Rabu, 05 Agustus 2020

MENGAJARI ANAK TENTANG SEKSUALITAS


Pendidikan seks mencakup pengajaran pengetahuan-pengetahuan yang berguna dan ketrampilan-ketrampilan yang berkaitan dengan masalah-masalah penting yang berhubungan dengan seksualitas, termasuk hubungan manusia, identitas seksual dan peran gender, anatomi reproduksi dan citra tubuh, pubertas dan proses reproduksi, aspek emosional dari pendewasaan, nilai dari meningkatnya kesadaran remaja yang belum aktif secara seksual, cara-cara pencegahan HIV/PMS (Penyakit Menular Seksual), dan akibat-akibat kesehatan dari tidak memakai kontrasepsi dan cara-cara pencegahan di antara remaja-remaja yang aktif secara seksual. Penelitian menunjukkan bahwa seksualitas remaja paling banyak dipengaruhi oleh orangtua, diikuti oleh teman-teman sekelompok, dan akhirnya, oleh apa yang dipelajari di sekolah.
Pendidikan seks berkembang sebagai tanggapan dari penelitian-penelitian yang menunjukkan angka keterlibatan seksual remaja yang tinggi (75% pada saat di perguruan tinggi) dan rendahnya penggunaan kontrasepsi dan pengetahuan tentang PMS. Lebih jauh lagi, penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa faktor situasional mendukung aktifitas beresiko ini di kalangan remaja - terutama kegagalan untuk merencanakan dari awal untuk aktivitas seksual (dengan asumsi bahwa merencanakan berhubungan seks akan merusak spontanitas dan keromantisan) dan penggunaan alkohol atau obat-obatan sebelum atau dalam berhubungan seks. Juga, kurangnya pemikiran mengenai akibat berhubungan seks sangat umum di kalangan remaja.
Tujuan utama dari pendidikan seks di sekolah adalah perkenalan pada kesehatan seksual. Untuk mencapai tujuan ini, kebanyakan program menyediakan informasi yang akurat tentang seksualitas manusia, kesempatan untuk klarifikasi nilai, ketrampilan untuk mengembangkan hubungan interpersonal, dan bantuan dalam mewujudkan kehidupan seksual yang bertanggung jawab, termasuk penerapan perilaku dan sikap yang sehat yang berhubungan dengan perilaku seksual. Penelitian tentang efektifitas pendidikan seks mempunyai hasil yang beragam. Umumnya, pendidikan seks telah berhasil meningkatkan pengetahuan remaja tentang masalah-masalah seksual, termasuk cara mengembangkan kemampuan interpersonal yang berkaitan dengan perilaku seksual, dan menerapkan nilai-nilai yang tepat, tapi hasilnya belum menggembirakan terutama berkaitan dengan perilaku seksual. Hasil terbaik ditemukan pada program pendidikan yang bekerjasama dengan klinik kesehatan di sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan seks efektif bila disampaikan sebelum aktivitas seksual muncul, dan pada saat ia menggabungkan masalah kesadaran dan kontrasepsi. Penelitian menolak anggapan bahwa pendidikan seks mendorong eksperimen seksual atau meningkatkan aktivitas seksual. Program yang menekankan masalah kesadaran juga terbukti tidak efektif dalam mengendalikan awal aktivitas seksual.

Pendidikan seks yang disampaikan hanya di dalam kelas sangat terbatas efektifitasnya. Karena itu timbul pendekatan-pendekatan yang inovatif. Salah satunya adalah melalui pembuatan video-video pendidikan. Video ini menekankan teknik kepercayaan diri dan penolakan (bila ada tekanan kelompok), pembuatan keputusan yang berkaitan dengan seksualitas remaja, dan seks yang spesifik dan informasi kesehatan (misalnya gejala-gejala PMS). Ada video yang mengangkat masalah praktek penggabungan alkohol dan aktivitas seksual (yang mendorong pembuatan keputusan yang lemah dan perilaku yang berbahaya). Alasan pembuatannya adalah karena pengetahuan saja tidak cukup untuk merendahkan frekuensi perilaku berbahaya. Video mengenai pendidikan seks biasanya membahas masalah hambatan-hambatan dalam menghindari resiko (misalnya tekanan dari pacar untuk berhubungan seks atau anggapan yang tersebar luas bahwa kondom tidak efektif dalam mencegah kehamilan atau infeksi PMS/HIV).
Pendekatan inovatif lain, yang menggabungkan hiburan dan komunikasi kelompok mengenai pendidikan seks, adalah penggunaan teater remaja. Ini dimulai tahun 1973 di New York Medical College. Sejak dimulai, pendidikan seks dengan teater remaja telah diterapkan di banyak tempat di AS. Harapannya adalah pertunjukan drama tentang masalah-masalah penting dalam pendidikan seksual akan mengurangi kecemasan remaja tentang masalah-masalah sensitif, meningkatkan keinginan remaja untuk berbicara terbuka mengenai masalah-masalah seksual, meningkatkan minat remaja yang aktif secara seksual untuk menggunakan kontrasepsi dan melindungi diri dari HIV/PMS, dan menolong penundaan aktifitas seksual bagi remaja yang belum aktif. Penelitian menunjukkan bahwa satu faktor kunci tidak dipakainya kondom di kalangan remaja adalah rasa malu. Untuk mengatasinya, beberapa teater remaja memfokuskan pertunjukan mereka pada pembuatan keputusan mengenai pembelian dan penggunaan kondom. Evaluasi dari pendidikan seks melalui teater remaja menunjukkan bahwa pendekatan ini meningkatkan tingkat pengetahuan seksual dan meningkatkan keinginan untuk bicara bebas mengenai seks. Tapi, hasilnya belum jelas terlihat terhadap praktek-praktek hubungan seks.
Dukungan orangtua terhadap pendidikan seks yang berhubungan dengan AIDS mencapai 90% dari seluruh orangtua yang diteliti. Bahkan di antara orangtua yang mendukung pendidikan seks, masih ada perdebatan mengenai isinya (apakah kesadaran untuk menahan menjadi penekanan, haruskah alat kontrasepsi didiskusikan, apakah pengetahuan tentang kontrasepsi akan mendorong aktifitas seksual) dan pada umur berapa pendidikan seks diberikan.
Sebagian masyarakat percaya bahwa pendidikan seks harus diberikan di rumah, hingga ada jaminan bahwa orangtua akan bebas mengajarkan nilai-nilai moral mengenai seksualitas dan aktifitas seksual kepada anak-anak mereka. Beberapa kelompok orangtua telah melakukan protes atas pelaksanaan program pendidikan seks dan program lain yang terkait (misalnya pendidikan pencegahan HIV untuk remaja) di sekolah-sekolah umum. Walau beberapa kelompok penentangnya berorientasi religius, penelitian membuktikan bahwa gereja tidak ikut campur dalam masalah pendidikan seks. Kurangnya pendidikan dan orangtua yang telah berumur secara umum kurang menyukai pendidikan seks.
Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan seks akan sangat efektif bila orangtua dan sekolah menyampaikan pesan-pesan yang sama mengenai seksualitas remaja
Berbicara Seks dan Kesehatan Reproduksi pada Anak
Pernahkah anda sebagai seorang ibu atau seorang ayah berbicara tentang mimpi basah pada anak laki-laki anda yang berusia 13 tahun? Atau bercerita tentang menstruasi pada anak perempuan anda yang berusia 12 tahun? Kalau pernah, anda dapat meneruskannya menjadi suatu kebiasaan baik di dalam keluarga. Jika anda belum pernah melakukannya, maka anda perlu mencobanya mulai sekarang.
Pada dasarnya, mendapatkan informasi seks dan kesehatan reproduksi yang baik dan benar merupakan hak setiap anak di seluruh penjuru dunia. Terlebih karena rasa ingin tahu anak tentang seks adalah hal yang wajar akibat konsekuensi dari perkembangannya. Rasa ingin tahu itu akan selalu muncul berulang-ulang selama belum terpuaskan. Dan orang yang paling tepat untuk menjawab keingintahuan anak-anak adalah orang terdekat mereka, yaitu orangtua. Karena orangtua adalah orang yang seharusnya paling mengenal siapa anaknya, apa kebutuhannya dan bagaimana memenuhinya. Selain itu orangtua merupakan pendidik utama, pendidik pertama dan yang terakhir bagi anaknya.
Terkadang orangtua enggan, karena merasa bahwa masalah itu bukan urusan mereka, cukup diserahkan pada guru dan sekolah, atau karena tidak tahu bagaimana cara memulai atau menyampaikannya. Tetapi ada juga yang lebih tidak peduli lagi dengan berpendapat bahwa nantinya mereka akan tahu dengan sendirinya. Tidakkah pernah terlintas bahwa anak-anak justru akan menjawab ketidaktahuan mereka dengan mencari sumber-sumber lain yang tidak bisa dipercaya, misalnya dari teman-teman sebayanya yang juga tidak tahu apa-apa, dari majalah, teve, bahkan dari internet. Menunggu anak mendapatkan informasi tentang seks dan kesehatan reproduksi dari guru adalah langkah yang kurang bijak, karena anak akan segera mendapatkannya dari sumber yang lain.
Saat ini arus informasi mengalir deras, mudah didapat kapan dan dimana saja anda berada. Informasi-informasi ini dikemas dengan sangat menarik, hingga terkadang orang dewasa pun sulit membedakan mana yang dapat dipertanggungjawabkan dan mana yang tidak. Hal yang sama terjadi pada informasi tentang seks dan reproduksi. Kemasan-kemasan yang sedemikian rupa telah membentuk opini tersendiri bahwa “seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba “ (dikenal dengan istilah sexpectation).
Di sinilah saatnya orangtua berperan, mengkomunikasikan apa yang baik, mana yang boleh dan mana yang tidak. Para orangtua bisa memilih apakah akan tetap diam, mengulang kesalahan yang sama yang dilakukan orangtua zaman dulu yang tidak mengkomunikasikan tentang seks dan reproduksi dengan alasan tabu untuk dibicarakan, atau segera merubah pikiran, bahwa pendidikan anak merupakan tanggung jawab orangtua.
Beberapa penelitian bahkan telah membuktikan bahwa anak-anak dari orangtua yang biasa berbicara tentang seks, lebih sedikit mengalami permasalahan dibanding dengan anak-anak yang tidak pernah diajak berbicara atau diberikan informasi apa pun oleh orangtua mereka.  Sebagai orangtua yang baik pastinya kita akan melakukan apapun yang terbaik agar anak kelak menjadi manusia yang baik jiwa dan raganya, bertanggung jawab baik pada dirinya maupun pada orang lain serta mampu menghadapi segala permasalahan dengan baik.
Di bawah ini beberapa hal yang dapat “memperkuat” anda untuk memulai pembicaraan tentang seks dan reproduksi pada anak :
1.    Ubah cara berpikir anda. Bahwa makna pendidikan seks itu sangat luas, tidak hanya berkisar masalah jenis kelamin dan hubungan seksual. Tapi di dalamnya ada perkembangan manusia (termasuk anatomi dan fisiologi organ tubuh, terutama organ reproduksi); hubungan antar manusia (antar keluarga, teman, pacar dan perkawinan); kemampuan personal (termasuk di dalamnya tentang nilai, komunikasi, negosisasi dan pengambilan keputusan); perilaku seksual; kesehatan seksual (meliputi kontrasepsi, pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, aborsi dan kekerasan seksual); serta budaya dan masyarakat (tentang jender, seksualitas dan agama).
2.    Mengajarkan tentang pendidikan seks sejak dini. Seperti saat anda mulai mengajari “ini hidung”, atau “ini mulut”, maka pada saat itulah anda mengajarinya “ini penis” atau “ini vulva”. Jangan menggunakan istilah-istilah yang tidak tepat (misalnya “nenen” untuk mengganti kata payudara atau yang lainnya), karena dengan demikian tanpa sengaja kita telah membuat dikotomi, antara organ yang biasa dan organ yang “jorok” atau tabu atau negatif. Karena persepsi tentang bagian tubuh yg keliru akan berdampak negatif bagi anak di masa yg akan datang.
3.    Manfaatkan ‘Golden Moments, misalnya saat sedang menonton teve yang sedang menayangkan kasus perkosaan, saat sedang melakukan aktivitas berdua (masak, membereskan tempat tidur), dan lain-lain.
4.    Dengarkan apa yang diucapkan anak dengan sungguh-sungguh, pahami pikiran dan perasaan mereka. Dengan demikian mereka akan merasa diterima, jika sudah merasa diterima, mereka akan membuka diri, percaya dan mudah diajak kerja sama.
5.    Jangan menceramahi. Anak umumnya tidak suka diceramahi. Karena pada saat kita menceramahi seseorang, biasanya kita “menempatkan” diri kita lebih tinggi darinya. Bukan dengan cara ini kita bisa berkomunikasi dengan mereka.
6.    Gunakan istilah yang tepat, sesuai dengan usianya. Misalnya saja kalau anak anda sudah beranjak remaja, maka gunakanlah bahasa gaul yang biasa digunakan remaja, sehingga anak tidak merasa sungkan menanggapi pembicaraan anda.
7.    Gunakan pendekatan agama. Kita harus meyakini bahwa segala masalah dan persoalan di dunia ini harus diselesaikan dengan nilai-nilai agama. Karena nilai-nilai agama tidak akan pernah berubah sampai kapan pun. Anak-anak juga harus diajak mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
8.    Mulai saat ini juga. Begitu anda membaca artikel ini, mulai susun strategi apa yang akan anda gunakan untuk mulai mengajak anak berbicara. Yang perlu diingat yaitu bahwa anak adalah orangtua di masa yang akan datang, maka dari itu harus kita persiapkan sedemikian rupa agar menjadi generasi yang siap menghadapi masa depan dengan segala rintangannya. Percayalah, bahwa anda merupakan orang yang paling tepat dalam hal ini, dgn mempercayai diri sendiri, anda pun telah memberikan kepercayaan pada anak.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar