Jumat, 12 Juni 2020

INILAH PANDANGAN ISLAM TENTANG ISTERI

Menikah dan hidup berkeluarga merupakan kerinduan setiap manusia. Agama menghendaki agar pria dan wanita saling mencintai dan hidup bersama dalam satu rumah tangga menjadi suami dan isteri. Tentulah harapan setiap orang yang mau menikah adalah kebahagiaan bersama, suami dan isteri. Kebahagiaan itu tidak harus ditentukan dari banyaknya harga kekayaan atau suksesnya karier pekerjaan.
Dalam banyak budaya, sering terlihat bahwa isteri masih menduduki kelas dua dalam keluarga. Tidak ada kesetaraan antara suami dan isteri. Hal-hal ini kerap berujung pada kekerasan dalam rumah tangga. Bagaimana sebenarnya pandangan islam tentang isteri?
Ada 2 sumber utama ajaran islam. Yang pertama adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an diyakini umat islam langsung berasal dari Allah SWT. Kata-kata yang tertulis dalam kitab itu adalah kata-kata Allah sendiri. Keyakinan ini didasarkan pada pernyataan Allah SWT, yang dapat dibaca dalam QS As-Sajdah: 2, dan QS Az-Zumar: 1 – 2, 41. Perlu diketahui bahwa Allah SWT sudah berfirman bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang mudah dan jelas (QS Al-Qamar: 17). Artinya, apa yang tertulis, itulah maknanya; tidak perlu tafsiran lagi. Sepertinya hal ini memang disengaja Allah SWT agar dikemudian hari tidak ada perbedaan pendapat di kalangan umat islam. Karena Allah SWT pernah berfirman, “Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul” (QS An-Nisa: 59). Allah SWT sadar bahwa suatu saat sang Rasul, yakni Muhammad, akan meninggal. Jika Muhammad mati, bagaimana menyelesaikan perbedaan pendapat? Karena itulah, Al-Qur’an dibuat mudah dan jelas sehingga siapa pun dapat memahaminya.
Sumber yang kedua adalah hadis. Umumnya orang memandang hadis sebagai kumpulan perkataan, sikap dan perbuatan Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah ajaran. Jadi, perkataan-perkataan nabi semasa hidupnya, perbuatan dan juga sikapnya menjadi pengajaran bagi umat islam. Karena Al-Qur’an sudah menyebut Muhammad sebagai teladan tingkah laku yang sempurna (QS Al-Ahzab: 21; QS Al-Qalam: 4), maka umat islam wajib mengikuti setiap perkataan, sikap dan perbuatannya. Dalam QS An-Nisa: 80 Allah berfirman, “Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” Dan dalam ayat 59 dari surah An-Nisa ada perintah Allah kepada umat beriman untuk mentaati Muhammad SAW.

Nah, bagaimana kedua sumber utama islam ini mengajarkan tentang kaum isteri? Apa yang dikatakan Allah SWT, dan apa yang diteladankan Nabi tentang isteri?
Pertama-tama kita buka dan baca QS Al-Baqarah: 223. Dalam Quran Kemenag tertulis: “Isteri-isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu.” Sedangkan dalam IndoQuran tertulis, “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu.” Dari dua sumber ini terlihat adanya perbedaan redaksi. Kita tak tahu apakah perbedaan ini karena kesalahan terjemahan, atau teks aslinya berbeda, atau karena sumbernya memang berbeda. Akan tetapi, yang hendak dibahas di sini adalah soal ajaran islam tentang isteri, bukan masalah perbedaan redaksi.
Sekalipun ada perbedaan redaksi, namun kita bisa melihat adanya kesamaan, yaitu bagaimana sikap suami terhadap isteri atau seperti apa isteri itu di mata suami. Kutipan surah Al-Baqarah di atas hendak mengatakan bahwa isteri hanya sebatas ladang yang bisa dipakai suami untuk menanamkan benih spermanya. Dengan kata lain, istri dilihat sebatas pemuas kebutuhan seksual suami. Yang diutamakan adalah kepuasan suami (perhatikan terjemahan Quran Kemenag: “Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu.”). Jadi, kapan saja suami mau menyalurkan syahwatnya, isteri siap melayani. Bahkan dengan cara apa saja yang disukai suami.
Apa yang diwahyukan Allah dalam surah Al-Baqarah di atas, didukung oleh hadis-hadis. Dalam hadis Bukhari, Nabi Muhammad berkata, “Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, lalu istrinya menolaknya sehingga dia melalui malam itu dalam keadaan marah, maka malaikat melaknat istrinya itu hingga subuh.” (HS Bukhari Vol.4, Bk. 54, No. 460; bdk. HS Muslim Bk 8, No. 3366 – 3368). Hadis Muslim juga menegaskan bahwa Allah tidak senang ketika isteri menolak ajakan suami ke ranjang. Artinya, Allah senang kalau isteri melayani syahwat suaminya saat dibutuhkan. Jadi, isteri wajib melayani hasrat seksual suami, apapun keadaannya. Bahkan ketika isteri haid pun, jika suami ingin melampiaskan nafsu seksualnya, isteri harus taat. Hadis Bukhari Volume 1, buku 6 berbicara soal menstruasi atau haid. Dalam beberapa nomor dikisahkan tentang Nabi Muhammad yang berhubungan seksual dengan Aisah, yang saat itu sedang haid.
Hadis Bukhari dan Muslim merupakan dua hadis yang terpercaya. Pernyataan Nabi Muhammad tentang istri yang wajib melayani hasrat seksual suami bila dibutuhkan, yang ada dalam dua hadis terpercaya ini, ditegaskan juga dalam Hadis Tirmidzi. Di sini dikatakan bahwa Muhammad SAW berkata, “Jika seorang lelaki mengajak istrinya untuk memenuhi hasratnya, maka hendaknya dia mendatanginya, walau dia sedang berada di dapur.” (Hadis Tirmidzi no. 1080). Sedang datang bulan saja harus tetap melayani syahwat suami, apalagi cuma sedang berada di dapur.
Dari wahyu Allah dalam surah Al-Baqarah, dan dari hadis Bukhari, Muslim dan Tirmidzi terlihat jelas bahwa isteri itu wajib melayani syahwat suami kapan pun dibutuhkan. Seorang pria menikahi seorang wanita agar dapat menyalurkan syahwatnya secara sah, dan tugas isteri adalah memenuhinya. Seorang isteri yang ingin menyenangkan Allah SWT haruslah melayani nafsu seksual suaminya bila diminta; kapan sama dan dengan cara apa saja. Tak peduli apakah isteri suka atau tidak suka. Dalam soal hubungan seksual, prioritas utama adalah kepuasan suami, bukan isteri. Hasrat seksual suami yang terpuaskan oleh isteri adalah kesenangan Allah SWT.
Isteri harus taat pada permintaan suami, khususnya dalam pemenuhan hasrat seksualnya. Bagaimana jika isteri menolak? Dalam dua hadis terpercaya, Bukhari dan Muslim, sudah dikatakan bahwa isteri akan dikutuk atau dilaknati oleh malaikat. Sanksi ini memang terkesan lunak secara manusiawi. Sanksi tegas datang dari Allah SWT. Dalam QS An-Nisa: 34 Allah mengizinkan suami untuk memukul isterinya jika isteri protes atau menolak untuk berhubungan seksual. Soal memukul isteri, Nabi Muhammad SAW sudah memberikan teladan. Isteri favoritnya, Siti Aisha, pernah dipukul sang nabi di dadanya, dan ia mengeluh merasa sakit akibat pukulan itu.
Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa agama islam membolehkan para suami memukul isterinya. Ajaran ini langsung berasal dari Allah SWT dan mendapat peneguhan dari teladan sang Nabi. Memukul isteri merupakan hal yang dihalalkan dalam islam apabila termasuk dalam empat kasus berikut ini:
1.    Jika isteri tidak mau berdandan atau berhias diri padahal suaminya menghendaki begitu.
2.    Jika isteri tidak mau berhubungan seks dengan suami tanpa alasan yang diakui islam.
3.    Jika isteri disuruh membersihkan diri untuk shalat dan dia tidak mau.
4.    Jika isteri pergi keluar rumah tanpa izin dari suami.
Dari keempat kasus di atas, tampak jelas bahwa suami menjadi tolok ukurnya. Isteri harus berdandan atau berias sesuai dengan kehendak suami; isteri harus berhubungan seks sesuai dengan kehendak suami; isteri harus membersihkan diri untuk shalat sesuai dengan kehendak suami; isteri harus pergi keluar rumah sesuai dengan kehendak suami. Sepertinya hal ini sejalan dengan kehendak Allah SWT yang selalu memprioritaskan kepuasan suami.
DEMIKIANLAH pandangan islam tentang isteri, yang diambil dari Al-Qur’an dan hadis. Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa dalam ajaran islam seorang isteri mempunyai kewajiban melayani nafsu seksual suaminya. Dia tidak punya hak atas tubuhnya. Kapan saja, dimana saja dan dengan cara apa saja kebutuhan seksual suami terpenuhi, isteri harus siap memenuhinya. Isteri tidak boleh menolak. Jika isteri menolak melayani hasrat seksual suami, maka dia akan mendapat sanksi dari Allah dan dari suami. Allah tidak akan senang dengannya, dan malaikat akan mengutuk atau melaknati dia hingga pagi. Itulah sanksi dari Allah. Sedangkan sanksi dari suami adalah pemukulan. Suami boleh memukul isteri yang tidak mau memenuhi syahwat seksualnya, atau tidak mau berhubungan seksual dengan cara seperti yang diinginkan suami.
Dabo Singkep, 21 Mei 2020
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar