujuh itu istimewa bagi orang Yahudi dan Nasrani. Muhammad merasa bahwa hari ketujuh merupakan hari khusus bagi orang Yahudi dan Nasrani, yang kemudian dikaitkan dengan hari keagamaan. Tentulah hal ini tidak dapat diterima Muhammad, yang saat itu sedang membangun dan membentuk agama khas Arab. Tanpa ada pertimbangan lain, sepertinya Muhammad langsung menolak keberadaan hari ketujuh. Karena itu, tak heran kisah penciptaan dalam Al-Qur’an tidak terdapat hari ketujuh, dimana Allah memberkati dan menguduskan. Surah Qaf menyebut 6 masa dan surah Fussilat 8 masa. Tidak ada hari yang diberkati dan dikuduskan Allah.

Demikianlah telaah atas surah Qaf ayat 38. Sekalipun sudah dikatakan bahwa wahyu Allah itu jelas, namun yang ditemukan dalam kutipan ayat di atas ada banyak ketidak-jelasan. Tidak ada kepastian apa yang dimaksud dengan ‘masa’, dan kenapa ada perbedaan jumlah masa penciptaan (6 dan 8 masa). Bagaimana detail kisah penciptaan berdasarkan masa. Ketidak-jelasan ini akhirnya membuat orang berkesimpulan bahwa kutipan ayat di atas bukan wahyu Allah.

Lingga, 27 April 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar