Jumat, 14 Mei 2021

TELAAH ATAS SURAH AL-ANKABUT AYAT 12


 

Dan orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “Ikutilah jalan kami, dan kami akan memikul dosa-dosamu,” padahal mereka sedikit pun tidak (sanggup) memikul dosa-dosa mereka sendiri. Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. (QS 29: 12)

Al-Qur’an merupakan pusat spiritualitas umat islam. Ia dipercaya sebagai wahyu Allah yang disampaikan langsung kepada nabi Muhammad SAW (570 – 632 M). Kepercayaan ini didasarkan pada perkataan Allah sendiri yang banyak tersebar dalam Al-Qur’an. Karena Allah itu mahabenar, maka perkataan-Nya, yang tertulis di dalam Al-Qur’an adalah juga benar. Hal inilah yang kemudian membuat Al-Qur’an dikenal sebagai kitab kebenaran. Jika ditanya kepada umat islam kenapa begitu, pastilah mereka menjawab karena itulah yang dikatakan Al-Qur’an.

Berangkat dari premis ini, maka kutipan ayat Al-Qur’an di atas haruslah dikatakan berasal dari Allah dan merupakan satu kebenaran. Apa yang tertulis di atas (kecuali yang ada di dalam tanda kurung), semuanya diyakini merupakan kata-kata Allah, yang kemudian ditulis oleh manusia. Seperti itulah kata-kata Allah (sekali lagi minus yang di dalam tanda kurung). Karena surah ini masuk dalam kelompok surah Makkiyyah, maka bisa dipastikan bahwa Allah menyampaikan wahyu ini saat Muhammad ada di Mekkah.

Dalam kutipan di atas, ada dua kelompok orang yang menjadi bahan pembicaraan antara Allah dan Muhammad. Kedua kelompok itu adalah orang yang kafir dan orang yang beriman. Pada umumnya, orang yang beriman ini dipahami sebagai kaum muslim, sedangkan orang yang kafir adalah orang non muslim. Untuk situasi Mekkah saat itu, orang yang kafir adalah orang Arab, orang Kristen, Yahudi, Hindu, dll

Jika kita mencermati dan merenungkan dengan pikiran jernih, maka dapat dikatakan bahwa waktu itu Allah menyampaikan kepada Muhammad sebuah komentar orang kafir kepada kaum beriman. Sepertinya Allah mendengar bahwa orang yang kafir sedang mempengaruhi orang yang beriman dengan berkata, “Ikutilah jalan kami, dan kami akan memikul dosa-dosamu. Setelah menyampaikan pernyataan orang yang kafir itu, Allah lantas menegaskan dua hal berikut, yaitu pertama, mereka tidak bisa memikul dosa mereka sendiri, bagaimana hendak memikul dosa orang lain. Alasannya, orang yang kafir adalah orang berdosa. Penegasan ini kembali ditegaskan Allah dalam QS az-Zumar: 7, “Seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain.” Kedua, orang yang kafir adalah orang pendusta. Alasannya, orang kafir adalah pendosa; bagaimana mungkin hendak memikul dosa orang lain.

Jika kutipan di atas ditelaah dengan menggunakan logika atau akal sehat, maka akan menemukan beberapa hal penting.

1.    Siapa yang dimaksud dengan orang kafir dalam wahyu tersebut? Sebagaimana telah diketahui, pada waktu wahyu ini turun, ada beberapa kelompok manusia yang masuk kategori orang yang kafir. Namun orang kafir mana yang mempunyai pandangan “umat akan memikul dosa orang lain”, sementara umat itu sendiri masih memiliki dosa. Dengan perkataan lain, agama mana yang mengajarkan bahwa umatnya akan memikul dosa orang yang masuk agamanya?

Penelusuran atas agama-agama yang ada di Mekkah saat Muhammad masih berada di sana tidak ditemukan adanya agama yang mempunyai pandangan demikian. Yang agak merempet dengan pandangan tersebut adalah ajaran agama kristen, dengan ajaran penebusan dosa. Akan tetapi, agama kristen tak pernah sama sekali mengajarkan bahwa yang memikul dosa itu adalah umatnya, tetapi Yesus Kristus. Tuhan Yesus-lah yang akan memikul dosa umat manusia dan memakunya di salib. Itulah kurban penebusan dosa.

Jika memang agama kristen yang dimaksud kutipan wahyu di atas, maka dapat dipastikan terjadi kekeliruan pemahaman. Agama kristen sama sekali tidak pernah mengajarkan umatnya memikul dosa orang yang memeluk agamanya.

2.    Allah islam sibuk menanggapi komentar-komentar orang yang belum jelas juga kapasitasnya. Dari kutipan di atas, dapatlah diungkapkan bahwa Allah mendengar orang yang kafir sedang mempengaruhi orang yang beriman dengan berkata, “Ikutilah jalan kami, dan kami akan memikul dosa-dosamu. Setelah itu, Allah mengomentari pernyataan orang yang kafir itu. Tidak jelas apakah pernyataan orang yang kafir itu merupakan pernyataan resmi ajaran agama atau hanya sekedar pendapat pribadi. Akan tetapi, Allah menjadikan pernyataan itu sebagai ajaran resmi suatu agama, meski tidak jelas agama mana yang dimaksud.

Gambaran Allah yang sibuk mengurusi komentar-komentar orang banyak ditemukan dalam Al-Qur’an. Dan komentar orang itu belum tentu juga merupakan ajaran resmi agamanya. Orang yang ditangapi itu tidak jelas kapasitasnya atau bahwa dapat dipastikan belum terjamin keahliannya. Kalau pun yang disampaikan itu merupakan ajaran resmi, namun dengan pemahaman yang kurang tepat sehingga Allah pun salah paham dalam menanggapinya. Sepertinya orang-orang ini merupakan orang biasa atau umat awam biasa, karena Allah pernah menyampaikan wahyu kepada Muhammad agar tidak berdebat dengan ahli kitab.

3.    Siapa sebenarnya yang berdusta? Dalam wahyu di atas tidak jelas siapa yang dimaksud dengan orang kafir yang mempunyai pandangan bahwa umatnya akan memikul dosa orang yang mengikutinya. Memang agama kristen memiliki pandangan yang mirip, tapi tidak sama. Jika memang demikian, maka Allah salah paham.

Sifat Allah yang sepertinya gegabah, suka menanggapi komentar-komentar orang yang belum jelas keahliannya membuat Allah jatuh ke dalam kekeliruan. Bisa juga dikatakan Allah gagal paham. Karena itu, mengatakan orang kafir sebagai pendusta adalah kurang pas dan kurang etis. Bisa saja karena kekurang-pahaman akan ajaran agamanya atau karena seloroh, ia keliru menyampaikannya. Dan Allah sibuk menanggapinya. Dari sini justru Allah-lah yang patut dikatakan sebagai pendusta.

DEMIKIANLAH 3 poin penting hasil telaah logis atas kutipan wahyu Allah di atas. Dari 3 poin ini, kita bisa sampai pada satu kesimpulan kecil: benarkah kutipan wahyu di atas berasal dari Allah? Harus disadari bahwa Allah itu Maha Mengetahui. Akan tetapi, pada kutipan di atas terlihat jelas Allah sungguh tidak tahu dan juga tidak paham. Haruslah dikatakan bahwa kutipan wahyu di atas bukan merupakan wahyu Allah, melainkan wahyu Allah hasil rekayasa Muhammad. Kutipan di atas berasal dari Muhammad.

Terhadap komentar-komentar tersebut, bisa saja ada 2 kemungkinan. Pertama, bisa saja komentar tersebut belum pasti kebenarannya. Mungkin yang berkomentar itu salah atau tidak paham soal subyek komentarnya, mungkin karena salah informasi atau mungkin karena keterbatasan pengetahuannya sehingga keliru menangkap informasi. Komentar yang belum pasti kebenarannya inilah membuat tanggapan yang diberikan pun terkesan ngawur. Kedua, bisa saja komentar tersebut sudah benar, namun mungkin karena tak bisa memahami kebenaran tersebut atau mungkin iri dengan kebenaran tersebut, Muhammad akhirnya membuat pernyataan yang berbeda atau bertentangan sebagai bentuk tanggapan. Dengan kata lain, kebenaran yang sudah ada dibuat menjadi tidak benar agar orang beralih kepada kebenarannya; atau menutupi kebenaran dengan kebohongan yang dilabeli sebagai kebenaran.

Kiranya kemungkinan kedua ini jamak ditemukan pada diri orang muslim. Dulu umat islam menuduh agama kristen sebagai agama perang, lantaran datang ke Indoensia berboncengan dengan penjajahan Belanda. Tuduhan ini sebenarnya menutupi dirinya sendiri, karena ajaran perang justru ditemukan dalam agama islam, bukan dalam agama kristen. Dewasa ini sering terdengar istilah islamfobia yang dilontarkan oleh umat islam kepada non muslim. Padahal, yang sebenarnya fobia itu adalah umat islam, bukan non muslim.

Lantas. apa tujuan di balik kutipan di atas? Baik di Mekkah maupun di Madinah, Muhammad selalu berusaha untuk menanamkan pengaruh kepada orang agar bersedia memeluk islam. Karena itulah, tak heran ada begitu banyak wahyu dengan tipe menanggapi komentar orang, yang tak jelas kebenarannya. Artinya, komentar-komentar orang itu belum terjamin kebenaran dan kepastiannya. Namun lewat tanggapan itu Muhammad mau membangun image bahwa pemikiran orang lain itu salah, dan yang benar ada pada dirinya.

Atau mungkin komentar orang-orang kafir sudah benar, bukan keliru atau salah. Tapi karena, mungkin tidak bisa memahami pernyataan tersebut atau mungkin iri dengan pernyataan tersebut, Muhammad akhirnya membuat pernyataan yang berbeda atau bertentangan sebagai bentuk tanggapan. Ada indikasi Muhammad membalikkan kebenaran. Tujuannya sederhana, supaya pengikutnya bisa melihat kesalahan pada pihak luar dan kebenaran pada pihak Muhammad. Dan dengan demikian pengaruh dan kewibawaannya pun terus tertanam dalam diri pengikutnya.

Dabo Singkep, 9 Maret 2021

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar