Jumat, 29 Mei 2020

BERKACA DARI KASUS PENISTAAN AGAMA

Pada 27 September 2016, Basuki Tjahaya Purnama, atau biasa disapa BTP, mengadakan kunjungan dinas ke Kepulauan Seribu. Waktu itu ia masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. Dalam kunjungan itu, BTP menjelaskan program kerja sama Pemprov DKI dan Sekolah Tinggi Perikanan. Dan dalam dialog itu terlontarlah pernyataan “Jadi, jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak pilih saya. Dibohongin pakai surat al-Maidah ayat 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu.”
Reaksi warga ketika mendengar pernyataan itu adalah tertawa. Tidak ada yang marah atau merasa tersinggung. Akan tetapi, pada sekitar awal Oktober muncul video tentang kunjungan BTP itu di media sosial. Adalah Buni Yani yang berperan dalam memviralkan video tersebut. Buni Yani tidak hanya sebatas mem-posting video, yang berisi perkataan BTP tentang al-Maidah: 51, tetapi juga telah mengeditnya. Dalam video editan tersebut pernyataan krusial BTP menjadi “Dibohongin surat al-Maidah ayat 51.
Sontak umat islam tersinggung dan marah. Mereka lantas menggelar aksi unjuk rasa. Ratusan ribu umat islam, bahkan ada yang mengatakan jutaan, membanjiri ibukota Jakarta. Mereka melaksanakan satu kewajiban umat islam, yaitu membela agama. Karena itu, aksi mereka dikenal dengan istilah Bela Islam. Dan tak lama kemudian Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang saat itu diketuai oleh K.H. Maruf Amin, menggelar sidang. Pada tanggal 11 Oktober MUI mengeluarkan fatwa: BTP telah melakukan penistaan agama dan ulama. Massa islam segera berubah dari Bela Islam menjadi Kawal Fatwa MUI.
Demi menciptakan situasi ibukota yang kondusif, polisi segera menangani kasus BTP. Sebelum polisi menangani kasus ini, BTP telah mengeluarkan permintaan maaf yang tulus. Proses sidang pun segera digelar. Selama sidang perkara, massa umat islam terus menggelar aksi unjuk rasa. Sekalipun tidak terjadi aksi anarki, namun banyak warga merasa cemas dan takut. Beberapa sekolah diliburkan. Demikian juga toko.
***
Di bulan Juli 2016 lalu, Ustad Abdul Somad (UAS) mengadakan ceramah keagamaan di Masjid Annur, Pekanbaru. Saat itu ada seorang wanita mengungkapkan perasaannya yang selalu gelisah ketika melihat salib. Menyikapi persoalan wanita itu Sang Ustad memberikan kajian islami tentang salib, dan dalam kajian itu terlontar pernyataan “di salib itu ada jin kafir” dan “di dalam patung itu ada jin kafir.”
Ternyata peristiwa ceramah keagamaan UAS itu direkam. Dan sepertinya 3 tahun kemudian rekaman itu di-posting ke media sosial dan menjadi viral. Ingatan publik Indonesia masih segar dengan kasus BTP. Apalagi setelah kasus BTP banyak aksi lapor perihal penghinaan; salah satu korbannya adalah Dhani Ahmad. Karena itu, video viral UAS memantik emosi segelintir umat nasrani, namun tidak menimbulkan gejolak yang berarti. Tidak ada demo besar-besaran.
Malah para pimpinan agama kristiani, Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menghimbau umatnya untuk menjaga ketenangan dan tidak membawa masalah UAS ke ranah hukum. Baik PGI maupun KWI sama-sama tidak mengeluarkan “fatwa” penistaan agama. Mereka malah memaafkan UAS, sekalipun UAS tidak mau meminta maaf, karena merasa tidak bersalah (bandingkan dengan kasus BTP, yang juga merasa tidak bersalah, tapi meminta maaf).
***
Dari dua kasus penistaan agama di atas, dapat ditarik kesimpulan berikut:
Penistaan Agama Islam:
1.   Umat islam marah dan demo bela islam. Hal ini sesuai dengan ajaran agama.
2.   MUI mengeluarkan fatwa. Hal ini sudah menjadi tugasnya.
3.   Umat islam demo membuat warga ketakutan. Hal ini sesuai dengan ajaran agama.
4.   BTP meminta maaf, sekalipun merasa diri tidak salah.
Penistaan Agama Kristen:
1.   Segelintir umat Kristen marah dan menuntut UAS. Hal ini lebih pada emosi dan keadilan hukum; sama sekali tidak ada kaitan dengan ajaran agama.
2.   PGI dan KWI tidak keluarkan “fatwa”, malah mengajak umatnya untuk tetap tenang dan tidak membawa masalah ini ke ranah hukum. Hal ini sudah menjadi tugas mereka.
3.   Tidak ada demo yang membuat warga lain ketakutan. Hal ini sesuai dengan ajaran agamanya.
4.   UAS tidak minta maaf, karena yang dilakukan sesuai dengan aqidah islam.
Melihat perbedaan di atas, kita langsung merasakan perbedaan langit dan bumi. Perbedaan itu juga menjadi kesimpulan tentang kedua agama ini. Dari kesimpulan di atas, mana agama yang menunjukkan kasih, damai dan rahmatan lil alamin?
Dabo Singkep, 20 April 2020
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar