Jumat, 08 Januari 2021

TELAAH KATA “KAFIR’ DALAM AL-QUR’AN



Agama islam tidak hanya dikenal sebagai agama teror, melainkan juga sebagai agama yang mengkafir-kafirkan umat agama lain. Harus jujur dikatakan bahwa hanya islam agama yang mengkafir-kafirkan umat agama lain. Kedua identitas islam ini mendapat pendasarannya dalam Al-Qur’an, yang diyakini merupakan wahyu Allah SWT secara langsung kepada nabi Muhammad SAW. Bagi umat islam, umat agama lain adalah kafir, dan orang kafir harus dimusuhi, dibunuh bahkan dimusnahkan. Ini merupakan kehendak dan perintah Allah SWT.

Kata “kafir” dalam Al-Qur’an begitu sangat kuat gaungnya. Sebagaimana diketahui jumlah ayat Al-Qur’an secara keseluruhan adalah 6.236 ayat dengan pembagian surah Makkiyyah (87 surah) ada 4.643 ayat, dan surah Madaniyyah (27 surah) ada 1.593 ayat. Dengan demikian prosentasenya adalah surah Makkiyyah sekitar 74,45%, dan surah Madaniyyah hanya sekitar 25, 54%. Bagaimana komposisi kata “kafir” dalam kedua surah ini?

Dalam tulisan “Ayat Kafir dalam Al-Qur’an” dipaparkan bahwa dari 87 surah Makkiyyah, ada 56 surah yang memuat kata “kafir” dengan total ayat ada 186 ayat; sedangkan dalam surah Madaniyyah, dari 27 surah ada 22 surah yang memuat kata “kafir” dengan total ayat ada 220 ayat. Dari 186 ayat dalam surah Makkiyyah terdapat 208 kali disebutkan kata “kafir” dan dan juga “kekafiran”, dengan rincian kata “kekafiran” ada 22 kali sedangkan 186 kali menyebut kata “kafir”. Sementara dalam surah Madaniyyah sebanyak 256 kali disebutkan kata “kafir” dan dan juga “kekafiran”, dengan rincian kata “kekafiran” ada 31 kali sedangkan 225 kali menyebut kata “kafir”. Jika ditotal semuanya, sebanyak 464 kali kata “kafir” dan “kekafiran” muncul dalam Al-Qur’an. Untuk memperjelas perbandingannya, perhatikan tabel di bawah ini.

Kelompok Surah

Jumlah Surah

Surah Kafir

Ayat Kafir

Sebutan Kafir

Makkiyyah

87

56

186

208 X

Madaniyyah

27

22

220

256 X

Akan tetapi, jumlah ini bisa lebih banyak lagi. Ada beberapa alasan untuk membenarkan hal ini. Pertama, jika diperhatikan ayat sebelum dan sesudah ayat yang terdapat kata “kafir”, ada muncul kata ganti orang yang dapat dipastikan merujuk pada kata “kafir”. Artinya, ada ayat, baik sebelum maupun sesudah, yang jelas-jelas berhubungan dengan ayat yang terdapat kata “kafir” meski di sana tidak ditulis kata tersebut. Sebagai contoh, dalam surah al-Baqarah: 7 disebut kata ganti “mereka” dimana kata ganti itu bisa dipastikan merujuk pada orang-orang kafir yang disebut dalam ayat 6. Kedua, jika kaum munafik adalah juga kaum fasik (QS an-Nisa: 67), dan kaum fasik adalah juga kaum kafir (bdk. QS as-Sajdah), maka otomatis jumlah kata “kafir” akan bertambah. Setidaknya ada 50 ayat yang memuat kata “fasik”, sedangkan kata “munafik” ada 55 ayat. Ketiga, jika orang kafir disamakan juga dengan orang zalim (QS al-Baqarah: 254), maka jumlah kata “kafir” juga pasti bertambah. Dalam Al-Qur’an ada 200 ayat yang terdapat kata “zalim”.

Dari gambaran perbandingan di atas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa sekalipun jumlah surah dan ayatnya sedikit, namun justru kata “kafir” jauh lebih banyak terdapat dalam surah Madaniyyah. Pertanyaannya adalah kenapa? Mengapa ayat “kafir” lebih banyak dalam surah Madaniyyah daripada surah Makkiyyah?

Jika dibuatkan kajian historis, kita dapat mengetahui bahwa surah Makkiyyah adalah surah-surah yang turun di Mekkah, sebelum Muhammad melakukan hijrah. Artinya, wahyu Allah itu disampaikan ketika Muhammad baru memulai karyanya sebagai nabi dan utusan Allah. Saat itu, di Mekkah sudah ada agama-agama lain, sementara suku-suku Arab sendiri belum memiliki agama khas. Wahyu-wahyu Allah ini hendak dijadikan dasar pembentukan agama islam. Karena itu, surah-surah yang turun di Mekkah terbilang lebih banyak daripada yang turun di Madinah. Awalnya kata “kafir” ini tidak ditujukan kepada pemeluk agama lain, seperti orang Yahudi dan Nasrani, melainkan kepada orang Arab. Awal misi Muhammad adalah menarik orang Arab. Selain itu, kata “kafir” digunakan juga untuk merujuk kepada orang “yang melawan Allah” dalam kisah Nuh, Yusuf yang merupakan kisah masa lampau.

Pada mula perutusannya, Muhammad tampil bak orang saleh nan berbudi, mengajak sesama Arabnya untuk meninggalkan kepercayaan lamanya dan beralih mengikuti agamanya. Muhammad menyebut kepercayaan lama itu sebagai kafir, dan memberikan gambaran nasib buruk yang akan menimpa mereka. Sangat kental kata “azab”, dan “celaka” yang dikaitkan dengan kekafiran (dalam “Ayat Kafir dalam Surah Makkiyyah” kata “azab” muncul sebanyak 16 kali dan 4 kali kata “celaka”). Di sini Muhammad mau membangun ketakutan dalam diri orang Arab sehingga mereka akhirnya meninggalkan kepercayaan lamanya dan menjadi islam. Untuk mendukung wartanya ini, Muhammad menampilkan nasib orang kafir dalam kisah Nuh dan kisah lainnya. Dengan cara ini secara tidak langsung Muhammad mendapat dukungan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, ketika orang Arab bertanya soal kisah Nuh, karena kisah Nuh yang disampaikan Muhammad terinspirasi dari tradisi Yahudi dan Nasrani.

Karena masih ada penolakan, Muhammad mulai melebarkan wartanya kepada orang Nasrani dan Yahudi. Muhammad menyapa kedua kelompok ini sebagai Ahli Kitab. Akan tetapi, penolakan tetap diterima Muhammad. Dalam Al-Qur’an kita mengetahui alasannya, yaitu tidak adanya mukjizat yang dilakukan Muhammad (QS al-Ankabut: 50) serta tidak ada hal baru yang dibawa Muhammad (QS al-Anam: 25). Terkait yang terakhir ini, Muhammad hanya terkesan mengulangi kembali apa yang sudah diketahui oleh orang Yahudi dan Nasrani, dan sayangnya apa yang disampaikan Muhammad itu tidak seperti yang diketahui orang Yahudi dan Nasrani. Kesalahan itu menjadi dasar kuat penolakan orang Nasrani dan Yahudi atas kenabian Muhammad. Penolakan tersebut membuat akhirnya Muhammad kerap menyematkan juga kata “kafir” kepada kedua kelompok ini. Tidak hanya menyebut mereka kafir, Muhammad juga menuduh bahwa orang Nasrani dan Yahudi telah memalsukan Injil dan Taurat.

Sementara itu surah Madaniyyah adalah surah-surah yang turun ketika Muhammad sudah berada di Madinah (setelah hijrah). Saat tiba di Madinah, di sana juga sudah ada agama Yahudi dan Kristen. Mungkin karena sudah terlebih dahulu mendapat informasi dari Mekkah, bukan tidak mustahil Muhammad langsung mendapat penolakan. Dasar penolakan masih sama seperti penolakan di Mekkah, dengan penambahan alasan baru, yaitu kehidupan seks Muhammad yang terlihat dari menikahi anak usia 6 tahun dan jumlah istri yang sangat banyak. Hal ini bertentangan dengan gambaran nabi atau utusan Allah dalam agama Yahudi dan Nasrani. Karena itu, dapat dipastikan bahwa Muhammad tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk menyematkan kata “kafir” kepada orang Nasrani dan Yahudi.

Kata “kafir” (dan juga “kekafiran”) dalam Al-Qur’an merujuk pada orang, keadaan dan juga sifat. Jika diperhatikan baik-baik (silahkan baca “Ayat Kafir dalam Surah Makkiyyah” dan “Ayat Kafir dalam Surah Madaniyyah”) terlihat jelas bahwa kata itu mempunyai nada kebencian dan permusuhan. Ketika menyebut kata itu, ada rasa benci dan bermusuhan pada diri orang yang menyebutkannya. Orang kafir tidak hanya dilihat sebagai musuh Allah, tetapi juga musuh orang islam. Nada kebencian dan permusuhan itu sangat terasa kentalnya dalam surah Madaniyyah. Hal ini terlihat dari kata-kata “membinasakan”, “memusnahkan”, “perangi” dan juga aksi untuk membunuh orang kafir. Jika dalam surah Makkiyyah terdapat 16 kali kata “azab”, dalam surah Madaniyyah ada 21 kali, dan masih ditambah 12 kali kata “neraka’ yang dikaitkan dengan orang kafir.

Berikut ini beberapa fakta menarik tentang kata “kafir” dan “kekafiran” yang ada dalam Al-Qur’an, baik surah Makkiyyah maupun Madaniyyah.

1.    Orang kafir atau orang yang hidup dalam kekafiran akan ditimpa azab yang pedih dan berat (ada 37 ayat).

2.    Neraka merupakan tempat tinggal orang kafir (ada 26 ayat)

3.    Neraka sebagai bentuk hukuman bagi orang kafir (ada 17 ayat)

4.    Orang kafir atau orang yang hidup dalam kekafiran akan dibinasakan (ada 3 ayat)

5.    Orang kafir atau orang yang hidup dalam kekafiran akan dimusnahkan (ada 1 ayat)

6.    Allah meminta umat islam untuk bersikap keras terhadap orang kafir (5 ayat) dan memerangi orang kafir (ada 4 ayat)

7.    Orang kafir atau orang yang hidup dalam kekafiran merupakan orang yang pasti mendapat celaka ( ada 5 ayat)

DEMIKIANLAH telaah dan beberapa fakta tentang kata “kafir” yang ada di dalam Al-Qur’an. Jika diteliti lebih lanjut, mungkin proporsi kata “kafir” ini lebih banyak dari kata lain, yang memiliki makna. Harus dipahami bahwa Al-Qur’an itu adalah kata-kata Allah SWT. Karena itu, penyebutan kafir berasal dari Allah sendiri. Umat islam hanya mengikuti apa yang dilakukan Allahnya. Tidaklah salah kalau kemudian islam diidentikan sebagai agama yang mengkafir-kafirkan umat agama lain. Adalah aneh jika ada umat islam yang berusaha untuk menghapus kata tersebut demi terciptanya toleransi dan sikap saling menghargai. Upaya menghapus kata “kafir” adalah suatu tindakan yang melawan Allah SWT.

Dabo Singkep, 20 Nov 2020

by: adrian

2 komentar:

  1. tolong di refisi kembali lagi & baca kembali al qur'an

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapannya. Sampai saat ini, revisi yang dilakukan baru pada jumlah surah makkiyyah (87) dan madaniyyah (27). Kalau ada yang lain mohon disampaikan.

      Telaah ini berdasarkan alquran terbitan departemen agama edisi revisi 2006. Jika ada kekeliruan, mohon disampaikan biar diskusi kita terbuka.

      Hapus